Kesehatan gigi adalah keadaan rongga mulut termasuk gigi geligi, dan jaringan pendukungnya yang terbebas dari penyakit dan rasa sakit, dan dapat berfungsi secara optimal. Kesehatan gigi akan menjadikan seseorang percaya diri serta meningkatkan hubungan interpersonal. Keadaan gigi yang buruk, misalnya terdapat banyak gigi yang rusak atau hilang akibat karies atau trauma yang tidak dirawat akan mengganggu fungsi dan aktivitas rongga mulut  (Ratmini & Arifin, 2011).
Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Penyakit ini ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Listrianah et al., 2019).
Karies gigi merupakan salah satu infeksi rongga mulut yang berjalan lambat dan tidak dapat sembuh sendiri, ditandai oleh terbentuknya kavitas pada permukaan gigi. Karies terjadi hanya bila ada bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacillus yang mampu menghasilkan asam untuk proses demineralisasi struktur gigi (Ahmad Srigupta, n.d.).
Dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya karies gigi antara lain host, mikroorganisme, substrat , dan waktu. Sedangkan faktor luar individu adalah status ekonomi, keluarga, pekerjaan, fasilitas kesehatan gigi dan pendidikan kesehatan gigi yang pernah diterima (Rahmawati, 2014).
Masalah utama kesehatan gigi dan mulut yang diderita hampir seluruh penduduk Indonesia adalah karies gigi. Karies gigi banyak terjadi pada anak-anak karena pengetahuan dan sikap anak yang kurang baik dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Pengetahuan kesehatan gigi dan mulut berkaitan dengan kejadian karies gigi (Nisa, 2021).
Saat ini, masalah kesehatan gigi dan mulut anak di Indonesia masih didominasi oleh penyakit karies gigi. Faktor yang sangat bepengaruh pada  penyakit ini yaitu faktor perilaku. Perilaku kesehatan merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Respon seseorang terhadap suatu stimulus tidak hanya berupa tindakan, tetapi juga termasuk pengetahuan, persepsi dan sikap. Perilaku kesehatan yang terkait dengan kesehatan gigi dan mulut antara lain perilaku menggosok gigi, konsumsi makanan yang sehat untuk kesehatan gigi dan mulut, kesadaran untuk memeriksakan gigi secara rutin ke Dokter Gigi (ucap shofi).
Mencegah terjadinya karies gigi perlu didukung oleh perilaku individu yang sehat terkait dengan kesehatan gigi dan mulut. Perilaku sehat untuk kesehatan gigi dan mulut diantaranya adalah gosok gigi yang benar cara dan waktunya, kebiasaan konsumsi makanan manis, serta keteraturan memeriksakan gigi pada dokter gigi.
Lebih dari setengah penduduk masyarakat Jawa Barat khususnya untuk anak usia sekolah memiliki masalah kesehatan gigi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyatakan bahwa proporsi terbesar masalah gigi di Indonesia adalah gigi rusak/berlubang/sakit (45,3%). Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2018 juga memperlihatkan prevalensi gigi berlubang pada anak usia dini masih sangat tinggi yaitu sekitar 93%. Artinya hanya 7% anak Indonesia yang bebas dari karies gigi. Hal ini membuktikan bahwa masalah kesehatan gigi dan mulut masih sangat tinggi dan perlu mendapat perhatian dari tenaga kesehatan. Tentu tingginya angka masalah kesehatan gigi dan mulut ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah kurangnya pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut. Kurangnya pengetahuan ini yang juga memegaruhi perilaku dan sikap pada kesehatan gigi dan mulut sehari hari  (Balitbangkes RI, 2018).
Anak merupakan usia yang sangat rentan terkena penyakit gigi dan mulut salah satunya adalah karies. Oleh karenanya anak usia sekolah sangat membutuhkan pendamping untuk mendampingi, membimbing serta memberikan pengetahuan tentang penyakit karies atau gigi berlubang. Usia sekolah yaitu 6-12 tahun, merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan memperoleh keterampilan. Usia sekolah dasar (6 sampai 12 tahun) merupakan masa pertumbuhan gigi yang rentan terjadi kerusakan gigi (Asda & Rahayu, 2018).Â
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada 2015 menargetkan anak Indonesia usia 12 tahun bebas karies (gigi berlubang) di tahun 2030 mendatang. Keputusan ini mendapat dukungan dari pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat. Langkah awal untuk mewujudkan Indonesia bebas karies tahun 2030 adalah dengan melakukan tindakan pencegahan gigi berlubang kepada anak. Selain itu juga, Kementrian Kesehatan Replublik Indonesia mempunyai 3 strategi dalam mewujudkan Indonesia bebas karies 2030 yaitu dengan meningkatkan upaya preventif terkait pelayanan kesehatan gigi dan mulut, serta menekankan upaya yang berfokus pada aspek pencegahan dan promotif dan penguatan kapasitas SDM di bidang kedokteran gigi. Seluruh mahasiswa, khususnya profesi kedokteran gigi harus dibekali berbagai kompetensi yang dibutuhkan saat terjun ke masyarakat (Sulastri et al., 2014).
Setelah dilakukan wawancara dengan atas nama Shofi Andrea selaku TSGM (Terapis Gigi dan Mulut) UNPAD ternyata beliau mengatakan banyak sekali ditemukannya kasus gigi berlubang pada anak khususnya pada usia sekolah yaitu usia 6-12 tahun. Kebanyakan anak menderita gigi berlubang karena kurangnya pengetahuan, edukasi, dan kurangnya bimbingan dari orang tua. Selain itu juga beliau mengatakan bahwa banyak sekali anak di Indonesia yang tidak mengerti terkait pencegahan maupun pengobatan atas penyakit Gigi dan Mulut yaitu karies.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H