Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kanjeng Dimas dan Akal Sehat yang Tidak Naik Kelas

3 Oktober 2016   11:22 Diperbarui: 3 Oktober 2016   13:48 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia seringkali menjadikan nafsu sebagai panglima dari segalanya. Hal ini tentu saja berakibat pada pengkambing hitaman nafsu yang begitu manipulatif oleh manusia itu sendiri untuk menjadikan mereka  lebih iblis dari iblis itu sendiri.  

Pada hal tidak ada yang salah dengan penciptaan Tuhan atas nafsu. Sesungguhnya dengan nafsu lah kita bersemangat untuk meraih mimpi-mimpi yang positif yang telah dibangun dari awal manusia mengenal pengetahuan.

Nafsu sesungguhnya bisa menjadi pengendali positif akan sebuah perjuangan yang berbatas tegas dengan kemampuan untuk lebih memenuhi sekedar “kebutuhan”  atau “keinginan”.  Nafsu juga lah yang sering menjadi perdebatan dalam kehangatan hidup berkeluarga, bernegara, berbangsa  dan bermasyarakat.

Nafsu yang positif itu sekaligus sangat bisa menjadi energi positif dalam memenuhi kebutuhan yang positif pula. Namun dilain waktu dan kesempatan seperti uraian diatas, manusia menjadikan nafsu sebagai panglima yang menyebabkan manusia sering gelap mata, lupa diri dan keluarga dan bahkan terkadang bisa melupakan kita sebagai manusia sebagai makhluk terhadap Sang Penciptanya.

Manusia sering mengesampingkan akal sehat yang secara sengaja atau pun tidak dapat menggelapkan suasana hati yang mulia. Manusia kehilangan kesantunannya. Manusia lupa bahwa ada Sang Pencipta.

Agama telah mengajarkan kepada ummatnya bahwa untuk memeluk sebuah keyakinan harus lah berdasarkan dan berlandaskan kepada sebuah kata bernama “logika”. Pertanyaannya adalah logika yang mana...? ternyata,  logika itu adalah logika manusia yang mengikuti logika Tuhan-Nya sebagai Sang Pencipta.

Jangan di bolak balik...!!!  Yaitu,  jangan hanya mengandalkan logika manusia saja dan memaksa Tuhan untuk mengikuti logika kita sebagai manusia (makhluk). Kalau dilakukan maka kacau balau lah semuanya. Tidak jelas lagi yang mana hamba dan mana Sang Pencipta.

Sebagai ummat manusia (‘abdi) tidak perlu susah dan frustasi,  sesungguhnya tuntunannya sudah lengkap, final, jelas dan mengikat yaitu kembali saja ke kitab-Nya serta Sunnnah Rosul-Nya untuk menemukan jalan terang dari akal sehat yang telah gelap dan luntur itu. Amiin YRA.

Wassalam,

Fikri Jamil Lubay

Logo Kompal Milik ADMIN
Logo Kompal Milik ADMIN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun