Mohon tunggu...
Fikri Zakia Qoimul Haq
Fikri Zakia Qoimul Haq Mohon Tunggu... Guru - Pendidik, Konsultan Pendidikan, Parenting

Jadilah manusia yang bermanfaat untuk ummat. Ingin hubungi penulis? email : fikri.players@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bapak, Petani yang Magister

19 Januari 2024   14:41 Diperbarui: 19 Januari 2024   14:48 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.predikatnews.com

Mulailah dari dirimu sendiri, bukan orang lain. Kamu sedang menghadapi dirimu sendiri. (Fikri Zakia)

Bapak saya memiliki pekerjaan menjadi seorang Petani di sebuah kota kecil di Jawa timur. Memiliki beberapa petak sawah dan menyewa beberapa petak sawah. Bapak saya merupakan lulusan S2 Manajemen Agribisnis di sebuah kampus swasta. Bapak saya tidak pernah malu untuk menjadi Petani meski telah memiliki gelas Magister. Justru Bapak saya semakin percaya diri, karena menurutnya semua pekerjaan harus dilakukan secara profesional agar memiliki hasil yang maksimal.

Pola pikir inilah yang akhirnya saya bawa hingga saat ini. Menjadikan Bapak sebagai role model dalam dunia belajar saya, terutama dalam belajar di perguruan tinggi. Jika kita menengok kembali tenang Bapak saya yang seorang Petani sayur, maka kita akan berpikir bagaimana bisa seorang petani bergelar Magister. Padahal jika kita melihat Petani hari ini, mereka lulus SD atau bahkan tidak sekolahpun bisa menjadi Petani. Maka pendekatan Bapak saya ada yang berbeda dengan pendekatan Petani yang lain. 

Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan ilmiah berbasis penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Bapak dengan berbagai cara yang selama ini beliau pelajari secara praktik di lapangan dan ketika berada di bangku perguruan tinggi. Tentu sangat berbeda dengan Petani yang tidak pernah makan bangku perguruan tinggi. Dengan begitu Bapak saya mengatakan bahwa beliau mengalami lompatan-lompatan dalam karirnya sebagai Petani dikarenakan pernah makan bangku perguruan tinggi.

Banyak yang menganggap buat apa kuliah S2 jika nanti ujung-ujungnya menjadi orang yang biasa-biasa saja. Banyak juga yang menganggap ngapain sekolah tinggi-tinggi, kalau ada orang lulusan SMP bahkan SD bisa sukses. Pola pikir yang seperti inilah seharusnya dihindari oleh kita sebagai insan pemikir. Pemikir yang berfikir untuk masa depan diri kita sendiri, masa depan bangsa dan masa depan agama.

Meraih pendidikan tinggi bukan masalah gengsi, tapi lebih kepada mendalami passion yang ada dalam diri kita. Semakin kita menyelami kehidupan dan profesi kita, maka kita juga akan menangkap pelajaran tentang pentingnya pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi juga bukan soal gelar, tapi soal kesadaran tentang pentingnya diri kita berkembang dan bertumbuh. Berkembang dan bertumbuh sesuai apa yang ada dipikiran kita dan akan menjadi sebuah pola pikir.

Dibawah ini adalah pola pikir dan semangat yang selama ini saya tanamkan tentang semangat meneruskan ke jenjang Pascasarjana.

1. Semangat Menumbuhkan Pola Pikir

Dunia akademisi merupakan penentu kemajuan dalam sebuah bangsa. Kita tahu banyak negara maju dan sebab kemajuannya karena banyak akademisi yang produktif. Sejarah juga mencatat demikian, bahwa dari era manusia hadir di dunia semua adalah pola pendidikan yang akademis. Dengan kita merasakan bangku perguruan tinggi menjadi langkah awal lebih maju dari orang lain. Pola pikir antara orang-orang yang mencicipi bangku perguruan tinggi dengan yang tidak tentunya juga berbeda. 

2. Semangat Membangun Relasi

Tidak hanya dalam dunia wirausaha saja kita dapat membangun relasi. Dalam dunia akademisi kita juga dapat membangun relasi dengan orang yang lebih tua dari kita dan ada juga yang lebih muda dari kita. Pertemuan antara berbagai orang dalam background yang berbeda membuat kita lebih banyak relasi dari berbagai bidang juga. Hal ini menjadikan kita lebih termotivasi untuk bertumbuh dan memudahkan kita dalam urusan-urusan di bidang kita, karena telah memiliki banyak relasi.

3. Semangat Mengembangkan Karir

Perguruan tinggi melahirkan banyak tokoh-tokoh dalam bidangnya. Apalagi yang telah mengenyam jenjang S2 dan S3, mereka adalah tokoh-tokoh dalam bidangnya. Kita lihat para Guru Besar atau Profesor yang hari ini perannya sangat banyak sekali untuk membangun bangsa dan negara. Penelitian mereka sudah di tunggu-tunggu oleh masyarakat agar terus mengembangkan bidang-bidang strategis dalam sebuah negara. Belum lagi para Aparatus Sipil Negara (ASN) yang kuliah S2 atau S3 hanya untuk naik pangkat atau jabatan.

Dalam dunia praktisi juga demikian. Banyak para pengusaha yang hari ini bergelar Doktor dan sudah banyak sekali yang bergelar Magister. Para praktisi pun meyakini bahwa dengan mereka kuliah S2 maupun S3 akan sangat berdampak kepada karir mereka. Karena sudah barang tentu sangat berbeda antara buku yang kita baca dengan perkuliahan di kampus.

4. Semangat Membuka Wawasan

Lingkungan sangat menentukan bagaimana cara pikir dan seberapa banyak wawasan kita terhadap dunia. Jika kita sedang menempuh S2 ataupun S3 otomatis akan banyak membuka wawasan-wawasan baru. Bisa jadi alasan kita kuliah adalah untuk membuka dan menambah wawasan yang selama ini berhenti dikarenakan lingkungan kerja kita yang tidak mendukung hal tersebut. Wawasan itu penting demi keberlangsungan kehidupan kita, tidak hanya kehidupan personal tapi juga kehidupan kelompok kerja dan termasuk kelompok lingkungan masyarakat kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun