sekolah. Harapan dari pemerintah adalah menumbuhkan jiwa nasionalisme siswa, sehingga cintalah para siswa dengan bangsa Indonesia yang beragam sukunya.
Baru saja menteri peendidikan dan kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mmembuat keputusan kontroversial, yakni menjadikan pakaian adat sebagai seragamSekilas keputusan ini sangat menarik dan menjadi solusi kurangnya jiwa nasionalisme para siswa. Tetapi dalam aspek lain malah akan menjadi boomerang bagi proses pendidikan bangsa Indonesia. Terutama dalam jiwa kesukuan yang masih kental di kalangan masyarakat Indonesia.
Secara mendasar keputusan ini begitu terburu-buru dan seperti tanpa adanya kajian terlebih dahulu. Keputusan yang akan menjadi euforia semata dikalangan para pendidik dan siswa. Dengan adanya keputusan seperti ini akan menjadi tantangan tersendiri untuk lembaga pendidikan.
Mencoba menelisik akar permasalahan nasionalisme yang seharusnya bukan berasal dari pakaian adat. Nyatanya jiwa nasionalisme tidak tercermin dengan baju adat. Nasionalisme adalah jiwa bangsa Indonesia yang secara kolektif tumbuh dengan merasuk ke dalam jiwa.
Pakaian adat akan identik dengan biaya yang tinggi. Pemakaian pakaian adat memang biasa dipakai saat karnaval atau sebuah fashion show, itupun bagi anak yang mampu. Bagaimana dengan anak yang kurang mampu? Sebuah pertanyaan besar kini harus dijawab. Apalagi biaya di beberapa pakaian adat cukup tinggi dan mahal.
Batik Sebagai Solusi
Pakaian seragam batik hari ini masih belum menemukan identitas kekhasan. Sekolah negeri maupun swasta belum menunjukkan ciri batik di suatu daerah. Coba melihat batik di sekolah-sekolah, hanya mencirikan sekolah bukan batik di suatu daerah.
Jika melihat perspektif pemerintah yang ingin mengangkat nasionalisme lewat pakaian, maka batik adalah solusi. Batik menjadi barang yang murah karena hanya memerlukan selembar kain kemudian di jahit. Batik tidak memerlukan atribut yang rumit dan mahal.Â
Batik yang hari ini terdapat di sekolah-sekolah diganti dengan batik yang sesuai kekhasan daerah masing-masing, sehingga siswa tahu tentang batik ditempat siswa sekolah. Alternatif inilah yang dapat meratakan secara regulasi antara siswa yang kurang mampu dengan siswa yang mampu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H