Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Inilah "Hadiah Tahun Baru Spesial" Presiden Jokowi 2015-2017

16 Januari 2017   14:02 Diperbarui: 16 Januari 2017   14:10 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By. Fikri Jamil Lubay

Tidak terasa Bangsa dan Rakyat Indonesia sudah merayakan tiga kali tahun baruan bersama dengan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Presiden yang dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 20 Oktober 2014 mengganti Presiden SBY sempat memberikan harapan cerah terhadap kehidupan dan martabat bangsa.

Mengusung semboyan “kerja, kerja, kerja” yang entah ditujukan untuk siapa tapi yang pasti ditumpahkan untuk seluruh Warga Negara Indonesia dalam bingkai NKRI dengan harapan bangsa Indonesia secara serentak dan bersama-sama menjadi bangsa yang maju dan sejahtera.

Slogan kebinekaan dalam bingkai Pancasila menjadi jargon politik humanis yang sepertinya juga diusung dalam upaya mempertahankan keutuhan NKRI itu oleh Presiden Jokowi dan instrumentasi pemerintahannya. Diawal pemerintahannya rakyat sempat sangat senang dengan dikeluarkannya bermacam-macam kartu seperti  Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat d an “kartu-kartu” lainnya yang biasa disebut dengan “Kartu Sakti”.

Namun catatan kegembiraan itu menjadi kelam ketika hampir di setiap tahun baru Jokowi hampir selalu mengeluarkan kebijakan yang sangat tidak pro rakyat terkadang justru mengakibatkan kesusahan dan kesengsaraan rakyat si pemilih Presiden.

Penulis mencatat dari awal tahun baru 2015, 2016 dan sekarang awal tahun baru 2017, Presiden Jokowi dan jajarannya selalu memberikan “kado spesial” untuk rakyatnya ketika hingar-bingar perayaan tahun baru sedang meriah-meriahnya dilaksanakan dan dikemas dengan “pesta rakyat”. Berikut ini adalah rangkuman yang coba penulis  sarikan dari berbagai sumber dan salah satunya sudah pernah penulis tulis sendiri di laman kompasiana saat menyambut tahun baru 2016 yang lalu.

  • Tahun Baru 2015

Peristiwa ini dimulai pada tanggal 10 Januari 2015, Presiden Joko Widodo memilih Komisaris Jendral Budi Gunawan sebagai calon Kapolri baru. Tiga hari setelahnya, tiba-tiba KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi. Dimulailah kasus cicak vs buaya jilid III.

Diawal tahun 2015 ini juga harga BBM turun. Namun berbagai subsidi dicabut. Saat itu, Pemerintah mulai mengenalkan jenis minyak baru bernama pertalite yang dipersepsikan akan menggantikan premium yang sudah akrab dengan masyarakat.

Uniknya penurunan harga BBM itu ternyata diikuti juga dengan penurunan harga komoditas karet dan sawit yang menjadi komoditas primadona ditingkat petani. Selain itu juga harga-harga sembako tetap mahal,  daya beli masyarakat rendah. Tidak terhitung berapa banyak motor dan mobil yang ditarik oleh dealer karena rakyat tidak mampu lagi membayar.Geliat perekonomian pun mengalami stagnasi. 

Para petani harus menjual lahan atau kebunnya untuk sekedar bertahan hidup agar anak-anak tetap bisa sekolah dan dapur tetap bisa mengepul. Gambaran ini sangat jelas dirasakan dipedesaan terkhusus didaerah saya yang mengandalkan kehidupan dari karet alam.

Harga karet itu baru mengalami peningkatan menjelang akhir 2016 atau setelah dua tahun kemudian disaat keresahan dan kesengsaraan  telah lama menyelimuti  masyarakat.

  • Tahun Baru 2016

Penulis sudah pernah menuangkannya didalam tulisan dengan beberapa prediksi didalamnya dilaman kompasiana yang berjudul “Hadiah Tahun Baru yang Berkesan dari Jokowi-JK” (Hadiah Tahun Baru yang Berkesan dari Jokowi-JK). Bagaimana tidak berkesan, Jokowi sudah memerintahkan untuk percepatan proses pengadaan disaat yang bersamaan Jokowi juga memangkas Dana Bagi Hasil/DBH Migas.

Pemotongan atau pemangkasan anggaran yang dilakukan ditengah jalan disaat proses lelang sudah dijalankan dan kontraktor sudah bekerja sehingga menyisakan permasalahan lanjutan. Pemerintah daerah sampai kalang kabut dibuatnya.  Pemerintah Daerah menjadi berhutang kepada kontraktor pelaksana proyek yang masih harus  dibayarkan pada tahun 2017 ini.

Pemotongan dan pemangkasan DBH itu diikuti juga dengan telatnya Dana Alokasi Umum masuk ke kas daeerah yang menyebabkan operasional pemerintah daerah menjadi terhambat termasuk membayar gaji dan tunjangan pegawai (PNS). Saat itu PNS pun telat gajian.

Beberapa Pemerintah Daerah yang sudah memberikan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) kepada para pegawai terpaksa harus memangkas, memotong, menurunkan bahkan beberapa harus menghapuskannya.

  • Tahun Baru 2017

Dan, Puncaknya tentu yang barusan dan sedang kita rasakan saat ini harga beberapa jenis BBM non subsidi naik sepeti  pertalite dan pertamax sejak tanggal 5 Januari yang lalu. Bahan bakar yang sudah mulai dibutuhkan dan dimaklumi oleh masyarakat untuk dipilih dan digunakan sebagai bahan bakar pengganti premium itu tentu menjadi konsumsi utama masyarakat.

Tentu yang sangat mencolok adalah keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor  60 tahun 2016 yang didalamnya mengatur tentang naiknya PNBP kendaraan bermotor sampai berlipat-lipat yang tidak tersosialisasikan ke masyarakat dengan baik dan bijak.

Sejatinya sebuah aturan pemerintah tentu ada yang mengusulkan dan yang menyetujui usulan itu dan mengesahkannya menjadi sebuah peraturan pemerintah. Semuanya lempar handuk (lempar batu sembunyi tangan) sampai ke Presiden.

Saat ini diikuti juga dengan kenaikan harga cabai rawit dan cabai keriting. Bahkan cabai rawit ditingkat konsumen mengalami lonjakan harga hingga Rp 120.000.,-. Benar-benar berasa pedasnya harga cabai di masyarakat.

***

Karut marut pemerintahan yang sudah diamanati oleh Rakyat Indonesia dan Tuhan Pencipta Alam sangat sulit dipahami oleh rakyat kecil. Rakyat  selalu  dituntut untuk terus bersabar dan belajar memakluminya serta menerima dengan ikhlas dan tangan terbuka serta “bekerja, bekerja, bekerja”  entah sampai kapan.

Pemerintah butuh rakyat namun jangan sampai rakyat berpersepsi dan merasa tidak membutuhkan pemerintah. Pemerintah seharusnya belajar dari rakyat yang sudah memberikan kesabarannya untuk menjadi warga yang baik dengan membayarnya dengan berbagai kebijakan yang pro mereka juga biar terjadi keseimbangan. Daerah butuh Jakarta dan juga Jakarta sudah barang tentu dan pasti membutuhkan Daerah dalam semangat dan bingkai NKRI sebagaimana konsep otonomi daerah.

Semoga NKRI tetap bisa jaya, terjaga dengan utuh seperti yang diamanatkan oleh para pejuang leluhur kita.

Semangat...Insya Allah Inonesia tetap jaya....

Dan, menarik untuk  kita tunggu hadiah tahun baru yang spesial apalagi yang akan diberikan oleh Pemerintahan Jokowi-JK di dua tahun mendatang (2018-2019).

Salam....dari pinggiran

fikri jamil lubay

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun