Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berharap Tito Mengganti Slot Polisi Tidur

13 Juli 2016   18:52 Diperbarui: 13 Juli 2016   21:38 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Polisi Tidur. Iya apa urusannya dengan Tito Karnavian Calon Kapolri (eiiit... Hari ini, Rabu siang, tepatnya pukul 14.00 WIB, 13 Juli 2016 di Istana Negara, Beliau sudah dilantik jadi Kapolri menggantikan Jenderal Badrodin Haiti). 

Menurut wikipedia.org, polisi tidur atau disebut juga sebagai alat pembatas kecepatan adalah bagian jalan yang ditinggikan berupa tambahan aspal atau semen yang dipasang melintang di jalan untuk pertanda memperlambat laju/ kecepatan kendaraan.

Polisi tidur dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan bagi pengguna jalan. Ketingginya diatur dan apabila melalui jalan yang akan dilengkapi dengan rambu-rambu pemberitahuan terlebih dahulu mengenai adanya polisi tidur, khususnya pada malam hari. Maka polisi tidur harus dilengkapi dengan marka jalan dengan garis serong berwarna putih atau kuning yang kontras sebagai pertanda.

Sedangkan menurut kamusbahasaindonesia.org, polisi tidur merupakan bagian permukaan jalan yang ditinggikan secara melintang untuk menghambat laju kendaraan.

Bangsa Indonesia beruntung pernah memiliki seorang ulama sekaligus presiden sekaliber KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Ia sering sekali membuat lelucon segar dalam memperbaiki dunia yang sistematikanya dianggap “bobrok” dan menurutnya sulit dijamah oleh tangan-tangan jujur. Dengan guyonannya yang segar pernah bilang bahwa ada tiga polisi yang masih jujur yaitu (1) Polisi Tidur; (2) Patung Polisi; (3) Polisi Hoegeng.

Saking sulitnya mencari figur seorang polisi yang jujur itu lah maka sampai sekarang “guyonan” ala Gus Dur itu masih mewarnai warung kopi ketika berbincang-bincang dengan topik kaus coklat bernama “polisi”. Ketika Presiden Jokowi menunjuk dan menentukan pilihan terhadap “polisi muda” yang masih “junior” bernama Tito Karnavian anak Tangga Buntung, Palembang, Sumatera Selatan, pembicaraan tentang polisi jujur itu pun semakin menggila dan semakin menghangat.

Dengan tidak menampik bahwa saat ini masih banyak polisi yang jujur, berkelas dan berhati “Hoegeng”, namun kehadiran seorang Kapolri dan seorang Jenderal bernama Tito Karnavian memberikan harapan kepada masyarakat Indonesia yang setinggi langit, seluas samudera dan segudang emas serta membuncah dalam suatu euforia terhadap kerinduan akan seorang polisi jujur, pengabdi, pelindung dan pengayom masyarakat.

Juga bukan rahasia lagi parahnya oknum anggota polisi yang memiliki rekening gendut sebagaimana melibatkan Aiptu Labora Sitorus seorang Bintara Polri, bahkan tempo.co pernah menginvestigasi rekening gendut para perwira tinggi berlabel bintang di tubuh Polri.

Investigasi tempo itu bisa dibaca, judulnya: Inilah Polisi yang Disebut Memiliki Rekening Gendut.

Guyonan ala Gus Dur itu juga boleh masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan bagi para aparat berkesatuan Polri. Namun rakyat sulit lupa dengan situasi itu. Terus, apa hubungannya dengan Tito Karnavian?

Seharusnya guyonan Gus Dur itu saat ini relevan untuk dilakukan melalui “dialog imajiner” dengan Beliau di alam sana. Kalaulah itu bisa dilakukan, mintakan kepada Almarhum untuk menambah saja menjadi empat polisi yang jujur itu, yaitu polisi tidur, patung polisi, polisi Hoegeng dan Insya allah Tito Karnavian. Kan tidak rumit.....?

Namun, Bang Tito Karnavian... saat ini, sesungguhnya polisi tidur pun tidak lagi jujur seperti tujuannya dulu. Polisi tidur saat ini juga sudah pongah, karena banyak dibuat tidak sesuai dengan ukuran dan dibuat terkadang terlalu sangat tinggi di perkampungan.

“Polisi tidur” sudah banyak menyebabkan motor jungkir balik, hidung pengendara bengor, knalpot mobil pada copot, bemper mobil rusak dan lain-lain. Polisi tidur tidak bisa lagi menjadi penghambat dan penyelamat berkendaraan. Polisi tidur sudah keluar dari khittah-nya sebagai penyelamat pengendara dan pejalan kaki.

Polisi tidur sekarang sulit sekali ditemukan petunjuknya (tanda) bahwa disitu ada polisi tidur. Jarang sekali polisi tidur berwarna putih, apalagi yang berwarna kuning. Saat ini banyak sekali polisi tidur yang “menyamar” seperti bunglon. Kalau di atas aspal berwarna hitam pekat, maka polisi tidur akan berwarna hitam. Dan, bila di atas beton, maka polisi tidur pun akan mengikuti warna beton itu. Benar-benar polisi tidur tidak bisa diharapkan lagi.

Polisi tidur tidak lagi bersahabat, polisi tidur sudah kehilangan manfaatnya mengikuti nurani ummat. Polisi tidur bahkan sering menjadi horor dan menakutkan bagi sebagian orang.

Membandingkan serta menyandingkan Tito Karnavian dengan Jenderal Hoegeng pun mungkin juga terlalu prematur dan tidak adil. Karena waktu bertugas (masa dinas) Tito masih cukup panjang dan di zaman yang berbeda. Mungkin dianggap keterlaluan juga kami berharap banyak pada Bapak selaku Kapolri. Tapi kalau tidak kepada Bapak kepada siapa lagi, dan kalau tidak sekarang kapan lagi masyarakat berharap banyak pada institusi POLRI.

Saya telah menuangkannya ditulisan sebelumnya di kompasiana yang berjudul “Tito Tuhan pun diprotes Hamba-Nya" sebagai sebuah harapan dan motivasi Bapak dari kami anak-anak muda di Palembang yang sudah pasti kebanggaannya berlipat punya Putra Palembang seperti Bapak.

Karena itu Bang Tito Karnavian musnahkan saja polisi tidurnya dan ambillah slot-nya untuk Anda, sang Jenderal tempatnya lebih dari 250 juta rakyat Indonesia menggantungkan harapan.

Semoga bermanfaat..

Prabumulih, 13 Juli 2016
Fikri Jamil Lubay

logo kompal milik admin
logo kompal milik admin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun