Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jalanan Sumatera Selatan Hancur Lebur, Pemerintahnya ke Mana?

1 Maret 2017   14:23 Diperbarui: 2 Maret 2017   04:00 5376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi jalanan lubai tahun 1980 dan sekarang 2017. foto DOKPRI

By. Fikri Jamil Lubay

Belum lekang dalam ingatan  sekitar tahun 1980-an sampai dengan 1990-an daerah lubai dan sekitarnya masih sangat terisolir. Jalanan berlumpur. Roda-roda mobil berbalut menggunakan rantai. Terkadang tidak jarang para penumpang sering turun dari mobil daripada menaikinya untuk sekedar sampai ke Kota Prabumulih yang berjarak tidak lebih dari 40 km dari desa kami Desa Gunung Raja. Jarak yang cukup singkat tersebut terkadang harus ditempuh hampir setengah hari setelah melalui berbagai macam kubangan lumpur dan tantangan lainnya seperti pecah ban, velg copot dan lain sebagainya yang menahan laju kendaraan.

Kondisi Jalanan Kecamatan Lubai Tahun 1980. Foto DOKPRI
Kondisi Jalanan Kecamatan Lubai Tahun 1980. Foto DOKPRI
Tidak jarang juga ditahun-tahun itu untuk sekedar mencapai stasiun kereta api di Pagar Gunung (Kota Baru) Kecamatan Lubai sekarang (dulu Rambang Lubai) para penduduk yang ingin ke Palembang atau juga ke Tanjung Karang Lampung  harus rela berjalan kaki atau naik sepeda kurang lebih 12 km. Itu pun terkadang  sepeda tersebut sering kali digotong naik ke bahu tuannya karena dalamnya lumpur. Setelah sampai di Pagar Gunung pun terkadang mereka harus nyebur ke kali (sungai) untuk mandi dan membersihkan lumpur yang melekat disepanjang perjalanan.

Mereka yang tinggal di daerah Desa Gunung Raja Lubai dan sekitarnya (Ds. Jiwa Baru dan Tanjung Kemala) dan yang lahir dibawah tahun 1980-an insya allah mengalami semua peristiwa itu. Waktu itu Indonesia sudah merdeka secara kedaulatan, namun belum merdeka di area yang lain. Namun,  semua itu dijalani dengan ikhlas.

Memasuki tahun 1990-an jalanan yang melintasi Desa Gunung Raja  (jalan provinsi) ke Ibukota Kecamatan Lubai (Beringin) mulai di aspal. Jalanan yang lebar dan mampu memuat seluruh jenis kendaraan untuk hilir-mudik dan melintas betul-betul hampir seperti jalan tol. Jalanan itupun kemudian menjadi urat nadi kehidupan masyarakat.

Perekonomian penduduk pun meningkat dan menggeliat. Rumah-rumah penduduk  yang dulu terbuat dari papan, secara perlahan-lahan namun masif mulai berganti menjadi rumah gedung karena murah dan mudahnya bahan bangunan masuk ke desa. Orde baru dan pemerintahannya bersama Presiden RI saat itu Bpk Soeharto betul-betul menjadi buah bibir. Gubernur dan Bupati bahkan sekelas Camat dan kades pun sangat dihormati oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan hasil dari pemerintahanan mereka betul-betul dirasakan oleh masyarakat. Kenangan akan Orde baru dan Soeharto pun sampai hari ini masih membekas dihati rakyat.

***

Hari Minggu yang lalu, tanggal 26 Pebrurari 2017 setelah melakukan persiapan untuk pulang ke Desa Gunung Raja Lubai,  dipagi hari yang masih gerimis setelah  semalaman dilanda hujan yang cukup lebat. Saya bersama keluarga me-re-check kendaraan untuk digunakan mudik pagi itu. Setelah hampir satu bulan tidak pulang dan rencananya hari itu sangat ingin bertemu keluarga di desa.

Sambil menelusuri jalanan yang berstatus jalan negara,  “goyangan berat” itu mulai terasa dari Desa Karangan yang masih berada di Kawasan Kota Prabumulih namun lubang-lubang yang ada nampak sudah mulai dikasih campuran pasir dan batu (sirtu), terlihat juga beberapa orang penduduk sekitar sedang meratakan jalanan secara swadaya  sehingga tidak terlalu terasa berguncang.

Memasuki kawasan Kabupaten Muara Enim terutama di Kawasan Desa Sukamerindu Kecamatan Lubai, goncangan dan goyangan hebat yang membentuk tetarian mulai terasa dan puncaknya didekat aliran Sungai yang disebut oleh masyarakat sekitar dengan Sungai Kehesek. Saya memberhentikan kendaraan dan memberikan kesempatan kepada kendaraan dari arah yang berlawanan untuk melewatinya, karena nampak dari kejauhan sebuah mobil truk ber-tonage berat sedang terombang-ombing, meliuk-liuk sedang melewati medan yang berat. Dan sesaat kemudian, “bruuuuk...”. Bunyi itu terdengar begitu keras dan benar saja kendaraan itu jatuh terguling ditengah lumpur jalanan. Sang sopir nampak berusaha untuk keluar. Untung lah tidak ada korban dari kendaraan itu.

mobil yang terbalik di jalan dekat Desa Sukamerindu Kec. Lubai. Foto DOKPRI
mobil yang terbalik di jalan dekat Desa Sukamerindu Kec. Lubai. Foto DOKPRI
Namun, setelah melihat medan yang berat dengan kondisi kendaraan yang tidak memugkinkan, setelah melihat beberapa mobil yang mencoba melintas dan gagal lewat serta terbenam dan terjebak didalam kubangan, dengan berat hati terpaksa mutar balik ke Prabumulih adalah solusi terbaik.

***

Terlintas dalam pikiran kok bisa Jalan  Lintas Sumatera yang telah lama ada dan selama ini menjadi urat nadi masyarakat serta dizaman digitalisasi saat ini justru mengalami kerusakan yang parah. Parah sekali malah.

Kondisi jalanan lubai tahun 1980 dan sekarang 2017. foto DOKPRI
Kondisi jalanan lubai tahun 1980 dan sekarang 2017. foto DOKPRI
Bahkan sampai dirumah saya melihat up-load-an facebook teman dari Baturaja Kabupaten OKU yang biasanya menggunakan mobil namun kemudian Dia bersama istrinya menggunakan kendaraan roda dua (motor) untuk mengunjungi keluarganya di Prabumulih sekedar untuk menghindari kerusakan jalan yang berstatus sebagai jalan negara tersebut.

Melihat ini, rasanya di Lubai dan Lubai Ulu saja ada sekitar 7 (tujuh) orang wakil rakyat untuk menyalurkan aspirasi di DPRD Muara Enim. Semuanya seperti tidak berdaya atau memang kurang atau bahkan tidak peduli. Bahkan kabarnya Ketua DPRD dan salah satu Wakil Ketua DPRD Muara Enim berasal  dari DAPIL ini.

Teranyar jalanan ini juga digunakan oleh para Bupati terutama di Tiga Kabupaten ke arah Ogan Komering Ulu bila ingin ke Palembang. Dan Pak Bupati, terkhusus Bupati Muara Enim sepertinya juga tidak berdaya, karena mungkin Beliau beralasan jalanan itu berstatus “jalan negara”. Pertanyaannya “...negara mana...?”,  kan jalanan ini bukan di Papua Nugini sana kata teman sebelah, itu kan jalan di daerah Lubai dan Lubai Ulu.

Gubernur Alex  Noerdin yang sangat banyak mendatangkan proyek mercusuar seperti  Sea Games dan Sekarang Asian Games serta sedang berusaha membangun Provinsi Sumsel lebih maju dan terdepan katanya. Pembangunan seperti LRT dan lain-lain yang sepertinya hanya dirasakan manfaatnya diseputaran Kota Palembang, akibatnya terkesan membiarkan dan mengabaikan pembangunan terutama pembangunan fisik di daerah lain (Kabupaten/Kota).

Salah satu kunjungan Gubernur Alex Noerdin yang menggunakan Helikopter di salah satu Kota di Sumatera Selatan. Foto DOKPRI
Salah satu kunjungan Gubernur Alex Noerdin yang menggunakan Helikopter di salah satu Kota di Sumatera Selatan. Foto DOKPRI
Dan, sepertinya Gubernur Alex Noerdin tidak pernah lewat jalanan darat di Sumatera Selatan  ini karena kemana-mana kunjungan ke daerah tidak jaranng (hampir selalu) lewat jalan bebas hambatan dengan menggunakan helikopter. Dia tidak tahu Sumsel sekarang jalanannya hancur lebur seperti hidup ditahun ‘80-an. Kalau memang Dia tahu kondisi ini dan membiarkannya,  kelewatan dan keterlaluan (kebangetan) pasti.

Sejarah mencatat bahwa  waktu Ir. H. Syahrial Oesman jadi Gubernur Sumatera Selatan seluruh jalanan Sumatera Selatan hampir tidak ada yang rusak dan jalanan yang melintas di antara Prabumulih – Baturaja merupakan jalanan terbaik yang pernah ada. Tikungan sempit diperlebar, tikungan yang tajam diluruskan dan seterusnya.

Tapi apa yang terjadi sejak Pak Alex jadi Gubernur sejak 8 tahun yang lalu....?mobil-mobil batubara ber-tonage berat dan berbadan besar melintas dengan berfoya-foya dijalanan. Mobil log kayu dengan kapasitas yang bukan main berbondong-bondong dengan gagahnya dijalanan Sumatera Selatan.  Saat ini bahkan lebih parah lagi, kalau dulu mobil tersebut melintas dari pukul 18.00 WIB s. Pukul 06.00 WIB (malam hari) sekarang semuanya bebas.  Sementara jalanan jarang sekali diperbaiki.

Pun sama dengan Presiden  Jokowi. Saat ini tidak banyak yang bisa diharapkan. Beliau sangat sibuk mengurus tetek bengek  yang terkadang tidak perlu. Hal ini semakin membenarkan statement Bu Mega bahwa Jokowi adalah petugas partai.

Akibatnya, Pembangunan menjadi  terlantar terutama infrastruktur jalan. Dimana-mana saat ini hampir semua jalanan di provinsi terkaya kelima di nusantara ini Sumatera Selatan menjadi rusak parah dan hancur lebur seperti bubur. Kalau pun ada pembangunan dan pemeliharaan jalan hanya tambal sulam saja dan tidak sebanding dengan kerusakannnya.

Sepertinya negara abai dengan kebutuhan rakyat entah sampai kapan,  dan negara sering kali tidak hadir untuk memenuhi dahaga pembangunan yang adil dan merata sesuai nawacita yang didengungkan oleh Presiden Jokowi sendiri. Negara sepertinya menunggu berjatuhannya banyak korban  dipihak rakyatnya sendiri yang sudah berkorban banyak untuk negara dan memberikan amanat kepada Pemimpin dan Wakil mereka yang ternyata sepertinya tidak amanah.

Sekarang para pemimpin dan wakil rakyat punya kesempatan. Paling tidak jalanan yang menjadi urat nadi itu bisa kembali seperti semula dan tidak menghambat laju perekonomian. Tidak mungkin geliat perekonomian hanya terpusat di Kota Palembang saja tanpa disokong oleh Kabupaten/Kota sekitarnya. Terus kalau tidak begitu “apa yang dikerjakan oleh Pemimpin Kita... ?

Wallahu’aklam bishawab

Salam dari desa....Fikrijamillubay

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun