Pendidikan suatu negara menentukan kualitas sumber daya manusianya. Apalagi sumber daya manusia tersebut adalah bagian dari manusia yang meneruskan perjuangan bangsa dan negara. Jika sumber daya manusianya rendah, maka rendah pula kualitas suatu bangsa dan negara.Â
Alasan ini menjadi cukup logis jika kita melihat beberapa negara maju yang memiliki sumber daya manusia unggul. Dapat disimpulkan bahwa kualitas sumber daya manusia sangat mempengaruhi kualitas peradaban.
Melihat kembali bagaimana bangsa dan negara kita Indonesia berusaha setiap waktu untuk melakukan itu. Bahkan hingga melakukan pergantian kurikulum dalam setiap dekade. Merupakan hal yang lumrah karena untuk mempersiapkan generasi-generasi masa mendatang yang unggul. Mencoba mengotak-atik agar mendapatkan sistem pendidikan yang tepat untuk bangsa dan negara kita.
Disisi lain dengan tidak adanya blueprint yang jelas tentang pendidikan Indonesia menjadikan ketika berganti menteri pendidikan dan kebudayaan, maka ganti pula sistem kurikulumnya. Ketidak jelasan seperti ini membuat setiap generasi hanya dibuat sebagai bahan percobaan. Jika ini terus berlanjut maka bangsa Indonesia tidak akan maju dan akan mengalami kemunduran terus menerus dari bangsa lain.
Saya adalah bagian dari produk pemerintah yang gonta-ganti kurikulum. Sudah pernah bagaimana sekolah dengan menggunakan model cawu dan semester. Sudah merasakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan yang terbaru tentang kurikulum 2013. Tetapi sejak merdeka terhitung Indonesia sudah berganti kurikulum sebanyak 11 kali.
Dalam track record pendidikan, saya adalah orang yang biasa dan cukupan. Tetapi saya cukup senang dan bahagia terhadp diri sendiri karena bisa menuntaskan dari jenjang Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga Perguruan Tinggi dengan linier.
Meskipun di tingkat Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Pertama tidak ada penjurusan tapi saya bersyukur menyukai mata pelajaran sosial. Bukan berarti meninggalkan mata pelajaran eksak, tapi hanya lebih menyukai. Ini menjadi modal awal untuk ke jenjang selanjutnya.
Proses menyiapkan diri ini hanya dibantu oleh orangtua tanpa dibantu oleh pihak sekolah. Apalagi ketika SD hingga SMP, karena mata pelajaran sangat banyak dan guru hanya fokus terhadap nilai, sehingga teman-teman saya juga demikian, mereka tidak terarah mau dibawa kemana kecintaan mereka terhadap satu mata pelajaran.Â
Padahal seharusnya saya dan juga teman-teman saya bisa diarahkan keahliannya semenjak Sekolah Dasar, sehingga benar-benar siap ketika nanti menghadapi dunia sesungguhnya yakni dunia kerja.
Masuk ke jenjang Sekolah Menengah Atas atau SMA di kelas 10 semua sama dan akhirnya beranjak ke kelas 11. Yang kemudian saya memutuskan untuk mengikuti hati dan kemauan saya yakni masuk di kelas IPS. Meskipun dalam hasil tes menuliskan bahwa saya boleh memilih masuk IPA atau masuk IPS. Hasil tes mengungkapkan bahwa saya berimbang antara kemampuan IPA maupun IPS.