Perang terhadap narkoba yang dilakukan oleh Indonesia sepertinya sudah menemui titik jenuh atau boleh dibilang sudah menemukan jalan buntu. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya kasus yang diungkap oleh aparat maka semakin banyak dan marak juga peredaran narkoba. Pengungkapan jaringan-jaringan besar narkoba (mafia) yang melibatkan para bandar besar bahkan berstatus narapidana. Serta semakin beragamnya jenis narkoba yang beredar dipasaran dan korbannya masih seperti masa lalu bak fenomena gunung es yang menyergap seluruh lapisan masyarakat.
Tidak bisa dipungkiri pergaulan diseluruh strata kehidupan di Indonesia sudah kerasukan narkoba. Narkoba tidak kenal lagi orang dewasa, orang biasa, lelaki, berduit, public figure, artis, Â namun juga sudah masuk ke relung yang paling dalam menyasar tidak hanya kepada remaja, namun juga anak-anak kecil bahkan mungkin juga balita. Narkoba juga sudah menyasar kepada ibu-ibu rumahan yang tidak hanya menjadi korban tetapi juga kurir dan pengedar bahkan bandar narkoba.
Narkoba juga sudah masuk ke kalangan pejabat, pengambil kebijakan seperti anggota dewan terhormat, para Bupati dan keluarganya serta sudah terkesan menjadi menu wajib dalam sebuah hajatan di orgen-orgen tunggal yang nun jauh di pedalaman pedesaan bukan lagi hanya di perkotaan. Narkoba juga sudah seringkali menjadi santapan empuk aparat penegak hukum yang merontokkan karir mereka ditengah jalan. Rayuan narkoba tidak lagi menjadi komoditas di warung remang-remang tetapi sudah terang benderang didepan hidung masyarakat bahkan aparat.
Tantangan yang seharusnya menjadi "musuh bersama" itu menjadi lebih berat saat ini karena bisnis narkoba malah menjadi "teman bersama" karena seringkali para bandar dan pengedar dianggap super hero alias zorro yang banyak memberikan "bantuan dan kemanfaatan" kepada masyarakat sekitar. Sehingga seringkali didengar bahwa penggerebakan terhadap bandar narkoba dihalang-halangi oleh masyarakat sekitar bandar atau pengedar.
Hukuman yang selama ini diberikan kepada para bandar pun pengedar atau juga kurir apalagi terhadap korban narkoba sejatinya semenjana. Hukuman mati yang telah diberlakukan pun sepertinya tidak menjadikan para mereka bergidik bulu kuduknya. Justru menjadikan mereka menyerang habis-habisan dari seluruh penjuru negeri darat, laut, udara, emek-emak, nenek-nenek, anak-anak, sekolahan, kantor, BUM-N/D/S, aparat, dan lain-lain seluruhnya seperti tidak berdaya menghadapi narkoba.
Berita yang ditampilkan terhadap pengungkapan narkoba dan terkait narkoba hampir setiap hari mau dilini masa, koran, majalah OL/cetak, TV, dan lain-lain juga tidak banyak membantu penumpasan narkoba. Bahkan perang terhadap narkoba itu tetap saja menjadi misteri yang sepertinya sulit mencari ujung.
Seorang Menteri Keuangan yang sekaliber Sri Mulyani pun harus turun tangan untuk menjelaskan perihal mengapa Indonesia menjadi ladang empuk peredaran narkoba dari sisi pertumbuhan ekonomi (walaupun masih harus diperdebatkan). Sebagaimana dijelaskan oleh Beliau, karena pertumbuhan ekonomi RI yang terus tumbuh dan stabil dikawasan menjadikan Indonesia adalah pasar yang empuk buat bandar (mafia) dan pengedar narkoba (sumber). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak lah lagi aman.Â
Perlu dipahami, rusaknya generasi saat ini melalui jargon narkoba harus sudah diantisipasi. Kalau tidak maka 10, 20 atau 30 tahun kedepan yang tersisa dari genersi yang akan memimpin negeri ini adalah generasi narkoba. Generasi yang sudah rusak fisik, akal dan fikirannya. Sehingga jargon "saya NKRI, saya Indonesia" apa tidak perlu dikhawatirkan akan roboh dengan sendirinya. Membayangkan mereka menjadi pemimpin teras dan menguasai  negeri suatu saat nanti dan kebiasaan menghalalkan segala macam cara, bukan tidak mungkin negeri ini pun akan mereka jual mengiringi kerusakan mental anak negeri akibat pengaruh narkoba.
Bila sudah begitu tentu yang salah dan paling bertanggung jawab adalah generasi saat ini bukan....?
***
Menengok sepak terjang Presiden Duterte di negara tetangga kita Filipina yang sedang mencoba bangkit dengan menumpas para bandar dan pengedar termasuk semua mereka (aparat, Walikota, Gubernur dan lain-lain) yang melindungi dan terlibat dalam peredaran narkoba dengan tidak pandang bulu sepertinya sudah menjadi saatnya dan menjadi solusi walaupun terkesan kita mati akal menghadapi narkoba. Â
Keinginan (ide) untuk memisahkan kehidupan beragama dan kehidupan bernegara sejatinya tidak boleh menjangkiti dan menjadi virus kaum-kaum liberalis. Agama dan kehidupan bernegara bisa saling melengkapi, saling mengisi dan seiring sejalan serta menjadi rambu-rambu dalam pergaulan sehari-hari sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila itu sendiri. Pemisahan kehidupan beragama-bernegara bila terjadi, Â maka akan mudah berpengaruh dengan mental generasi muda. Generasi yang mudah goyah dengan pengaruh negatif global termasuk terhadap pengaruh narkoba.
Terakhir, Insya Allah semua orang di Republik ini juga mafhum bahwa kejahatan narkoba adalah extra ordinary crime (kejahatan luar biasa), sehingga penanggulangannya juga harus luar biasa. Narkoba tidak akan punah dengan pendekatan biasa-biasa saja. Pendekatan penanganannya tidak boleh berbeda dengan kejahatan luar biasa lainnya seperti teroris dan korupsi. Sehingga tidak perlu malu dan merasa kehilangan identitas berbangsa dan bernegara bila penanganan narkoba di Filipina seperti yang dilakukan oleh Duterte di Replikasi di Bumi Pertiwi ini. Aamiin...
Salam di desa...Fikri Jamil Lubay.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H