Mohon tunggu...
fikri syah
fikri syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menari Dengan Literasi

Buku saya : Utang Itu Candu,menjalani hidup yang waras tanpa riba | Blog pribadi : https://www.banguntidur99.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Berdamai dengan Kematian, Ketakutan yang Membayangi para Lansia

1 Juli 2024   18:00 Diperbarui: 2 Juli 2024   08:47 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Thanatophobia, ketakutan berlebihan akan kematian | Image by freepik

Di sebuah sudut ruangan seminar di kota Bekasi, saya terlibat dalam obrolan yang tak terduga dengan seorang peserta. Bukan tentang bisnis atau inovasi teknologi, melainkan tentang orang tuanya yang mengalami kondisi psikologis aneh, yang dalam bahasa medis disebut Thanatophobia. Wah, ternyata, takut akan kematian berlebihan ini cukup sering dialami, terutama oleh mereka yang usianya sudah lebih dari 40 tahun. 

Si peserta seminar dengan penuh antusias menceritakan bagaimana orang tuanya menghadapi ketakutan ini setiap hari. Saya mendengarkan dengan saksama, dan ingatan saya terbang ke beberapa bulan yang lalu saat menemani ibu saya yang sedang sakit ke rumah sakit. Astaga, ibu saya juga mengalami hal serupa!

Dari obrolan itu, saya mulai merenung. Thanatophobia bukanlah sesuatu yang hanya menghantui satu dua orang. Menurut penelitian, ketakutan akan kematian ini dialami oleh orang-orang yang umurnya di atas 40 tahun dan telah mengalami peristiwa traumatis, seperti kecelakaan atau menyaksikan kematian seseorang. Namun, tak usah khawatir, banyak artikel di internet yang bisa menjelaskan lebih detail tentang ini.

Menariknya, kita semua sedang dalam perjalanan menuju kematian. Hanya saja, tidak ada alarm atau notifikasi seperti di gadget yang kita genggam setiap hari. Kematian tidak akan mengirimkan SMS atau email untuk memberi tahu kita bahwa "Hey, waktumu hampir habis!". Tanda-tanda kematian pun tidak selalu jelas dan tidak semua orang bisa menyadarinya.

Berbicara tentang takut akan kematian, sebenarnya siapa sih yang tidak takut? Selama kita masih punya ruh dalam raga kita, dan akal sehat kita masih berfungsi, ketakutan akan kematian adalah hal yang wajar. Namun, yang membedakan adalah bagaimana kita menghadapi ketakutan itu.

Ada beberapa metode untuk membuat orang yang mengalami Thanatophobia merasa lebih tenang dan damai. Salah satunya adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Ini klise tapi benar adanya. 

Selain itu, merilis emosi negatif, melupakan dendam masa lalu, dan memaafkan diri sendiri atas kesalahan di masa lalu juga penting. Tapi, semua upaya itu akan sia-sia jika tidak ada dukungan dan perhatian dari keluarga.

Ada pepatah yang mengatakan bahwa ketika seseorang sudah beranjak lansia, tingkah lakunya akan kembali seperti masa kecil atau bersifat kekanak-kanakan. Nah, anak kecil itu inginnya selalu diperhatikan dan dilayani. Begitu juga dengan orang tua kita saat mereka menuju fase lansia. Mereka menjadi lebih rentan terhadap gangguan seperti Thanatophobia.

Butuh perhatian ekstra dalam mengurus orang tua yang sudah menyentuh fase lansia. Peran kita sebagai anak sangat dibutuhkan untuk menciptakan suasana yang nyaman dan tenang bagi mereka.

ILUSTRASI anak berperan mendampingi dan menciptakan suasana nyaman bagi orantua | Foto: Ensure Gold 
ILUSTRASI anak berperan mendampingi dan menciptakan suasana nyaman bagi orantua | Foto: Ensure Gold 

Di fase ini, orang tua kita sangat rentan mengalami kondisi kesepian dan selalu ingin ada teman di rumah. Kuncinya adalah kesabaran. Semoga kita semua diberikan sifat sabar dan ikhlas dalam mengurus orang tua kita.

Jangan salah, Thanatophobia bukan hanya milik para lansia. Kita yang masih merasa muda juga bisa mengalaminya. Tingkat stres yang tinggi dan perasaan kesehatan yang menurun bisa menjadi pemicu. Overthinking, alias berpikir berlebihan, bisa membuat kita juga merasakan ketakutan yang sama. Oleh karena itu, penting bagi kita yang muda untuk sadar diri dan ingat akan kematian. Ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk menjaga sikap dan perilaku kita agar tidak seperti anak nakal yang tak kenal aturan.

Banyak dari kita terjebak dalam masa lalu karena penyesalan atau kesalahan yang tidak bisa diperbaiki atau diulang. Trauma masa lalu bisa bersemayam dalam pikiran kita hingga tua nanti. Intinya, kita harus sering merilis emosi negatif yang kita alami agar pikiran kita tidak overload. Bayangkan otak kita seperti tempat sampah. Jika tidak sering dibersihkan, sampah-sampah pikiran negatif akan menumpuk dan membuat pikiran kita kotor.

Thanatophobia, ketakutan berlebihan akan kematian, bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Ini adalah kondisi yang nyata dan bisa dialami oleh siapa saja. Yang perlu kita lakukan adalah menghadapi ketakutan ini dengan cara yang benar. Mendekatkan diri kepada Tuhan, merilis emosi negatif, dan mendapatkan dukungan dari keluarga adalah langkah-langkah penting untuk menghadapinya.

Saya teringat ibu saya. Di usianya yang semakin senja, beliau sering kali menunjukkan tanda-tanda ketakutan akan kematian. Tapi dengan dukungan dan perhatian, ibu saya perlahan-lahan bisa merasa lebih tenang. Saya yakin, dengan pendekatan yang tepat, kita bisa membantu orang-orang terdekat kita yang mengalami Thanatophobia untuk merasa lebih damai.

Thanatophobia mengajarkan kita banyak hal. Ketakutan akan kematian adalah bagian dari perjalanan hidup. Yang terpenting adalah bagaimana kita menghadapinya. 

Dengan dukungan keluarga, pendekatan spiritual, dan usaha untuk merilis emosi negatif, kita bisa membantu orang-orang terdekat kita (dan diri kita sendiri) untuk menghadapi ketakutan ini dengan lebih baik. 

Semoga kita semua diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi ketakutan ini. Mari kita hadapi Thanatophobia dengan hati yang tenang dan pikiran yang jernih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun