Kendala ini juga dialami oleh Bapak Isdiarto selaku guru sejarah SMAN 91 Jakarta. Menurutnya kendala yang sering terjadi adalah kurangnya kuota yang dimiliki para siswa dan juga ketersediaan barang-barang penunjang PJJ seperti laptop ataupun gawai. Kendala lain yang dialami oleh guru sejarah adalah sulitnya menilai karakteristik siswa ketika belajar secara daring, karena adanya perbedaan interaksi antara proses belajar secara luring dan juga secara daring. “Yang jelas kalau kendala nya pertama terkait jaringan yang kurang bagus terus juga ada keluhan-keluhan dari terutama siswa yang maaf ya kurang mampu ini sering terkendala atau keterbatasan paketan (kuota internet) padahal dari sekolah kita dituntut untuk mengadakan Google Meet atau Zoom, itu kan kita harus memerlukan Wifi ya, nah ini tidak semua anak-anak memiliki laptop.
Selain itu kendala selanjutnya dari kegiatan belajar mengajar secara daring adalah kita tidak dapat melihat secara langsung proses pembelajaran yang dilakukan oleh para siswa/i, terdapat perbedaan interaksi antara proses belajar mengajar secara tatap muka langsung dengan proses belajar mengajar secara daring, ya itu yang sering kita alami seperti itu. Tapi ya enaknya sih pembelajaran jadi lebih praktis karena pake HP dan laptop masing-masing.” Ungkap Pak Isdiarto saat wawancara melalui Zoom.
Dari kegiatan PLP 1 yang dilakukan pada 28 September 2021 kemarin, setidaknya memberikan kami pengalaman mengenai bagaimana institusi pendidikan mengatur dan melakukan kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran, dan banyak hal lainnya. Kami sangat berterima kasih sekali kepada pihak SMAN 91 Jakarta khususnya Bapak Zainal Abidin, dan juga Bapak Isdiarto yang sudah bersedia untuk diwawancarai mengenai kultur yang ada di SMAN 91 Jakarta.