Sang murid menatap wajah gurunya dengan ekspresi yang sulit di tebak. Lalu menundukkan kepala dengan berucap:
“Saya ingin bisa tersenyum sama bapak saya pak” jawab sang murid datar.
“Maksudmu???”
Sang murid tidak langsung menjawab.
“Jangankan buat ngobrol, untuk senyum saja kalau ketemu bapak saya, saya tidak pernah lagi” sang murid menundukkan matanya setelah tadi menatap jauh ke depan.
“Ya Allah… kenapa emangnya?” sang guru memandangi wajah muridnya yang semakin terbenam diantara kedua kakinya.
Sang murid terdiam dengan wajah masih tertunduk. Terdengar hembusan nafas dari mulutnya.
Melihat muridnya yang enggan bercerita, Sang guru pun merebahkan dirinya. Matanya menerawang menatap awan yang bergerombol. Bahkan ada yang seolah saling berkejaran.
“Kau lihat nak… awan kelihatan cakep banget kalau lagi ngumpul. Seperti membentuk sebuah pulau. Menjadi satu kesatuan. Pun demikian dengan kita, akan kuat jika bersatu. Apalagi dengan saudara, terutama dengan orang tua tentunya”
Hening. Tak ada respon. Sang murid masih dengan posisi dan sikap yang sama dengan sebelumnya.
“Dulu bapak pernah marah dengan adik bapak sampai tidak menegurnya dengan waktu lumayan lama. Kami saling membisu jika bertemu. Tidak pernah lagi bertegur sapa, sampai ketika adik bapak sakit, bapak ngga mau nganterin dia ke dokter….” sang guru berhenti sejenak, mengharap respon dari sang murid.