Badannya kurus, hanya dibalut celana levis buntung di bawah lutut dan kaos oblong bergambar caleg dari pemilu beberapa waktu lalu. Rambutnya awut-awutan. Seluruh tubuhnya dekil dan bau. Di sebelahnya bersandar ‘kendaraan’ mata pencahariannya dalam mengais pundi-pundi uang di ibu kota yang terkenal pelit. Tidak besar, tapi cukuplah untuk tempat beristirahat seorang anak kecil (adiknya) setelah seharian bekerja penuh.
Pemuda tanggung itu meringis kesakitan. Matanya terpejam-pejam. Ia berdiri tak lama duduk kembali. Begitu seterusnya. Ia mencoba menggerakan dan menarik gerobaknya. Tapi tak sanggup. Ia mengaduh, suaranya menggerang.
Ia dekati tengah gerobak dan mencoba mencari-cari sesuatu yang ada di dalamnya. Dapat, ia tersenyum. Perutnya diolesi dengan minyak angin.
Ia bisa tenang sekarang. Namun sepuluh menit kemudian, ia meringgis kembali, mengaduh sampai meraung menahan sakit. Kadang nungging, miring kanan-kiri, duduk sambil terus meraung.
Sang bocah kecil terbangun. Masih dengan ketidaksadarannya, matanya menerawang mengamati sekitar. Lumayan ramai. Tapi suara itu, membuatnya menoleh.
Dilihatnya pemuda tanggung yang selalu bersamanya sedang meringgis menahan sakit. Segera ia bangun dan mendekatinya. Bertanya dan mengoceh apa saja kepada pemuda tanggung. Sang pemuda tidak menggubris. Ia berkonsentrasi dengan penyakit yang dideritanya.
Bocah kecil itu kembali ke gerobak. Dikorek-koreknya isi dalam gerobak. Ia mendapati sesuatu, balsem rupanya. Lantas ia melepas kaos pemuda tanggung dan menghadap ke punggungnya. Pemuda tanggung pasrah, kini ia sedikit tenang setelah melewati fase menakutkan tadi. Tapi tangan kanannya tak lepas dari memegang perut. Ia menunduk.Â
Bocah itu mulai mengerjakan apa yang menurutnya sebagai pengobatan. Ia perlahan mengerok punggung pemuda tanggung. Pelan. Ia masih mendengar desisan raungan sakit. Dia mencoba menghibur sang pemuda, mengajak berbicara apa saja. Mungkin biar pemuda tersebut tak terlalu memikirkan penyakitnya.
Namun sedang asyiknya ia berceloteh, tiba-tiba sang pemuda rubuh. Ia terjatuh dan tak sadarkan diri.
Berulang kali sang bocah memanggil nama pemuda tanggung tersebut. Tapi ia tak bergerak. Sang bocah berteriak. Menggoyang-goyangkan tubuh sang pemuda. Tetap tak ada reaksi. Ia berteriak. Berharap sekitar memperhatikannya. Tak ada respon.
Ia bangun. Meminta pertolongan kepada siapa saja yang mendengar. Ia berlari dari satu orang ke orang yang lain. Kepada lelaki parlente yang masih asyik dengan hisapan rokoknya dan kini ditemani seorang wanita. Ia memelas, memohon bantuan. Tak digubrisnya bocah itu. Justru sang bocah didorong hingga jatuh.