Mohon tunggu...
fikri syah
fikri syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menari Dengan Literasi

Buku saya : Utang Itu Candu,menjalani hidup yang waras tanpa riba | Blog pribadi : https://www.banguntidur99.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gerimis di Bawah Langit Nimbosratus

3 Juli 2024   21:29 Diperbarui: 3 Juli 2024   21:36 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langit yang mulai gelap seiring datangnya awan yang menutupi matahari menandakan hujan akan segera turun membasuh bumi dan seisinya. Menyadari akan hal itu, memunculkan sikap siaga bagi para makhluk Tuhan untuk segera mencari perlindungan akan turunnya hujan yang akan segera menyapa bumi. Hewan, tumbuhan, dan manusia menyiapkan diri untuk segera mencari tempat berteduh guna menghindari datangnya hujan.

Terdengar gemuruh petir dari kejauhan yang siap datang untuk menyapa. "Wahai langit, turunkanlah kami keberkahan dari limpahan air hujan yang kau turunkan," seru orang-orang yang menantikan hujan turun. Riang gembira serta perayaan kehidupan dilakukan bagi mereka yang sedang menantikan hujan turun dengan airnya yang memberikan kehidupan bagi seluruh makhluk di bumi.

Manusia berlarian memasuki rumah dan menyiapkan tempat untuk menadahi air hujan yang akan segera turun. Semua peralatan yang mampu menampung air hujan dikeluarkan dan diletakkan di bawah garis-garis genteng rumah mereka, tempat di mana air hujan mengalir saat menghujam genteng atap rumah-rumah. Awan semakin gelap dan pekat, cahaya matahari semakin redup karena tebalnya awan hitam yang menutupi.

Anak-anak menyambut dengan tarian dan gelak tawa karena akan menyambut turunnya hujan yang sudah lama mereka inginkan. Kemarau panjang yang menerpa tahun ini terasa lama, tidak seperti biasanya, dan membuat orang-orang sulit untuk mendapatkan air guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Gerimis menyambut dengan sangat lembut dan menyentuh semua yang ada di bumi dengan rintik-rintik yang diiringi bunyi halus suara tetesan air yang turun dari langit. Semakin riang gembira orang-orang yang sedang menyambutnya. Turunnya air dari langit bagaikan sebuah harta yang sangat berharga karena kemarau yang berkepanjangan.

Gerimis adalah sambutan hangat dari langit untuk makhluk yang ada di bumi. Sayup-sayup terdengar anak-anak semakin riang saat air yang turun dari langit menyentuh kulit lembut mereka. Namun ada yang aneh, sejak tadi gerimis tidak menandakan akan menurunkan air langit yang lebih deras lagi. Malah langit semakin terang dengan menghilangnya redup cahaya matahari. Rintik-rintik air yang turun mulai perlahan-lahan pudar dari kulit anak-anak yang sejak tadi riang gembira.

Wadah-wadah yang siap menampung air yang turun sejak tadi hanya basah yang didapatkannya. Tidak ada air yang tertampung. Teriakan gembira anak-anak sayup-sayup sirna dari gemanya dan mulai menyepi seiring datangnya kembali matahari yang tertutup gelapnya awan. Nimbostratus, itulah awan yang sejak tadi berputar-putar menutupi langit. Awan ini hanya menimbulkan hujan kecil atau gerimis karena sifatnya yang sementara. Namun kadang juga awan Nimbostratus memunculkan hujan deras, tapi kali ini awan ini tak memberikan air terbaiknya, yaitu hujan deras.

Pengharapan yang dari tadi tertanam oleh turunnya hujan sirna seketika begitu saja. Terlihat murung dan kecewa dari anak-anak dan sebagian orang dewasa yang menantikan kedatangan hujan deras dan dapat memberikan kesegaran pada mereka.

"Mendung belum tentu hujan," kata pepatah. Benar saja, awan hitam yang menutupi matahari hanya ingin melewati mereka yang sedang menunggu hujan. Awan menahan hujan dan membawa pergi butiran air, menurunkannya di tempat lain. Kesedihan yang tak terelakkan terlihat dari raut muka para penanti hujan.

"Alhamdulillah, terima kasih Tuhan atas rahmat yang Kau berikan kepada kami dengan menurunkan air yang sangat berkah ini," terdengar seorang kakek berdoa dan menengadahkan tangannya ke langit sambil bersyukur dan mengucapkan doa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun