Bengis, beringas, ngeri, menakutkan, seram, keji, kejam, otoriter, dan stereotipe negatif (jiwa) lainnya langsung tergambar ketika menyaksikan video “blusukan tidak lazim” inspeksi mendadak (sidak) tengah dalu membawa wartawan Zumi Zola sang Gubernur Muda dari Provinsi yang menjunjung kesantunan adat budaya ketimuran Jambi ketika menyaksikan para petugas jaga yang “mungkin saja” terdiri dari perawat, dokter, dan petugas lain pada “tidur” saat harus “terjaga” saat dinas.
Perawat, dokter, dan petugas jaga lain seperti tersedak mendengar lonceng teriakan keras, hentakan meja, tendangan kungfu dan bentakan keras yang diiringi dengan mata melotot sambil menunjuk-nunjuk ke sana kemari yang sering dilakonkan oleh seorang jawara ketika nuraninya tersinggung.
Buntalan mulut mencucu mengerucut menjadi desingan perih nan miris menyayat hati bagi profesi terhormat, yaitu profesi kesehatan, terkhusus bagi para perawat yang bekerja 24 jam di sisi pasien (walaupun ada shift-nya). Mereka diharuskan ‘tega’ untuk meninggalkan anak-istri/suami, keluarga. Mereka juga tidak kenal hari libur, hari kejepit, lebaran, dan lain-lain. Dedikasi yang ditanamkan begitu tertanam kuat sebagai sebuah pilihan profesi. Dan, malam itu sepertinya Zumi Zola sudah kehabisan ide dan belum memiliki atau belum menemukan gagasan jitu nan sakti untuk mengurus sebuah RSUD bernama Raden Mattaher Jambi.
RSUD Raden Mattaher sendiri sebetulnya merupakan RSUD Milik Provinsi yang Juragannya adalah tentu Gubernur Zumi sendiri maka ketika sang Gubernur sedang menunjuk-nunjuk ke sana kemari, maka sejatinya tiga jarinya sedang menunjuk wajahnya sendiri.
Seperti dirunut ke belakang memang sudah ada beberapa keganjilan yang terjadi di RSUD Raden Mattaher Jambi yang dimulai dengan Mundurnya Dr. Erman sebagai Dirut RSUD Jambi hasil dari proses lelang jabatan dan belum lama dilantik sang Gubernur. Dr. Erman mengundurkan diri di Bulan Desember 2016 yang lalu atau tepatnya seperti yang diberitakan oleh tribunnews.com tanggal 6 Desember 2016 (belum dua Bulan lho...), “...Baru saja memenangi proses lelang jabatan dan dilantik langsung oleh Gubernur Jambi Zumi Zola, Direktur Utama RSUD Raden Mattaher Jambi Erman mengundurkan diri dari jabatannya”.
Dan seperti juga disampaikan di laman yang sama bahwa saat ini posisi Dirut RSUD Raden Mattaher diisi oleh Iwan Hendrawan yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pengembangan SDM Sarana dan Prasana RSUD Raden Mattaher Jambi”.
Pertama, Sang Gubernur Zumi Zola
Pak Gubernur Zumi Zola (Sambil Tabik), penulis paham bahwa Bapak punya niat baik untuk membenahi sistem pelayanan rumah sakit dan juga mungkin sudah dongkol sampai ke ubun-ubun, berasap lagi dan banyak menerima laporan tentang keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di RSUD Raden Mattaher Jambi, namun tidak sulit lho Pak membangun, membenahi, dan mengembangkan pelayanan rumah sakit itu. Semua profesi punya kode etik dan punya organisasi profesi, semuanya punya standar (SOP), punya juklak dan Juknis atau juga Manlak (biar disingkat semua... hehehe).
Di RSUD sekelas RSUD Raden Mattaher Jambi juga hampir dipastikan ada Satuan Pengawas Intern (SPI), ada juga Komite-Komite. Dan di eksternal mereka berhimpun di berbagai organisasi profesi yang menaunginya. Dan semua petugas kesehatan itu juga harusnya bekerja dan lulus uji kompetensi masing-masing dari organisasi profesinya. Karena kalau tidak lulus uji kompetensi, mereka tidak boleh bekerja dan melayani pasien.
Bapak juga bekerja dengan tenaga teknis fungsional sekaligus pemikir. Mengapa demikian? Karena semua petugas kesehatan itu tahu bahwa yang dilayani mereka itu adalah “MANUSIA” dan mereka kuliah di bidang itu sehingga pendekatannya tidak bisa disamakan dengan petugas bengkel yang mengetok mesin, remukkan kemudian hancurkan dan las lagi terus sambungkan... starter lalu hidup lagi.
Nggak bisa, Pak. Bapak Kuliah Kedokteran dululah, Pak. Makanya, tidak ada Sarjana Manajemen Ahli Kedokteran. Yang ada adalah Dokter yang ahli manajemen.
Pak Gubernur, bisnis Rumah sakit adalah bisnis kepercayaan (Trusty Business). Bapak tentu tahu bahwa membangun bisnis kepercayaan itu membutuhkan tiga pilar utama yang sama seimbang dengan tokoh utamanya adalah brainware. Makanya Pak Gubernur ada istilah, di dunia rumah sakit itu, jikalau rumah sakit tenaganya banyak maka itu adalah bursa tenaga kerja. Kalau rumah sakitnya besar, indah itu mal namanya. Kalau rumah sakitnya petugasnya ramah, itu hotel namanya. Kalau rumah sakitnya bergaji besar, duitnya banyak itu bank namanya. Dan, Kalau rumah sakit itu memiliki peralatan yang canggih itu bengkel namanya.
Nah sekarang bagaimana menggabungkan mal-hotel-bengkel-bank itu menjadi satu tempat dengan tenaga pengelola yang profesional dan handal, itulah yang perlu dilakukan. Kalau tidak sepertinya jangan marah dulu.
Cari direktur utama yang mempunyai visi besar namun membumi. Selama ini pelayanan kesehatan dianggap sebagai pelayanan dasar oleh pemerintah (penguasa) namun sering kali berhadap-hadapan dengan hiruk-pikuk kepentingan politik. Mutiara-mutiara itu terbenam di dasar lautan lepas yang sulit ditarik ke permukaan karena mereka bukan siapa-siapa. Bukan rahasia lagi bahwa pelayanan kesehatan itu “politic darling”. Lihat saja jargon kampanye politik dengan “sehat gratis”, “berobat gratis”, “sunat gratis”.
Nah, penulis gagal paham apakah Bapak “ngamuk” setelah memanfaatkan semua sumber daya yang ada di RSUD Raden Mattaher Jambi. Kalau belum...? Karena Bapak selaku gubernur adalah owner RSUD Raden Mattaher yang memegang kekuasaan tingkat tinggi jadi tidak perlu ngamuk-ngamuk. Sampaikan saja dengan sopan dan santun.
Kedua, Buat Teman-Teman Sejawat Profesiku “Perawat”
Dengan tidak mengesampingkan peran profesi lain di rumah sakit dan belum jelas juga apakah 4 (empat) orang yang dimarahi dan dimaki di dalam video itu adalah perawat, dokter, satpam, CS, anggaplah di situ sudah pasti ada perawat. Untuk para perawat, jadikan saja itu sebagai proses belajar sekaligus energi positif atau trigger. Walaupun yang dilakukan oleh Gubernur Jambi itu sangatlah tidak pantas, menusuk dan menyayat hati, melukai namun kalau benar juga semua perawat jaga pada saat itu tidur semuanya juga tidak dibenarkan lho.
Setahu saya waktu jaga pada saat berdinas di rumah sakit tidak ada istilah “tidur keroyokan” atau semua petugas jaga pada tidur. Karena kita tidak kenal dengan memindahkan tempat tidur dari rumah ke rumah sakit. Okelah kita bukan robot. Namun, biasanya rumah sakit (dalam hal ini Komite Keperawatan) telah mengatur jadwal yang tidak mungkin membuat para perawat kelelahan, makanya ada istilah “turun dinas”. Kita diberi waktu istirahat (libur) lebih banyak bila kita menjalankan dinas malam berturut-turut. Dan petugas jaga malam itu diberi nutrisi lebih dari shift sore dan malam. Entah di RSUD Raden Mattaher Jambi.
Dengan demikian, apa yang terjadi di RSUD Raden Mattaher menurut saya adalah missed management alias “salah urus” yang menyebabkan “ketidakadilan”, baik ketidakadilan terhadap sang Gubernur, komponen profesi, dan yang paling dirugikan tentu adalah konsumen atau masyarakat pengguna pelayanan.
Insya Allah bermanfaat. Wallahu a’lam bishowab.
Dari pinggiran Sumatera Selatan
fikrijamillubay
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H