By. Fikri Jamil Lubay
Belum lekang dalam ingatan sekitar tahun 1980-an sampai dengan 1990-an daerah lubai dan sekitarnya masih sangat terisolir. Jalanan berlumpur. Roda-roda mobil berbalut menggunakan rantai. Terkadang tidak jarang para penumpang sering turun dari mobil daripada menaikinya untuk sekedar sampai ke Kota Prabumulih yang berjarak tidak lebih dari 40 km dari desa kami Desa Gunung Raja. Jarak yang cukup singkat tersebut terkadang harus ditempuh hampir setengah hari setelah melalui berbagai macam kubangan lumpur dan tantangan lainnya seperti pecah ban, velg copot dan lain sebagainya yang menahan laju kendaraan.
Mereka yang tinggal di daerah Desa Gunung Raja Lubai dan sekitarnya (Ds. Jiwa Baru dan Tanjung Kemala) dan yang lahir dibawah tahun 1980-an insya allah mengalami semua peristiwa itu. Waktu itu Indonesia sudah merdeka secara kedaulatan, namun belum merdeka di area yang lain. Namun, semua itu dijalani dengan ikhlas.
Memasuki tahun 1990-an jalanan yang melintasi Desa Gunung Raja (jalan provinsi) ke Ibukota Kecamatan Lubai (Beringin) mulai di aspal. Jalanan yang lebar dan mampu memuat seluruh jenis kendaraan untuk hilir-mudik dan melintas betul-betul hampir seperti jalan tol. Jalanan itupun kemudian menjadi urat nadi kehidupan masyarakat.
Perekonomian penduduk pun meningkat dan menggeliat. Rumah-rumah penduduk yang dulu terbuat dari papan, secara perlahan-lahan namun masif mulai berganti menjadi rumah gedung karena murah dan mudahnya bahan bangunan masuk ke desa. Orde baru dan pemerintahannya bersama Presiden RI saat itu Bpk Soeharto betul-betul menjadi buah bibir. Gubernur dan Bupati bahkan sekelas Camat dan kades pun sangat dihormati oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan hasil dari pemerintahanan mereka betul-betul dirasakan oleh masyarakat. Kenangan akan Orde baru dan Soeharto pun sampai hari ini masih membekas dihati rakyat.
***
Hari Minggu yang lalu, tanggal 26 Pebrurari 2017 setelah melakukan persiapan untuk pulang ke Desa Gunung Raja Lubai, dipagi hari yang masih gerimis setelah semalaman dilanda hujan yang cukup lebat. Saya bersama keluarga me-re-check kendaraan untuk digunakan mudik pagi itu. Setelah hampir satu bulan tidak pulang dan rencananya hari itu sangat ingin bertemu keluarga di desa.
Sambil menelusuri jalanan yang berstatus jalan negara, “goyangan berat” itu mulai terasa dari Desa Karangan yang masih berada di Kawasan Kota Prabumulih namun lubang-lubang yang ada nampak sudah mulai dikasih campuran pasir dan batu (sirtu), terlihat juga beberapa orang penduduk sekitar sedang meratakan jalanan secara swadaya sehingga tidak terlalu terasa berguncang.
Memasuki kawasan Kabupaten Muara Enim terutama di Kawasan Desa Sukamerindu Kecamatan Lubai, goncangan dan goyangan hebat yang membentuk tetarian mulai terasa dan puncaknya didekat aliran Sungai yang disebut oleh masyarakat sekitar dengan Sungai Kehesek. Saya memberhentikan kendaraan dan memberikan kesempatan kepada kendaraan dari arah yang berlawanan untuk melewatinya, karena nampak dari kejauhan sebuah mobil truk ber-tonage berat sedang terombang-ombing, meliuk-liuk sedang melewati medan yang berat. Dan sesaat kemudian, “bruuuuk...”. Bunyi itu terdengar begitu keras dan benar saja kendaraan itu jatuh terguling ditengah lumpur jalanan. Sang sopir nampak berusaha untuk keluar. Untung lah tidak ada korban dari kendaraan itu.