Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

1001 Masalah Angkutan (Berat) Batubara di Sumsel, Tanggung Jawab Siapa?

21 Maret 2017   20:19 Diperbarui: 22 Maret 2017   17:00 2696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mobil Log Kayu yang disamarkan dengan tutupan terpal berjejer disepanjang Jalan Lingkar Kota Prabumulih. Foto DOKPRI

Cerita dinegeri dongeng 1001 malam itu ternyata benar-benar terjadi di Bumi Pertiwi ini dan hal ini tentu membuat energi lebih dan sudah barang tentu tidak akan membuat penulis merasa lelah untuk terus menyuarakan tentang kondisi jalanan di Sumatera Selatan saat ini. Gubernur Alex Noerdin telah memerintah Provinsi Sumatera Selatan tidak kurang dari 8 tahun selama dua priode kekuasaannya. Dan, saat ini hampir seluruh kondisi jalan di Sumatera Selatan hancur lebur dan rusak parah dihampir semua titik jalan tidak terkecuali di JalanKota Prabumulih, terutama Jalan Lingkar Kota Prabumulih.

Kota Prabumulih memang merupakan Kota Perlintasan. Tidak kurang dari sembilan kabupaten/ Kota bila ingin ke Palembang maka harus melewati jalanan Kota Prabumulih. Kota Prabumulih yang berada di Bagian Selatan dari Sumatera Selatan sudah dicatat sebagai sebuah daerah yang menolak eksplorasi dan eksploitasi Batubara. Kota Prabumulih yang kaya akan sumber daya alam mineral termasuk Batubara juga telah menerbitkan regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah (PERDA) yaitu Perda Nomor  1 tahun 2014 yang melarang ekplorasi dan eksploitasi batubara.

Perda ini dibuat cukup beralasan karena hempir separuh wilayah Prabumulih yang memiliki luas tidak seberapa (+ 434 km2), perut buminya kaya dengan mineral bautubara yang layak untuk dieksploitasi. Bila dibiarkan maka bisa dibayangkan akan terjadi beribu kerusakan yang dialami oleh Kota Prabumulih seperti yang terjadi dikebanyakan daerah tambang batubara di Sumatera Selatan.

Mineral hitam ini memang menjadi idola. Saat ini dibanyak daerah tidak sedikit masyarakatnya  secara ilegal dan membabibuta menambang batubara seperti yang banyak ditemukan di Kabupaten Tetangga. Bahkan disepanjang jalan Lintas Tengah Kabupaten Muara Enim dengan mudah dapat ditemukan batubara yang sudah ada didalam karung yang dijual kiloan ke para tengkulak dan diangkut dengan angkutan berat melintas dengan gagah perkasa dijalanan yang ada di Sumatera Selatan.

Angkutan batubara yang berat dan selayaknya hanya diperuntukkan menjadi angkutan dilokasi tambang saat ini serta sudah berlangsung sejak kurang lebih 8 (delapan) tahun terakhir melintasi jalanan yang menjadi urat nadi pergerakan perekonomian di Sumatera Selatan. Akibatnya jalanan yang memang dibangun dan disiapkan untuk dilintasi kendaraan dengan tonage tidak berlebih itu menjadi hancur lebur. Parahnya lagi perusahaan angkutan tambang seperti tidak peduli dan tidak bertanggung jawab untuk segera melakukan perbaikan jalan.

Contoh yang paling miris adalah jalan lingkar Kota Prabumulih. Jalan Lingkar Kota Prabumulih yang yang memiliki panjang 21,5 km, dibangun dengan APBD Murni Kota Prabumulih yang menghabiskan biaya tidak kurang dari Rp 150 milyard kondiisinya sangat memperihatinkan. Jalanan yang sebelumnya sangat mulus itu dan menjadi salah satu ikon keberhasilan pembangunan Kota Prabumulih menjadi rusak parah dan hancur lebur.  Saat ini jalanan yang sejak dua tahun yang lalu sudah diserahkan menjadi jalan negara (baca statusnya adalah jalan negara) seperti menjadi kubangan lumpur yang sangat tidak layak untuk dilewati lagi.

foto DOKPRI
foto DOKPRI
Jalan lingkar Kota Prabumulih yang sudah ditukar gulingkan pengelolaannya dengan Jalan Sudirman (Jalan Tengah Kota) dan saat ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat sejak diserahkan hampir belum pernah mendapat sentuhan yang serius dari pemerintah pusat selain tambal sulam. Jalanan yang dilewati oleh Angkutan batubara dari arah Muara Enim dan Lahat serta mobil kayu log untuk kebutuhan pabrik kertas di Kabupaten Muara Enim dari arah Palembang seperti menjadi bubur.

Saat hujan tiba maka jalan tersebut persis seperti kolam retensi kalau tidak mau disebut kubangan kerbau,  dan saat musim kemarau maka partikel-partikel debu pun beterbangan kesana kemari menghiasi dan mewarnai langit Prabumulih.

Mobil Log Kayu yang disamarkan dengan tutupan terpal berjejer disepanjang Jalan Lingkar Kota Prabumulih. Foto DOKPRI
Mobil Log Kayu yang disamarkan dengan tutupan terpal berjejer disepanjang Jalan Lingkar Kota Prabumulih. Foto DOKPRI
Walikota Prabumulih Bpk Ir. H. Ridho Yahya, MM sudah berbuat dan berupaya maksimal dan seperti berjuang sendirian. Dibeberapa kesempatan bahkan Beliau harus mengusir sendiri truk batubara yang melintas di Jalan Jenderal Sudirman. Tentu upaya ini tidak akan menjadi besar bila tidak didukung oleh semua fihak yang berkepentingan, karena “mata dan telinganya” pasti lumpuh. “Tangan dan Kakinya” juga tidak mungkin menjangkau 24 jam Kota Prabumulih. Beliau juga manusia biasa dan penuh dengan keterbatasan, seperti yang selalu Beliau sampaikan dibanyak kesempatan. Namun Beliau sebagai penanggung jawab  wilayah di Prabumulih sudah mencoba dan berbuat maksimal seperti :
  1. Menerbitkan Peraturan Walikota agar seluruh angkutan berat  seperti angkutan batubara dan log kayu melintas dijalan lingkar Kota Prabumulih dan tidak melewati Jalan Jenderal Sudirman kecuali untuk angkutan sayur mayur  dan sembako. Kenyataannya, pagi, siang dan malam angkutan batubara itu dengan bebas melintas bahkan dijalan-jalan kecil di permukiman penduduk Kota Prabumulih;
  2. Membentuk tim terpadu (bersama) untuk mengamankan jalur angkutan batubara dan log kayu. Tim ini berisikan berbagai stakeholder seperti Dishub, Pol PP, Kesbangpol, Yon zipur, Polres Prabumulih, dan lain-lain. Sejatinya tim ini bertugas agar kondisi jalanan di Prabumulih ini tetap terjaga dengan baik dan jalur distribusi pangan tidak terganggu.
  3. Tidak jarang seperti yang disampaikan diatas,  Walikota Prabumulih menyetop sendiri angkutan batubara dan menyuruh para sopir untuk memutar balik ke jalan lingkar bila lewat dijalan Sudirman Kota Prabumulih. Langkah ini belum (tidak) diikuti oleh seluruh stakeholder yang terlibat terutama di Tim Terpadu.

Beberapa akibat (masalah) dari adanya angkutan batubara yang melintas dijalanan Prabumulih maka:

  1. Jalan Lingkar Kota Prabumulih menjadi hancur lebur dan hampir tidak bisa dilewati lagi. Masyarakat Kota Prabumulih sepertinya tidak ikhlas bila melihat kondisi jalan di Prabumulih terutama Jalan Lingkar yang mengalami kurasakan yang sangat parah. Jalan lingkar yang sejatinya dibangun untuk menghidupkan perekeonomian kota malah menjadi titik masalah yang seperti tidak punya solusi.
  2. Kemacetan dan kesemrawutan menjadi pemandangan harian yang menghiasi jalan lingkar Prabumulih. Patah as, mesin mobil rusak, mobil terperosok dan terbenam dijalan lingkar yang rusak merupakan makanan harian penduduk sekitar.
  3. Pungli dan Preman jalanan meraja lela. Akibat dari jalan lingkar yang rusak  itu menimbulkan masalah sosial dan keamanan baru yaitu hadirnya preman-preman jalanan. Sudah jamak didengar bahwa jalanan Lingkar Kota Prabumulih seperti  arena menyabung nyawa. Para sopir angkutan batubara dan juga sopir-sopir angkutan lainnya diperas dijalan lingkar. Bahkan dikalangan sopir angkutan dan masyarakat awwam tidak sedikit yang menyebut bahwa jalan lingkar Prabumulih seperti melewati Jalur Gazza. Jalan lingkar tersebut menjadi sangat tidak aman untuk dilewati terutama dimalam hari. Hampir setiap hari diharian lokal Prabumulih baik cetak maupun online seperti tidak berhenti memberitakan ditangkapnya para masyarakat yang melakukan praktik pungli terkait angkutan batubara.
  4. Investor mikir seribu kali bila ingin menanamkan modalnya di Prabumulih. Sulitnya menggaet para investor mengindikasiakan bahwa para investor menganggap ada yang aneh dengan kondisi Kota Prabumulih dan salah satunya adalah praktik pungli berkepanjangan (kronis) di Kota Prabumulih. Padahal sudah jelas bahwa pungli yanga ada di Prabumulih itu secara umum adalah pungli jalanan karena banyak jalan yang rusak akibat melintasnya angkutan batubara dan log kayu.
  5. Prabumulih hanya kebagian debu dan jalan yang rusak saja. Hadirnya angkutan batubara tidak memberikan dampak apa-apa untuk Kota Prabumulih. Tidak ada perbaikan penghasilan dari lahirnya angkutan batubara di Prabumulih. Tidak bisa juga tercermin dalam instrumentasi PDRB Kota Prabumulih bahwa angkutan batubara memberikan dampak yang positif  terhadap pendapatan warga kota Prabumulih.
  6. Generasi terbaik Kota Prabumulih tidak sedikit yang telah menjadi tumbal dan korban serta beberapa harus meninggal dengan cara mengenaskan dijalanan akibat dari truk angkutan batubara. Hari ini (kemarin), Senin tanggal 20 Maret 2016 sebagai mana diberitakan oleh Harian Prabumulih Pos,  seorang Ibu Rumah Tangga tewas ditempat karena disenggol  mobil batubara. Ibu Sumiata (35) menjadi korban “kesekian” (tidak terhitung lagi) yang menjadi keganasan dari angkutan batubara. Ibu Sumiata melengkapi cerita miris korban ugal-ugalan dari adanya angkutan batubara.

Warga seputar Jalan Lingkar Timur berusaha memperbaiki sendiri jalanan yang rusak parah agar bisa dilewati. Foto DOKPRI
Warga seputar Jalan Lingkar Timur berusaha memperbaiki sendiri jalanan yang rusak parah agar bisa dilewati. Foto DOKPRI
Kesemrawutan dan kemacetan menjadi pemandangan yang
Kesemrawutan dan kemacetan menjadi pemandangan yang
Ibu Sumiata (35) yang meninggal akibat disenggol truk batubara ini melengkapi cerita miris. Foto diambil dari harian Prabumulih Pos. DOKPRI
Ibu Sumiata (35) yang meninggal akibat disenggol truk batubara ini melengkapi cerita miris. Foto diambil dari harian Prabumulih Pos. DOKPRI
Diagram kartesius dibawah ini yang bersumber dari Bappeda Provinsi Sumatera Selatan juga mengindikasikan bahwa daerah yang selama ini memiliki sumber daya alam dan mengeksplorasi serta memgekploitasi mineral batubara secara besar-besaran ternyata tidak linier dengan kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini bisa dilihat dari gambar diagram kartesius berikut ini  :

diagram-kartesius-58d125d4f77e61ae12dc49ff.jpg
diagram-kartesius-58d125d4f77e61ae12dc49ff.jpg
Keempat Diagram Kartesius diatas menunjukkan bahwa daerah pengeksplorasi  dan pengeksploitasi tambang terutama batubara ternyata berada dikuadran (zona) merah atau kuning, sementara daerah yang tidak mengeksplorasi tambang batubara (contohnya : Kota Prabumulih) selalu berada dizona hijau dan biru. Hal ini sekaligus menunjukkan daerah yang berada dizona merah dan kuning membutuhkan perhatian (prioritas) lebih untuk di intervensi.  Sementara daerah yang berada dizona hijau dan biru dengan sedikit sentuhan saja mereka bisa meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri dan tidak perlu menjadi “pengemis program”  kesana kemari.

Dengan begitu siapa yang bertanggung jawab dan siapa yang bisa disalahkan..?  dan, siapa juga yang harus mengambil peran pemberi solusi?.

Saat ini (bisa dicek sendiri) jalanan dari Kabupaten Lahat sampai ke Palembang, mobil Batubara mengular dan tidak lagi kenal waktu. Pagi, siang apalagi malam hari. Dan, dari arah sebaliknya mobil  log kayu dari arah Palembang ke Muara Enim yang di kamuflase dengan tutupan terpal panjang berjejer rapi disepanjang jalan.  Iya, mereka adalah “raja” jalanan. Mereka dengan gagah perkasa melewati jalanan Sumsel terkhusus jalanan Kota Prabumulih yang selalu diperbaiki tambal sulam. Masyarakat Prabumulih dan sekitarnya sepertinya tidak perlu berharap banyak bahwa jalananterutama Jalan Lingkar Kota Prabumulih akan segera membaik dalam waktu dekat karena dana yang dibutuhkan tidak kurang dari 360 milyar rupiah lebih. 

Walaupun sebetulnya solusinya sangat mudah dan ringan saja yaitu “STOP ANGKUTAN BATUBARA DAN LOG KAYU” dari jalanan Kota Prabumulih dan kembalikan mereka kejalan yang benar yaitu jalan yang sudah mereka buat sendiri melalui Jalan Servo Lintas Raya (SLR). Jalan Khusus angkutan batubara tersebut sudah diresmikan oleh Gubernur Alex Noerdin pada hari Rabu tanggal  28 Nopember 2012 di Desa Talang Bulan, Kecamatan Teluk Lubuk Kabupaten Muara Enim. Dikesempatan yang sama Pak Alex Noerdin bilang bahwa “mulai tahun 2013, tidak akan ada lagi angkutan batubara yang melintas di jalan umum” sebagaimana juga dikutip dilaman republika.co.id. Namun setelah hampir 4 (empat tahun berlalu), kenyataannya sekarang...? angkutan batubara tetap saja lenggang kangkung dijalan umum. Semoga Pak Alex ingat dengan ucapannya ya...!!!.  Dengan begitu maka 1001 masalah yang terkait dengan angkutan (berat) batubara akan selesai dengan sendirinya.

Sementara ini, kita do’akan saja para pemimpin kita bisa berlaku adil dan dosa-dosa mereka segera diampuni-Nya. Sambil menjaga harap dan asa agar Mereka “Orang-Orang Hebat”  itu tergerak hatinya dan mendapat hidayah-Nya untuk mengurusi dan mencukupi kebutuhan rakyat sebagai hutang politik yang sudah diamanatkan kepadanya.  Semoga...!!!

Salam dari pinggiran Kota Prabumulih.

Fikri JamilLubay

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun