Rabu tanggal 2 Oktober 2024, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten menjadi tuan rumah International Public Lecture yang sangat dinanti-nantikan. Acara ini menyoroti topik yang sangat relevan: "The Impact of Halal Policies on Muslim Communities." Di tengah suasana akademis yang dinamis, Dr. Bandit Aroman, sebagai  Deputy Dean for Research and Innovation International Islamic College Bangkok, Krirk University, Thailand, menjadi pembicara utama, didampingi oleh delapan mahasiswanya. Presentasi ini tidak hanya menawarkan wawasan mendalam tentang kebijakan halal di Thailand, tetapi juga membandingkannya dengan Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Peran Strategis Thailand dan Indonesia dalam Industri Halal
Meskipun Indonesia memiliki sekitar 230 juta penduduk Muslim, Thailand, yang hanya memiliki sekitar 5% penduduk Muslim, telah berhasil mengukir namanya sebagai salah satu produsen makanan halal utama di Asia dan dunia. Keberhasilan ini terletak pada sistem sertifikasi halal yang dikelola oleh Central Islamic Council of Thailand (CICOT), yang bekerja sama erat dengan pemerintah. Thailand telah menciptakan ekosistem halal yang komprehensif, menjadikannya tujuan penting untuk pariwisata dan ekspor produk halal, mulai dari makanan hingga kosmetik dan produk farmasi.
Proyeksi Pertumbuhan Industri Halal Thailand
Dalam presentasinya, Dr. Aroman menyoroti proyeksi pertumbuhan yang luar biasa untuk industri halal Thailand. Menurut Kantor Ekonomi Industri (OIE), potensi industri halal saat ini mencapai USD 2,3 triliun, dengan aspirasi untuk tumbuh menjadi USD 7,5 triliun dalam lima tahun ke depan. Pertumbuhan ini didorong oleh peluang ekspansi di Koridor Ekonomi Timur (EEC), serta pasar Asia dan tetangga, termasuk China. Hal ini menunjukkan bahwa Thailand memiliki landasan yang kuat untuk memperluas pasar halal mereka.
Kebijakan Soft Power yang Mendukung
Salah satu aspek menarik dari presentasi Dr. Aroman adalah penjelasannya mengenai kebijakan soft power Thailand. Kebijakan ini bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan kreativitas rakyat Thailand agar dapat menciptakan nilai dan menghasilkan pendapatan. Dua tujuan utama dari kebijakan ini adalah mengatasi jebakan pendapatan menengah dan membantu rakyat keluar dari kemiskinan. Dengan strategi soft power yang terdiri dari tiga komponen utama---hulu, tengah, dan hilir---Thailand berhasil membangun basis industri yang kuat dan berdaya saing.
- Hulu: Mengembangkan keterampilan kreatif masyarakat melalui program pelatihan, seperti kebijakan "Satu Keluarga, Satu Soft Power" (OFOS).
- Tengah: Mengembangkan industri, terutama 11 industri yang memiliki potensi daya saing tinggi.
- Hilir: Memperluas pasar luar negeri dengan mengembangkan jaringan dan mempromosikan produk serta layanan Thailand secara global.
Kebijakan Halal yang Menonjol
Departemen Industri Thailand mengintegrasikan elemen soft power lokal ke dalam industri makanan halal, menonjolkan identitas budaya yang unik. Inisiatif ini bertujuan untuk memenuhi permintaan pasar wisatawan Muslim yang terus berkembang, menjadikan Thailand sebagai produsen utama makanan halal di kawasan ini. Dengan pendekatan yang terintegrasi, Thailand mampu menarik minat pasar global, termasuk non-Muslim, dengan standar halal yang diakui secara luas.
Meski Indonesia memiliki basis pasar dan sumber daya yang besar, masih banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama dalam hal efisiensi sertifikasi halal, sosialisasi global, dan penyelarasan dengan standar internasional. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan dalam sertifikasi halal di Indonesia. Namun, proses sertifikasi yang kompleks dan terkadang lambat membuat Indonesia tertinggal dalam kompetisi industri halal global.