Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menghidupkan (Kembali) Nanas Prabumulih

24 Juli 2016   19:19 Diperbarui: 26 Juli 2016   10:25 1404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wali Kota Prabumulih (Ir. H. Ridho Yahya, MM) di kebun nanas (Sumber Foto. Dokpri).

Nanas bisa juga menggerakkan perekonomian masyarakat Kota Prabumulih. Anjloknya tanaman pokok populer dimasyarakat Kota Prabumulih selama ini yaitu karet dan sawit yang menjadi komoditas andalan petani Prabumulih merupakan port the entry (pintu masuk) untuk mengalihkan masyarakat ke alternatif tanaman lain terutama buah nanas.

Ketika berbicara dan menjadikan nanas sebagai kepentingan bisnis dan ekonomi, maka yang perlu dibicarakan adalah mekanisme atau hukum supply dan demand. Selalu jamak disebut bahwa bila demand besar dan suplly sedikit maka sudah barang tentu harganya akan naik dan sebaliknya. Hukum itu tentu tidak perlu dibaca secara otomatis. Namun perlu direnungkan dan dikaji lebih lanjut.

Ambil contoh, ketika kebijakan Presiden Jokowi untuk menurunkan harga daging maka Beliau langsung membuka kran daging impor untuk menutupi kebutuhan masyarakat yang banyak akan permintaan daging menjelang lebaran. “Apa yang terjadi..?” Yang terjadi adalah harga daging tetap tidak mau turun diatas Rp 120.000,00 bahkan lebih.

Pertanyaan mendasarnya adalah “mengapa bisa terjadi...?” ternyata jawaban dilapangan cukup ringkas. Daging yang diimpor itu adalah daging beku. Sementara rakyat butuh daging lokal. Dengan demikian tidak ditemukan kesesuaian antara demand dan suplly.

Karena itu, bila Prabumulih mau menghidupkan (kembali) nanas yang berimpilikasi terhadap kepentingan bisnis dan ekonomi maka perlu bertanya dulu kepada pihak industrinya dan masyarakat (calon) pembeli nanas Prabumulih. Saya tidak pernah membayangkan pilihan “oke” terhadap jawaban atas nanas Prabumulih. Karena solusi setelah itu sangat lah mudah.

Namun, saya lebih baik membayangkan, bila ternyata jawabannya “tidak” terhadap pengembangan nanas Prabumulih, maka yang harus dilakukan adalah kajian lanjutannya dengan berbagai alternatif dan harus dilakukan segera tapi tidak boleh tergesa-gesa. Kemungkinan, salah satu alternatif yang bisa penulis tawarkan adalah menanam nanas “berjenis kelamin” tidak hanya Prabumulih namun menanam nanas yang dibutuhkan dan bisa diserap oleh pasar.

NANAS UNTUK KEPENTINGAN BISNIS DAN EKONOMI SEKALIGUS PLASMA NUTFAH

Tujuan yang ketiga ini mungkin bisa menjadi mediasi sekaligus jembatan (bridging) menuju lestarinya kekayaan hayati Prabumulih sekaligus mampu menghidupi para petani nanas yang ada di Prabumulih.

Lahan yang 150 hektar yang akan ditanam itu merupakan investasi negara yang sangat besar dan potensial serta bisa menjadi modal yang luar biasa bila dikelola secara ekonomi oleh masyarakat bersama pemerintah. Sangat perlu dilakukan peng-cluster-an (pengelompokan) antara pelaku plasma nutfah dan pelaku untuk kepentingan bisnis dan ekonomi.

Dikotomi terhadap hal itu perlu dilakukan dalam waktu yang seiring  dan sejalan serta simultan agar kegiatan menghidupkan (kembali) nanas Prabumulih dengan varietas aslinya bisa dilakukan serentak dan fokus terhadap peran dan fungsi masing-masing.

Tim Prabumulih di PT. GGP Lampung Tengah. Foto Dokpri
Tim Prabumulih di PT. GGP Lampung Tengah. Foto Dokpri
Tim Prabumulih sedang serius mendengarkan paparan external manager PT. GGP. Foto Dokpri
Tim Prabumulih sedang serius mendengarkan paparan external manager PT. GGP. Foto Dokpri
Rujukan terhadap penanaman dan pabrikasi nanas di berbagai tempat seperti di Provinsi  Lampung sangat bisa memperkaya referensi dan hazanah pengembangan nanas Prabumulih. Pertanyaan terakhirnya yang cukup serius adalah :
  • Prabumulih mau menghidupkan (kembali)“Nanas Prabumulih”...?, atau
  • Prabumulih mau menghidupkan (kembali)“Prabumulih Kota Nanas”...?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun