By. Fikri jamil lubay
Masih ingat dengan republik mimpi....? yang acaranya sempat sangat ngetop dan populer kurang lebih 5 (lima) – 10 (sepuluh) tahun silam. Acara yang digawangi banyak tokoh nge-top dan nge-pop seperti ahli komunikasi Effendi Gazali, Ucup Kelik-Jarwo Kwat, Mega-Karti, Gus Pur dan lain-lain yang bertugas mem-parodikan rangkaian kehidupan bernegara yang kocak, guyonis, “keliru” dan lain-lain.
Parodi republik mimpi sering kali menyajikan sebuah fakta yang dikemas parodi imajinatif dalam suatu “mimpi” yang sesungguhnya nyata adanya. Bahasa “mimpi” yang menjadikannya seperti energi palsu seringkali menjadi bahan “caci maki” yang “bermartabat”. Buktinya sang “tokoh palsu” sering sekali diundang secara “resmi” dan dicari oleh “tokoh asli”-nya.
Itu yang terjadi di “Republik Mimpi”...? nah...bagaimana ceritanya kalau semua itu betul-betul terjadi di “Republik Palsu”...? maka semua kepalsuan itu akan menjadi masalah. Karena ternyata “mimpi” dan “palsu” itu sangat lah berbeda.
Dua sisi mata uang antara “mimpi” dan “palsu” seringkali dijadikan senjata. Namun sadarkan kita bahwa kalo kita bisa bermimpi mau juga juga di-palsu-in...?
Kalo Republik Mimpi mengambil sebuah model negara mimpi, maka sepertinya kita tidak bisa demikian memandang “Republik Palsu”. Boleh kah juga kita langsung menunjuk hidung bahwa “republik palsu” itu adalah Republik Indonesia tempat kita berdiam diri saat ini....?
Ekstrimis, tidak nasionalis, hujatan dan seterusnya, dan seterusnya harus siap diterima di “negeri kompasiana” negerinya para kompasianer. Namun sepertinya para kompasianer jangan marah dulu... coba lihat apa yang tidak bisa dipalsukan di negeri ini...?
Ijazah palsu yang berujung dengan gelar palsu bahkan tidak hanya terjadi dengan tamatan dalam negeri saja tetapi juga terjadi dengan “tamatan” yang tidak tamat di luar negeri. Seperti kejadian yang baru terjadi dan menimpa salah satu oknum lulusan universitas terkenal di Kota Malang Jawa Timur. Kalau sudah ijazah palsu, gelar palsu, pekerjaan dan efek domino selanjutnya jangan dikatakan lagi sudah barang tentu “palsu”.
Salah satu yang bisa disimak yaitu berita pada tanggal 22 Nopember 2015, liputan6.com. Berita itu menyebutkan bahwa tidak hanya ijazah palsu tetapi juga surat nikah palsu pun ditemukan dipasar pramuka Jakarta
Saat ini Polisi sedang sering mengungkap keberadaan dan peredaran “Uang Palsu” bahkan melibatkan oknum aparat. Peredaran “uang palsu” di bumi pertiwi ini semakin hari semakin mengkhawatrikan terutama menjelang proses pemilihan kepala daerah. Money politics menjadi tontonan dan tuntunan gratis yang manipulatif untuk memilih calon kepala daerah. Hasil akhirnya adalah akan mengakibatkan kepala daerah terpilih yang palsu juga. Kepala daerah terpilih menjalankan kebijakan yang palsu dan rakyat pun jadi tertipu gegara “uang palsu”.
Tanggal 10 Juni 2016, okezone.com kembali melaporkan bahwa BI telah mengamankan 1.143 lembar uang palsu. Dan, pada tanggal 4 Juni 2016, yang lalu harian terbit juga melaporkan sebuah berita yang bertajuk “waspada peredaran uang palsu meningkat”.