Mohon tunggu...
Fikriszulmaa
Fikriszulmaa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Perbedaan Pendapat dan Pemikiran Posmodernisme dalam Madzhab Mainstream

4 Maret 2019   16:56 Diperbarui: 4 Maret 2019   17:08 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Menurut pemikiran posmodernisme adalah sebagai sebuah era dan metodologi berfikir posmodernisme merupakan gerak simultan dari era sebelumnya, yaitu tradisionalisme dan modernisme tidak memberikan jaminan kepastian bagi kehidupan manusia. Pergeseran paradigma dari tradisionalisme ke modernisme, dari modernisme ke posmodernisme, loncatan-loncatan paradigma yang berjalan secara terus menerus. Dan dalam perspektif sosiologi memunculkan suatu kajian  oleh Ernest Gellner yang disebut dengan a pendulum swing theory. Seperti yang telah diungkap oleh Hadiwinata, modernisme tidak sekedar mencakup hegemonisasi peradaban barat atas peradaban timur, industrialisasi, teknologi, dan konsumerisme. Namun hal tersebut juga memunculkan rasialisme, diskriminasi, stagnasi, dan marginalisasi.

Posmodernisme memberikan ruang bagi manusia yang aktif, mencari politik posmodernisme baru, dan memberikan peran yang besar bagi agama. Sehingga berimplikasi Kepada dua hal. Pertama, dijadikannya agama oleh masyarakat global Sebagai landasan dan ciri-ciri penting dalam  kehidupan tidak heran jika nuansa keagamaan (religiusitas atau spiritualitas) semakin menguat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kedua, dijadikanlah agama untuk menyemangati dan menjiwai kajian lintas disiplin. Posmodernisme memberikan dasar-dasar justifikasi dan legitimasi yang mendasar dalam mengantarkan umat islam menuju kepada paradigma syari'ah di bidang ilmu ekonomi.

Mengacu kepada a pendulum swing theory Ernest Gellner yang memotret adanya pergeseran atau loncatan-loncatan yang akan terus berjalan dari satu titik paradigma ketitik paradigma yang lain, bisa dikatakan bahwa BMI merupakan satu titik atau tahap tertentu yang keberadaannya adalah bukan suatu kebetulan dan tidak lepas dari kepastian untuk dilewati oleh loncatan-loncatan paradigma  perbankan sebelum dan sesudahnya. jika perbankan yang sudah ada sebelum bank syariah dan telah mengindikasikan dominasi paradigm modern, dan bank syariah juga menggunakan paradigma syariah, bukan berarti bank tidak mungkin bahwa adanya perbankan yang muncul setelah bank syariah adalah perbankan yang dijiwai paradigma pasca posmodernisme yang indikasinya dan karakternya belum bisa diprediksi saat ini. Dalam konteks inilah kehadiran BMI yang tak lepas dari madzhab mainstream dikursus posmodernisme.

Tidak dapat dipungkiri pula bahwa kerangka fundamental dari kontruksi BMI tidak lain adalah menggunakan paradigm syariah, dan karakter fundamental memiliki ciri khas sendiri bagi perbankan syariah . Menurut Mohammad Arif mengatakan khalifah fi al-ardl yaitu individu yang tidak hanya sebatas untuk diperhambakan saja kepada kolektivitas dengan tidak menghargai kemaslahatan induvidu itu sendiri sebagaimana yang sudah dicirikan oleh paradigma Marxian dengan dialektika materialismenya. Dan individu disini hanya sekedar bermakna individualisme utilitarian di mana individu itu hanya diperhambakan untuk kepentingan individu sebagaimana yang telah dicirikan ekonomi pasar. (Yasin,Nur.2009:126)

Daftar Pustaka:

Riyanto, Nur.2010.Teori mikro ekonomi.Jakarta.Prenada Media Grup
Karim,Adiwarman.2007.Ekonomi mikro Islam.Jakarta.PT Raja Grafindo Persada
Yasin,Nur.2009.Hukum Ekonomi Islam.Malang.UIN Malang Press

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun