Mohon tunggu...
fikri maulana
fikri maulana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penanganan Siswa dan Anak, Bagaimana Sepatutnya?

12 Desember 2017   06:10 Diperbarui: 12 Desember 2017   07:34 1564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mencegah lebih baik daripada mengobati", itulah semboyan yang sering kita ita lantunkan namun, terkadang kita mengerti artinya namun tak mengerti maksudnya dan tak mau melaksanakannya. Melihat keadaan siswa-siswi yang hidup pada zaman sekarang dengan perkembangan teknologi dan pengetahuan yang sangat pesat dan mudah diakses, maka semakin rumit jugalah permasalahan yang akan mereka hadapi. 

Entahlah mulai dari permasalahan belajar, permasalahan sosial, permasalahan lingkungan, sampai permasalahan percintaan sekalipun. Kita sebagai orang tua maupun seorang pendidik harus benar-benar memperhatikan gerak-gerik anak ataupun anak didik kita. 

Mengapa ? karena dengan melihat keadaan zaman yang seperti ini tentunya akan semakin kompleks masalah yang harus kita tangani serta yang harus dihadapi anak/anak didik kita nantinya. Oleh karena itu, berdasarkan pada semboyan diatas tentunya kita harus mengetahui bagaimana cara menangani siswa yang bermasalah dengan baik agar bisa melakukan pencegahan. 

Pada artikel kali ini, penulis hanya akan focus pada penanganan siswa disekolah, namun tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan di penanganan anak bermasalah secara umum. Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:

(1) pendekatan disiplin dan

(2) pendekatan bimbingan dan konseling.

Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Kendati demikian, kita harus ingat bahwa sekolah bukanlah sebagai "Lembaga Hukum" dimana yang bersalah harus dihukum, tetapi sekolah merupakan "Lembaga Pendidikan" yang mana tidak hanya menekankan pada pendekatan Disiplin namun juga pendekatan Bimbingan dan Konseling. 

Tujuan dari lembaga pendidikan sendiri yakni bagaimana berusaha mencegah dan menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya. Oleh karena itu, kedua pendekatan ini harus berjalan dengan beriringan dan saling melengkapi. 

Pendekatan disiplin memungkinkan untuk selalu memberi sanksi untuk memberi efek jera, sedangkan pendekatan bimbingan dan konseling lebih mengutamakan pada penyembuhan dan menjalin hubungan interpersonal yang saling percaya, dimana akan membantu si siswa beradaptasi didalam lingkungannya. Sehingga, ketika menerapkan kedua pendekatan ini akan berdampak baik pada siswa. 

Saat  siswa yang menyimpang di bombamdir dengan banyaknya sanksi (dengan tujuan agar mereka jera), siswa juga akan diberi bimbingan dan konselingan agar jiwanya (mentalnya) tidak terganggu atas sanksi yang diterimanya. Bukan hanya kenyamanan yang akan ia dapatkan, tetapi hatinya juga merasakan suatu ketenangan serta tumbuh perasaan dan pemikiran positif atas masalah yang menimpa dirinya, misalnya secara sadar menerima resiko yang terjadi.

Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana berikut ;

1. Masalah (kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah. 

2. Masalah (kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. 

Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakankonferensi kasus. 

3. Masalah (kasus) berat,seperti: gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. 

Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus. 

Melihat penjelasan diatas bahwa dalam membimbing dan mengkonseling serta menangani siswa bermasalah tidak hanya dibutuhkan seorang Konselor saja,, namun semua pihak juga terlibat dalam hal ini agar terjadinya penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal.

Dengan munculnya paragraph terakhir ini, maka berakhirlah pembahasan artikel kita kali ini, semuga bermanfaat, jika itu benar datangnya dari Allah SWT dan jika itu salah datangannya dari kami, akhirul kalam,wassalam.    

Penulis: Fudhaelun (Multazam)

Sumber: Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konselling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun