Mohon tunggu...
fikriku
fikriku Mohon Tunggu... -

Seorang Guru SD sekaligus Pembina Pramuka, gemar traveling sekaligus berbagi dalam keseharian menjadi Trainer Pendidikan dan motivasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ilusi Pendidikan

8 Mei 2016   11:33 Diperbarui: 10 Mei 2016   11:51 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi : http://baltyra.com/wp-content/uploads/2011/05/piala1.jpg
Pendidikan diyakini sebagai sebuah sarana untuk membentuk karakter, membangun jati diri dan menguasai berbagai bidang ilmu.

Barulah nyata hasilnya, jika karakter yang telah terbentuk, jati diri yang terbangun dan ilmu yang dikuasai bisa benar-benar bermanfaat bagi kehidupan dan dimanfaatkan untuk hidup.

Namun fakta, berkata lain. Pendidikan sekarang baru sebatas menghasilkan jejeran piala, kumpulan medali dan setumpuk sertifikat.

Mengapa?
Karena memang begitulah proses yang terjadi. Sekolah-sekolah lebih sering dan senang, mengumumkan hasil-hasil kejuaraan dan kompetisi, hasil-hasil penilaian ini dan itu serta hasil peringkat ini dan itu.

Karena kerja keras dan kesuksesan sekolah diukur dengan cara itu, maka proses yang terjadi, anggaran yang disiapkan, perangkat yg dibuat, mengarah untuk mencapai hal-hal di atas.

Rasa-rasanya, nyaris jarang terdengar di sekolah, misalnya, mengumumkan tingkat pencapaian kesadaran menjaga kebersihan di sekolah, keberhasilan pembiasaan ibadah, kesuksesan program membaca, daftar anak-anak yang berakhlak dan suka menolong, dlsb...

Di satu sisi, para Guru dengan bangga nya, menyatakan keberhasilan, ketika para muridnya berhasil mendapatkan nilai bagus-bagus di kelasnya, seolah berhasil pula pendidikan yang dituangkan di kelasnya, padahal itu hanya bentuk keberhasilan anak menghafal sejumlah materi pelajaran.

Di lain pihak, para ortu dengan sumringah menceritakan kepada koleganya, anak saya juara ini-itu, anak saya terpilih dan berhasil di bidang ini-itu, padahal, ortu ybs tau persis, betapa iya harus selalu tarik urat leher untuk sekedar membangunkan anaknya di pagi hari, di saat menemaninya belajar pada detik-detik masa-masa ulangan dan ujian. Tak jarang para ortu lebih pede menciptakan kecerdasan anaknya pada lembaga atau guru bimbel.

Dan kemudian, secara makro, di tengah-tengah masyarakat kita, hasil pendidikan secara kasat mata adalah : berteriak lebih disukai, memaksakan kehendak dapat lebih cepat memberi manfaat, berbeda pandangan jadi sumber masalah, serba instant jadi trend kehidupan, kaya harta jadi kebanggaan, miskin harta jadi kenistaan, nilai rendah memalukan, akhlak baik tak masuk penilaian. Sukses juga bisa instant. Kejujuran diabaikan, keimanan digadaikan.

Sekali lagi, pendidikan kini telah menjadi ilusi, karena makin jauh dari visi dan gemar pd moment-monment sensasi

‪#‎AyoSelamatkanGenerasi‬
‪#‎stopilusidalampendidikan‬
‪#‎Gurubervisijauhdarisensasi‬

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun