Hari ini menjadi orang yang taat berlalu lintas adalah hal yang langka di Indonesia. Telah banyak tragedi kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kurang taatnya pengendara terhadap peraturan maupun rambu-rambu lalu lintas.Â
Kalau melihat salah satu yang viral sepanjang masa adalah emak-emak yang menyalakan sein kiri tapi malah belok ke kanan. Ada juga yang ketika di traffic light terdapat rambu belok kiri ikuti isyarat lampu, tapi ketika lampu masih merah tetap saja diterobos.
Dengan banyaknya pengendara yang melanggar lalu lintas, maka ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi kapolri dan seluruh jajarannya. Banyak pertanyaan kemudian muncul, seperti bagaimana regulasi pembuatan SIM?
Bbagaimana polri memberikan edukasi kepada masyarakat? Apakah perlu pembuatan SIM sangat ketat? dan berbagai pertanyaan terkait kehidupan berlalu lintas.
Sebenarnya kalau melihat tes SIM di Indonesia adalah termasuk sulit daripada negara-negara lain. Terutama ketika tes praktik yang ternyata jalur untuk tes praktik SIM sangat tidak masuk akal.Â
Dengan adanya kesulitan itu, maka bukan menjadi rahasia umum bahwa institusi polri dapat disuap untuk membuat sebuah SIM.
Kalau melihat negara-negara lain malah administrasinya yang kemudian panjang dan banyak. Seperti di Australia yang kita baru dapat memiliki SIM setelah ratusan kali tes.Â
Belum lagi di Denmark yang harus menjalani tes dengan kondisi 4 musim. Tentunya semua itu sesuai dengan jalanan negaranya masing-masing dan tidak dibuat-buat seperti di Indonesia.
Contoh kasus di Indonesia adalah tes SIM C yang harus bisa zig-zag, mengikuti jalan angka 8 dan memutar lingkaran kecil tanpa jatuh.Â
Seolah-olah tes SIM di Indonesia ingin mencetak pembalap yang lihai di jalanan umum. Tidak mencetak pengendara yang bijak berkendara dan pintar berrambu lalu lintas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H