Teman Ahok memang sempat digoyang dan sempat goyah. Mungkin kah ini yang membuat Ahok ragu maju melalui jalur independen dengan KTP warga jakarta yang sudah terkumpul dan hampir bisa dipastikan memilihnya. Atau, Teman Ahok tidak cukup berhasil dan tidak beruntung meyakinkan seorang Ahok yang keras kepala itu. Kalau begitu berarti Teman Ahok yang masih (belum) memiliki integritas dimata Ahok..? Sehingga tidak (bisa) cukup dipercaya oleh Ahok untuk mendukung Ahok menuju Jakarta satu.
Semua kemungkinan bisa terjadi, namun pilihan sudah dipilih oleh Ahok sendiri sebagai nakhoda Jakarta saat ini. Satu yang pasti bahwa Ahok yang saat ini telah didukung secara (gratis) oleh Partai Nasdem, Hanura dan Golkar serta kemungkinan partai lain yang “lebih berkelas” telah memberikan banyak pembelajaran kepada anak bangsa bahwa pemimpin berintegritas sulit dicari. Kelanggengan atas sebuah kekuasaan lebih enak dan memabukkan dibandingkan kesetiaan terhadap sebuah persahabatan.
Benar lah juga bahwa didalam politik tidak ada teman dan musuh abadi. Adagium itu benar-benar dijiwai oleh si Ahok sang Gubernur emosional dan kontroversial. Suka atau tidak suka “temannya” sudah dikebiri oleh putusan final Ahok yang mengejutkan diakhir Juli yang telah lama dinanti oleh teman-temannya terutama para kompasianer yang mulai membolak-balik tulisan masing-masing betapa seorang Ahok sungguh sangat sulit dipercaya lisan dan perbuatannya.
Sang tokoh perubahan Jakarta itu sedang menuai buih dilautan luas. Karena faktanya adalah yang memilih bukan lah partai pendukung Ahok namun pemilik suara sah warga Jakarta.
Selamat berkompetisi. Salam dari kami yang tidak memilih Ahok, karena kami tidak memiliki suara dan kami bukan warga Jakarta.
Prabumulih, Akhir Juli 2016
**salamhangat**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H