By. Fikri Jamil Lubay
“inilah Jember Fashion Festival” begitu lah teriak seorang announcer dari salah satu SMA di Kota Prabumulih ketika menghantarkan anak didiknya bergerak dan berlenggok di acara “pawai pembangunan” yang dihelat dan digelar oleh Pemerintah Kota Prabumulih pada hari Selasa, 18 Oktober 2016 untuk memeriahkan HUT Kota Prabumulih ke-15 tahun.
“Pawai pembangunan” itu menampilkan banyak karya anak Prabumulih dan sepertinya disulap menjadi sebuah ajang pameran busana (fashion) mengandalkan modal dan desain sendiri secara manual dan tradisional.
Banyak para murid dan orang tua berlomba menjadi designer dadakan yang bersaing sehat. Ambot (37) selaku salah satu orang tua murid ketika diwawancarai menyampaikan bahwa “dana yang dihabiskan untuk membuat pakaian replika burung yang mengggunakan bahan batik sampai menghabiskan uang tidak kurang dari Rp. 500.000,00”demikian kata Ambot.
Uang yang cukup besar untuk Ambot yang bekerja sebagai pedagang itu kalau dibelikan beras bisa dapat 5 karung beras dan cukup untuk menghidupi keluarganya sampai dua atau tiga bulan kedepan.
Lain lagi dengan cerita Ibu Misni (42), dia mendandani anaknya kesalon dari pukul 04.00 WIB sebelum sholat subuh dengan harapan anaknya tidak ketinggalan untuk ikut karnaval menyambut dan memeriahkan HUT Kota Prabumulih. “Iya Pak, anak saya sudah dandan dari pukul 04.00 tadi dan sekarang sudah siap disini (bawah Kemang tempat start) dari pukul 05.40 WIB karena mendapat giliran berangkat lebih awal dari yang lain” kata Ibu Misni. Ketika ditanya berapa biaya untuk berhias disalon, bu misni berujar “ 80 ribu Pak”. “saya sendiri yang merancang baju anak saya Pak” sahut bu Misni ketika ditanya siapa yang menyiapkan baju anaknya.
Pak Ambot dan Bu Misni adalah contoh orang-orang yang totailitas, tulus dan ikhlas demi aktualisasi diri anaknya yang kebetulan dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh sang anak yang sangat disayanginya itu. Mereka ingin anaknya tampil berbeda ketika menyambut acara tahunan yang dilaksanakan dan digelar oleh Pemerintah Kota Prabumulih sekali setahun itu.
- Masyarakat Prabumulih itu sangat kreatif dan inovatif. Rerata mereka tidak perlu menyewa penjahit profesional untuk membuat paling tidak design busana yang digunakan untuk kegiatan anaknya berkarnaval.
- Meningkatnya omset tukang jahit dan tukang rias (salon). Tetangga yang tidak jauh dari rumah hampir semalaman tidak tidur memeprsiapkan dan melayani pelanggan yang datang hilir mudik silih berganti dan dilakukannya sampai dengan pukul 09.00 pagi hari. Dia lebih kurang melayani hampir 60 orang pelanggan. Tarifnya Rp 60.000,00 per orang. Nah hitunglah sendiri berapa keuntungannya.
Karnaval yang diikuti oleh seluruh siswa/i SMP/SMA/SMK dan sebagian dari masyarakat umum itu yang berjumlah 78 regu dengan beranggotakan rerata 500 orang peserta andaikata satu kostum ditambah dengan berhias kesalon saja menghabiskan biaya sekitar Rp 200.000,00 maka akan ada uang yang berputar kurang lebih 7,8 milyar. Wow, sebuah angka yang fantastis bukan?. Dan uang itu dipastikan menggerakkan ekonomi rakyat kecil yang luar biasa. Itu baru dari sisi finansial pemenuhan kebutuhan fashion saja. Belum lagi tukang ojek, jual es, rokok, dan lain sebagainya. Benar-benar karnaval yang menyengat dan luar biasa.
Penonton yang berjubel sejak pagi buta menambah sesak jalanan Jenderal Sudirman yang ditutup sejak pukul 05.30 wib. Para Orang tua dan para “kekasih” berdatangan untuk menyaksikan anak dan “calon menantu”-nya serta “calon istri/suami” seperti berlomba untuk menampilkan yang terbaik.
Peserta karnaval juga tidak mau ketinggalan berlenggak-lenggok bak raja dan ratu yang penuh keberanian dan bermental baja walaupun matahari pada hari itu dari pagi sampai dengan sore hari tidak pernah barang sedetik pun sekedar untuk berkedip dan seperti juga tidak mau ketinggalan untuk bersaksi bisu dan mengikuti meriahnya acara karnaval hari itu.