Siapa yang tak kenal fenomena prokrastinasi? Sebuah seni unik menunda-nunda pekerjaan hingga waktu mepet, membuat diri terjebak dalam lingkaran rasa bersalah dan panik yang seolah tak berujung. Gen Z, generasi yang katanya paling "melek digital" tapi paling sering "melek sampai dini hari" karena keasyikan scroll media sosial, adalah korban utama dari prokrastinasi. Lalu, bagaimana jika kita coba menyelipkan teknik NLP sebagai penyelamat dari ketergelinciran produktivitas ini?
Izinkan saya perkenalkan dulu, apa itu NLP?
Neuro-Linguistic Programming (NLP) adalah sebuah metode yang menggabungkan teknik-teknik psikologis untuk memahami pola pikiran, bahasa, dan perilaku manusia. Dikembangkan pada tahun 1970-an oleh Richard Bandler dan John Grinder, NLP awalnya dirancang sebagai alat terapi untuk membantu orang memahami dan mengubah cara mereka berpikir dan berkomunikasi, dengan tujuan meningkatkan efektivitas pribadi dan profesional.
Mari kita mulai dari teknik NLP pertama yang terkesan sederhana namun sangat ampuh, terutama bagi mereka yang bercita-cita untuk "produktif, tapi di mulut doang".
Anchoring
Teknik ini dinamakan anchoring. Mungkin terdengar seperti teknik nelayan, tetapi tenang saja---di sini kita tidak sedang membicarakan laut atau jangkar, melainkan tentang cara menanamkan kondisi emosi produktif dalam diri. Caranya? Ketika Anda sedang on fire, seolah-olah penuh energi dan antusiasme untuk menyelesaikan tugas (biasanya hanya terjadi dalam rentang waktu lima menit sehari), lakukanlah sesuatu yang bisa dijadikan pemicu---misalnya, menggerakkan jari atau menggenggam tangan. Dengan latihan, gerakan ini bisa diprogram sebagai sinyal "mulai kerja" yang terasosiasi dengan energi positif. Jadi, saat mulai terasa malas, gerakan sederhana itu dapat mengingatkan kembali pada momen produktif, dengan harapan bisa memulihkan semangat kerja dalam hitungan detik. Setidaknya, itulah harapannya.
Reframing
Lanjut ke teknik reframing, atau bahasa sederhananya: memutar balikkan cara pandang. Gen Z kerap dilanda FOMO (Fear of Missing Out) yang luar biasa akut. Mereka tidak ingin ketinggalan tren, tidak ingin melewatkan satu pun cerita Instagram, dan pasti tidak ingin dianggap ketinggalan zaman. Nah, NLP hadir dengan solusi agar FOMO ini tidak terus menyeret mereka ke jurang penundaan tanpa akhir. Dengan reframing, Gen Z diajak untuk melihat waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan tugas sebagai sebuah investasi masa depan. Sebuah momen mengubah perspektif yang bisa dilakukan dengan mantra seperti: "Waktu yang aku habiskan bekerja akan membuatku bebas dari FOMO kehabisan uang di masa depan!" Sederhana tapi menggigit.
Visualisasi
Lalu, ada teknik visualisasi. Gen Z bisa memanfaatkan teknik ini untuk membayangkan momen kemenangan saat semua tugas selesai. Sebuah ilusi manis yang, meskipun terdengar seperti mimpi di siang bolong, dipercaya dapat memicu energi positif untuk mencapai tujuan. Jadi, jika merasa mulai terjebak di scroll hole TikTok, cobalah tutup mata dan bayangkan wajah bahagia saat deadline terlewati, tanpa rasa panik dan stres. Apakah ini akan menghapus prokrastinasi sepenuhnya? Mungkin tidak. Tetapi, paling tidak, visualisasi ini bisa membuat pekerjaan tampak sedikit lebih menarik daripada sekadar menunda-nunda dengan video kucing lucu.
Timeline
Untuk mengakhiri prokrastinasi secara lebih "canggih", NLP menawarkan teknik timeline, di mana Gen Z dapat menggambarkan garis waktu yang jelas untuk menyelesaikan tugas. Dengan membuat semacam peta mental yang memvisualisasikan jadwal dan prioritas, setiap tugas akan terlihat lebih terstruktur. Tapi ingat, meskipun semuanya terencana dengan baik, kebiasaan menunda sampai mendesak masih bisa mengintai di sudut kesadaran. Namun dengan timeline, setidaknya urgensi pekerjaan bisa meningkat---siapa tahu mereka terdorong untuk menyelesaikan tugas sebelum deadline benar-benar mendekat.
Kesimpulannya? Teknik NLP ini sebenarnya memberikan solusi bagi Gen Z untuk menghadapi tantangan zaman modern dengan lebih tenang, meski terkadang kita semua sadar bahwa penyelesaian prokrastinasi tidak pernah sesederhana itu. Setidaknya, NLP menawarkan strategi untuk bertarung melawan kebiasaan menunda. Meskipun tidak semua orang akan berhasil, siapa tahu, beberapa dari mereka mungkin menemukan keajaiban kecil dalam setiap "jeda produktif" yang mereka buat.
Walaupun kenyataannya prokrastinasi tidak hanya menjangkiti Gen Z, tetapi juga dapat menyerang semua usia dan kalangan. Oleh karena itu, teknik sederhana ini sangat berguna bagi semua orang, asalkan mereka rajin berlatih untuk melawan prokrastinasi dengan teknik sederhana ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H