Mohon tunggu...
fikri yathir
fikri yathir Mohon Tunggu... -

university student of gadjah mada majoring cultural anthropology. anything else to share?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita Rusdin, Remaja Mantan TKI Ilegal di Malaysia

16 Agustus 2010   07:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:59 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rusdin bekerja sebagai tukang cuci piring di restoran itu. Setiap hari ia harus menunaikan tugasnya mulai pukul 6 sore dan baru pulang pukul 5 subuh. Setiap ada waktu senggang di sela-sela kesibukannya bekerja, ia pergi ke belakang restoran untuk menyendiri, memikirkan sanak keluarga, teman-teman, dan kampungnya Kaledupa. Rusdin berkisah mengenai suka duka yang dialaminya selama bekerja di sana.

Setiap bulan, Rusdin diupah 300 ringgit, dipotong 60 ringgit untuk biaya kos yang disewakan oleh pihak restoran. “Namun jangan kira lebihnya itu banyak. Biaya hidup di Malaysia tinggi. Harga barang-barang mahal. Tau-tau sudah habis itu gaji!”. Meski begitu, bekerja di restoran sea food tidak perlu membuatnya khawatir soal urusan perut. Ia bisa makan dan minum apa pun yang dia mau, termasuk membungkusnya untuk dibawa pulang ke kosnya.

Selain itu, ia mendapat banyak teman baru sesama pekerja ilegal dari berbagai negara dan suku bangsa. “Mereka semua tuh suka sama aku, soalnya kamu tahu sendiri kan aku gimana? Suka ngelucu,humor, ketawa-ketawa” ujar Rusdin berseloroh.

Ia juga bercerita bahwa ia sangat dekat dengan seorang chef di restoran itu. Rusdin sudah dianggap seperti anak kandungnya sendiri, sekalipun koki itu punya anak yang masih kecil. Ia sering mengajak Rusdin bercerita, mengajarinya masak, dan tidak pernah marah kalau Rusdin masak sendiri menggunakan alat-alat dapur . “Aku juga sering diajak main ke rumahnya. Pokoknya dia baik banget”.

Namun semenjak bos pertamanya yang berasal dari India pulang untuk menemui keluarganya, Rusdin mulai merasa tidak nyaman bekerja. Bos pertamanya itu digantikan oleh teman anaknya yang sifat dan sikapnya Rusdin tidak suka, meskipun sama-sama orang India. “Dia suka marah-marah dan selalu nyuruh-nyuruh aku kerja yang bukan pekerjaanku seperti nyapu lantai, ngepel, apalagi lap kipas. Aku kan tidak suka kotor-kotor. Dan kalau lapin kipas kan harus jinjit dan mendongak lama, itu bikin kaki dan leher capek . Aku sangat tidak suka!” jelasnya dengan sedikti kesal.

Sebagai bentuk protes sekaligus perlawanan, Rusdin biasa membanting piring-piring yang dicucinya sehingga menimbulkan bebunyian yang ribut. Kalau ada yang pecah, Rusdin segera menyembunyikan pecahan-pecahan tersebut di bawah meja atau di mana saja asal tidak ketahuan. “Tanganku kan lebih lincah dari matanya bos. Tidak ada yang pernah ketahuan tuh! Selain itu, dia juga sering sekali ke dapur. Berlagak sok cari sesuatu. Padahal aku tahu apa maunya, mata-matain dan nyari-nyari kesalahan kita . Kalau sampai lapor yang bukan-bukan sama bos pertama, awas saja!” ujarnya dengan ekspresi seperti mengancam.

Rusdin pernah cerita bahwa dia sebenarnya bisa dengan mudah untuk membuat bos dan restoran tempatnya bekerja jera, kalau dia mau. Menurut Rusdin, ia bisa saja melapor ke polisi dengan membeberkan bahwa semua pekerja di restoran itu adalah ilegal. Rusdin mengatakan bahwa kalau ketahuan, restoran tersebut akan didenda 3 sampai 4 juta rupiah per pekerja. “Tidak apa-apa aku juga masuk penjara 3 bulan, yang jelas restorannya rugi”. Namun Rusdin tidak tega teman-temannya kehilangan pekerjaan. Apalagi para aparat sudah sering makan di restoran tersebut dan diberi harga murah serta dibaik-baikin oleh bosnya.

Pulang

Rusdin bertahan di Malaysia selama sembilan bulan. Ketika ia mengabarkan teman-teman kerjanya bahwa ia akan pulang, mereka kaget dan sedih. Terutama Chef Pating, koki yang sangat baik itu. Rusdin berkata bahwa dia sempat menahan-nahannya untuk tetap di Malaysia. Dia bahkan langsung mencarikan Rusdin pekerjaan malam itu juga asalkan Rusdin tidak dulu pulang. Baru beberapa hari setelahnya dia menemukan pekerjaan baru untuk Rusdin, yakni sebagai room boy di sebuah hotel. Namun, Rusdin tetap berkukuh hati ingin pulang sekalipun gaji kalau mau bekerja di hotel itu lebih tinggi dari sebelumnya. Akhirnya, Rusdin pulang ke Indonesia November 2009.

Sama seperti ketika berangkat, Rusdin pulang melalui jalur ilegal. Di pelabuhan Tawaw, ia bersama rombongan lain yang juga sama-sama ilegal tidak naik kapal laut resmi, melainkan perahu kayu di sebelah pinggiran pelabuhan. Di tengah laut, mereka lalu berpindah ke speed boat yang sudah sejak tadi menunggu. Inilah yang digunakan menuju Nunukan.

Tiba di Nunukan, Rusdin yang dimakelari oleh seorang yang disebutnya ‘paman’ mencari penginapan. Ketika hendak pulang, uang Rusdin tidak cukup untuk sampai di kampungnya Kaledupa. Ia hanya sanggup bayar hingga kapal yang ditumpanginya transit di Pare-pare. Rusdin pun menjaminkan ponselnya sebagai uang tambahan. Rencananya, jika sudah tiba di kampung nanti, ponsel tersebut akan diserahkan kepada si ‘paman’.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun