Pernahkah Anda terjebak dalam pusaran hoaks yang beredar di media sosial? Atau mungkin Anda pernah tanpa sengaja ikut menyebarkan informasi yang ternyata tidak benar? Di era digital yang serba cepat ini, kita dimanjakan dengan kemudahan akses informasi. Namun, di balik kemudahan itu, tersimpan ancaman yang serius: hoaks. Informasi palsu yang tersebar luas di media sosial telah menjadi masalah global. Menurut liputan6.com , lebih dari 60% pengguna internet pernah percaya atau membagikan hoaks. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya kita meningkatkan literasi digital untuk melawan penyebaran informasi yang salah. Hoaks bukan sekadar berita bohong yang menghibur. Informasi palsu dapat menimbulkan dampak yang sangat serius, mulai dari perpecahan sosial hingga kerugian ekonomi. Berita bohong tentang vaksin, misalnya, dapat menyebabkan penurunan tingkat imunitas masyarakat dan memicu wabah penyakit. Literasi digital menjadi tameng yang ampuh untuk melindungi kita dari dampak negatif hoaks. Dengan meningkatkan kemampuan kita dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menangkal hoaks, kita dapat menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan produktif. Artikel ini akan membahas berbagai tips dan trik untuk meningkatkan literasi digital Anda, seperti cara memeriksa kebenaran informasi, mengenali ciri-ciri berita bohong, dan menjadi netizen yang kritis.
Pengertian Hoax
- Menurut KBBI
- Menurut KBBI, hoaks adalah sebuah informasi bohong. Menurut KBBI para pelaku penyebaran hoaks mengumpulkan berita yang lalu lala di banyak milis.
- Â Menurut Septiaji Eko Nugroho
- Ketua Komunitas Masyarakat Indonesia Anti Fitnah, Septiaji Eko Nugroho menjelaskan bahwa hoaks adalah sebuah informasi yang direkayasa. Informasi tersebut dibuat untuk menutup-nutupi informasi yang sebenarnya. Selain itu, hoaks juga merupakan upaya untuk memutar balikan fakta. Fakta tersebut akan diganti dengan informasi-informasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.
- Menurut Profesor Muhammad Alwi Dahlan
- Ahli komunikasi dari Universitas Indonesia, Profesor Muhammad Alwi Dahlan yang juga merupakan mantan Menteri Penerangan mengungkapkan pendapatnya mengenai hoaks dan berita bohong biasa. Letak perbedaan diantara keduanya yaitu hoaks adalah sebuah sesuatu yang disengaja atau sudah direncanakan.
Cara Meneriksa Kebenara Informasi
- Cari tahu sumbernya lebih lanjutÂ
- Jika Anda menemukan artikel atau cerita mengejutkan dari situs web yang sama sekali belum pernah Anda dengar, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mengecek apakah sumbernya itu valid atau tidak.
- Lihat berita sekitar
- Â Jangan terpaku hanya pada satu sumber. Lihat bagaimana dan apakah situs berita lainnya juga mewartakan peristiwa yang sama sehingga Anda bisa mengetahui gabaran besar dari peristiwa tersebut.
- Tanyakan pada sumbernya langsung
- Cara ini mungkin merupakan cara yang paling ampuh untuk terhindar dari hoax yaitu tanyakan langsung pada orangnya atau sumbernya supaya tahu kebenarannya. Lantas, bagaimana sih ciri-ciri berita hoax itu sendiri? Berikut penjelasannya
Ciri-ciri berita hoax
- Menciptakan kecemasan, kebencian, permusuhan.
- Sumber tidak jelas dan tidak ada yang bisa dimintai tanggung jawab atau klarifikasi.
- Pesan sepihak, menyerang, dan tidak netral atau berat sebelah.
- Mencatut nama tokoh berpengaruh atau pakai nama mirip media terkenal.
- Memanfaatkan fanatisme atas nama ideologi, agama, suara rakyat.
- Judul dan pengantarnya provokatif dan tidak cocok dengan isinya.
- Memberi penjulukan.
- Minta supaya di-share atau diviralkan.
- Menggunakan argumen dan data yang sangat teknis supaya terlihat ilmiah dan dipercaya.
- Artikel yang ditulis biasanya menyembunyikan fakta dan data serta memelintir pernyataan narasumbernya.
- Berita ini biasanya ditulis oleh media abal-abal, di mana alamat media dan penanggung jawab tidak jelas.
- Manipulasi foto dan keterangannya. Foto-foto yang digunakan biasanya sudah lama dan berasal dari kejadian di tempat lain dan keterangannya juga dimanipulasi.
Â
- Untuk pembahasan lebih lanjut akan dibahas dalam penelitian di bawah ini:
METODE PENELITIANÂ
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendalami peran literasi digital dalam pencegahan hoaks di era informasi berlebih. Pendekatan ini memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap pengalaman dan persepsi individu mengenai literasi digital. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan observasi partisipatif terhadap para pengguna internet aktif yang memiliki pengalaman dengan konten digital yang berpotensi hoaks. Selain itu, survei daring juga dilakukan untuk melibatkan responden dalam skala yang lebih luas. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode analisis isi untuk mengidentifikasi pola-pola tertentu dalam persepsi, pemahaman, dan praktik literasi digital yang digunakan dalam mengidentifikasi dan mencegah hoaks. Sampel penelitian terdiri dari pengguna internet aktif yang berusia antara 18-40 tahun, dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang beragam, sehingga dapat memberikan perspektif yang kaya mengenai peran literasi digital. Instrumen yang digunakan meliputi pedoman wawancara dan kuesioner yang dirancang untuk mengeksplorasi pemahaman dan keterampilan literasi digital dalam konteks penyaringan informasi dan pencegahan hoaks.
Â
HASIL PENELITIAN
 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pemahaman dasar mengenai literasi digital, tetapi tingkat pemahaman yang mendalam terkait evaluasi informasi dan identifikasi hoaks masih bervariasi. Beberapa responden memahami pentingnya memverifikasi sumber informasi, namun sebagian besar masih sering terpapar hoaks karena keterbatasan dalam teknik evaluasi sumber. Sebanyak 65% responden melaporkan telah memiliki kemampuan untuk mengenali tanda-tanda umum dari hoaks, seperti adanya judul yang sensasional, sumber yang tidak jelas, dan konten yang provokatif. Namun, hanya 30% yang aktif memeriksa kebenaran informasi melalui situs pemeriksa fakta atau sumber resmi lainnya. Media sosial terbukti menjadi saluran utama bagi penyebaran informasi, termasuk hoaks. Responden menyebutkan bahwa platform media sosial, seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp, sering kali menjadi sumber hoaks. Namun, responden yang memiliki pemahaman literasi digital yang lebih tinggi cenderung lebih selektif dan skeptis terhadap informasi yang ditemukan di media sosial. Penelitian juga menemukan bahwa beberapa kendala dalam meningkatkan literasi digital adalah kurangnya akses terhadap sumber edukasi yang tepat, rendahnya kesadaran akan pentingnya literasi digital, dan keterbatasan waktu untuk melakukan pengecekan fakta.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa literasi digital yang baik memiliki korelasi yang signifikan dengan kemampuan individu dalam mencegah penyebaran hoaks. Individu dengan literasi digital yang lebih tinggi cenderung lebih teliti dan kritis terhadap informasi yang mereka terima, sehingga mampu mengurangi kemungkinan terjebak dalam hoaks. Temuan ini menegaskan pentingnya edukasi literasi digital sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dan program pelatihan masyarakat. Pengetahuan literasi digital yang kuat memungkinkan individu untuk lebih mengenali ciri-ciri informasi yang valid dan yang berpotensi sebagai hoaks. Hasil penelitian ini juga membuka diskusi mengenai tanggung jawab platform media sosial dalam menekan laju penyebaran hoaks. Kebijakan yang lebih ketat dran fitur untuk memverifikasi informasi secara langsung di platform media sosial dapat membantu pengguna dalam membedakan informasi yang valid dan yang tidak. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk mengkaji lebih dalam metode edukasi literasi digital yang paling efektif bagi berbagai kelompok usia. Penelitian juga dapat mengeksplorasi pengaruh fitur-fitur baru di media sosial terhadap peningkatan kesadaran dan keterampilan literasi digital.
KESIMPULAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa literasi digital berperan penting dalam mencegah penyebaran hoaks di era informasi berlebih. Individu yang memiliki keterampilan literasi digital yang baik lebih mampu mengenali, mengevaluasi, dan menolak informasi yang tidak valid. Tingkat pemahaman dan keterampilan literasi digital di kalangan responden masih bervariasi. Meskipun sebagian responden mampu mengenali tanda-tanda hoaks, banyak yang masih memerlukan peningkatan keterampilan dalam mengevaluasi sumber informasi secara lebih kritis. Media sosial memiliki peran ganda sebagai penyebar informasi sekaligus penyebar hoaks. Responden yang aktif di media sosial cenderung lebih terpapar hoaks, tetapi individu dengan literasi digital yang baik cenderung lebih berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi di platform tersebut. Edukasi literasi digital sangat penting untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi banjir informasi dan membedakan fakta dari hoaks. Program edukasi yang tepat dapat membantu individu dalam mengembangkan keterampilan kritis yang diperlukan untuk navigasi di dunia digital yang kompleks. Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan bahwa peningkatan literasi digital di masyarakat adalah salah satu solusi efektif dalam mengurangi dampak negatif hoaks. Edukasi dan pelatihan yang terus menerus perlu ditingkatkan untuk membangun masyarakat yang lebih kritis dan tanggap terhadap penyebaran informasi yang tidak benar.
DAFTAR PUSTAKA
Badriah, S. (2019, Desember). Pengertian Hoaks: Sejarah, Jenis, Contoh, Penyebab dan Cara Menghindarinya.
Fitriarti, E. A. (2019, September). URGENSI LITERASI DIGITAL DALAM MENANGKAL HOAX. Vol 4 No 2 September 2019, 4, 13.
Herman. (2019, April). Ciri Berita Bohong. hal. 14.
Muhammad Isa Yusaputra, I. S. (2022). LITERASI DIGITAL DALAM MENGATASI INFODEMI PADA ERA NEW ERA. 344-Article Text-1084-1-10-2022, 17.
Â
LINK YOUTUBE :https://youtu.be/rQJJJ7HQEXg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H