Dalam hening malam yang penuh cerita,
Kau berdiri di sudut, setia dan tanpa suara.
Tubuhmu kayu, suaramu jiwa,
Mengalun harmoni, menepis luka.
Setiap petikan adalah bahasa hati,
Mengungkap rasa yang sulit terucap pasti.
Kau temani tangis, tawa, dan sunyiku,
Kawan setia di kala sepi bertamu.
Namun waktu tak pernah berbelas kasih,
Senarmu mulai renggang, suaramu letih.
Petikan terakhir terasa begitu pilu,
Seolah kau tahu, akhir ceritamu tiba di situ.
Senar putus, namun kenangan tak luruh,
Di setiap nadamu, aku kembali utuh.
Meski tak lagi kau bernyanyi untukku,
Hidupku tetap berpijak pada nada-nadamu.
Kini kau diam, hanya jadi kenangan,
Namun bagiku, kau adalah keabadian.
Sang gitar yang tak pernah berkhianat,
Mengisi hidup dengan harmoni yang hangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H