Mohon tunggu...
Fikri Pratama
Fikri Pratama Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

PERENCANAAN WILAYAH KOTA UNEJ

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menumpas Rantai Kemiskinan di Periode Kedua

23 Oktober 2019   00:05 Diperbarui: 23 Oktober 2019   00:37 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Masa pemerintahan Jokowi yang pertama telah usai dan beberapa hari lalu presiden kita telah dilantik untuk kedua kalinya. Pada masa jabatannya kali ini presiden akan fokus mengatasi masalah SDM dan salah satu masalah yang ada di SDM adalah tentang kemiskinan. Hampir setiap negara mempunyai masalah kemiskinan. Tidak pandang bulu, negara berkembang bahkan negara majupun masih mengalami masalah ini.

Pemerintahan Jokowi-JK berhasil menurunkan angka kemiskinan menjadi 9,82 persen di 2018. Ini merupakan suatu kebanggan sendiri bagi pemerintahan. Hingga Maret 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan mencapai 9,41%. Angka tersebut turun 0,41% dari Maret 2018. Ini berkat kerja keras semua bangsa dalam menanggulangi kemiskinan. Tapi ini tidak cukup. Masih banyak yang harus di lakukan oleh pemerintahan selanjutnya untuk menekan bahkan menumpas kemiskinan yang ada di Indonesia.

Dalam periode pertamanya, Jokowi menggelontorkan banyak dana untuk dana sosial yang rencananya dapat menanggulangi kemiskinan. Tapi nyatanya dilapangan masih banyak masyarakat yang tidak merasakan dampak dari dana-dana sosial yang dikeluarkan pemerintah. Bahkan banyak masyarakat desa yang malah condong menjadi bergeser ke kelompok rentan miskin.

Menurut Witt (1998) ada dua kriteria kemiskinan yaitu, kurangnya kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar dan kurangnya sumber daya yang dapat diakses seseorang. Kurangnya kemampuan seseorang ini harus dikontrol pemerintah agar mengurangi kemiskinan. Sesuai dengan pasal 34 UUD 1945 ayat (1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

Pada dasarnya, kemiskinan yang seringkali dipahami dengan taraf hidup yang rendah, dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana penduduknya ditandai dengan kehidupan yang serba kekurangan, utamanya kekurangan akan kebutuhan pokok.

Menurut Widodo (1997), konsep kebutuhan dasar selalu dikaitkan dengan kemiskinan karena masalah kemiskinan merupakan obsesi bangsa dan persoalan dasar yang harus ditangani. Penduduk miskin umumnya tidak berpenghasilan dan umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan aksesnya terbatas pada segi ekonomi sehingga tertinggal dari masyarakat lainnya.

Bank Dunia (2014) yang dikutip oleh Prayitno (2014) menjelaskan bahwa kemiskinan memiliki tiga dimensi (aspek atau segi), yaitu: (1) kemiskinan itu multidimensional. Artinya, karena kemiskinan itu bermacam-macam sehingga memiliki banyak aspek; (2) aspek-aspek kemiskinan tadi saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung; dan (3) bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual ataupun kolektif.

Menurut Bank Dunia (The World Bank/WB), kemiskinan di desa-desa di Indonesia masih menjadi fenomena karena jumlahnya yang masih cukup besar baik dalam nilai absolut ataupun tingkat (ratio) kemiskinan. Pada Maret 2018, 61,9% penduduk miskin menempati daerah pedesaan dan tingkat kemiskinannya mencapai 13,2%.

Hal ini menunjukkan perhatian yang diberikan oleh pemerintah kurang dalam mengurus permasalahan yang ada di desa. Dengan data diatas dapat ditemukan suatu ironi, desa merupakan suatu cereminan bangsa, jika desa masih belum maju maka suatu negara itu akan tetap berkembang.

Kemiskinan yang sering terjadi di desa banyak faktor yang mempengaruhi;

Pertama, kurangnya lapangan pekerjaan yang ada di desa. Hal ini berkaitan dengan pendidikan di desa yang kurang memadai dan juga kecerendungan pemerintah yang lebih memilih membangun  perkotaan daripada membangun pedesaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun