By. Fikri Jamil Lubay
Dua hari terakhir, masyarakat Sumatera Selatan khususnya Kota Prabumulih dihebohkan oleh sosok mantan Kabareskrim, Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji yang sepertinya sengaja lewat dan “bermukim sementara” di jalan lingkar Kota Prabumulih untuk menunjukkan ke-”peduli”-annya.
Tribunnews.com (Senin, 13 Juni 2016) menyitir pernyataan Susno Duadji yang mengunggahnya melalui laman facebook-nya Susno Duadji dan Susno Duadji kedua. Susno Duadji merupakan pria asli Sumatera Selatan yang berasal dari Kota Pagar Alam. Beliau lahir pada tanggal 1 Juli 1954.
Susno Duadji menulis derita sopir angkutan batubara, kayu dan angkutan lain yang terpaksa menginap berhari-hari di ruas Jalan Lingkar Timur Prabumulih akibat kerusakan parah di jalan yang belum lama beralih status menjadi jalan negara itu.
Tribunnews.com juga dalam reportasenya menyampaikan bahwa didalam akun facebook itu juga Susno Duadji meng-upload empat foto, masing-masing foto dirinya bersama para sopir, ratusan sopir yang antre macet, jalan rusak dan foto dirinya memegang kayu menunjukkan kerusakan jalan melebihi lebar kayu, serta foto dirinya saat meninjau jalan lingkar timurPrabumulih yang rusak parah serta antrean panjang mobil-mobil truk yang didominasi truk angkutan batubara dan truk angkutan kayu bahan baku sebuah pabrik kertas.
Selain itu mantan orang nomor satu di Bareskrim Mabes Polri ini membuat tulisan itu dengan judul Adakah Yang Bertanggungjawab! "Prabumulih. 'Sudah empat malam kami nunggu di sini pak, sampai hari ini mobil kami dak pacak (tidak bisa) lewat, saro (sengsara) kami, pak!'
Tribunnews.com melanjutkan bahwa Demikian sepotong keluhan yang disampaikan sopir dan kernet kendaraan angkutan barang yang berhenti berjejer di sepanjang jalan baik yang menuju arah Palembang maupun yang dari Palembang, semua terhenti karena jalan raya lingkar kota Prabumulih rusak parah, sopir truk tidak berani melintas karena takut akan keselamatan jiwa dan kendaraannya terancam," tulis Susno di akun facebooknya.
"Ada juga sopir yang mengeluh, ,,,pak uang bekal perjalanan kami untuk dua hari, kami pakai untuk empat hari, habis dan kurang, terus apa yang dapat kami berikan untuk menghidupi anak dan isteri di rumah,,, belum pikir bayar hutang pak!," lanjutnya.
Selanjutnya Susno Duadji menjelaskan, kernet, sopir, pemilik truk mereka adalah rakyat kecil, penggerak arus barang dan jasa. Operasi mereka terhenti berarti arus perekonomian macet, tentu akan menimbulkan berbagai dampak negatif di bidang perekonomian.
Okay.., kita coba bedah sedikit saja (mohon maaf) kalau tidak pas (penulis tidak terbiasa berbasa-basi) karena berita ini dicoba dibuat seimbang. Penulis dengan rasa cinta terhadap Kota Prabumulih pernah menulis tiga kali di Kompasiana terkait dengan kerusakan lingkungan dan kerusakan penyertanya akibat penambangan batubara. Tulisan tersebut yaitu :
- Prabumulih Kota Pungli
- Prabumulih, Kota yang Menolak Eksploitasi Tambang Batubara
- Moratorium Tambang untuk Kehidupan
Ketiga tulisan itu menceritakan bagaimana akibatnya bila sebuah Kota kecil seperti Kota Prabumulih yang memiliki kandungan batubara yang banyak kalau diekploitasi. Sekaligus pada tulisan itu juga diceritakan Kota Prabumulih yang membangun Jalan Lingkar Timur yang seperti digambarkan oleh Susno Duadji dilamannya. Bapak juga tidak perlu bertanya dan meragukan keseriusan Pemerintah Kota Prabumulih membangun Kotanya.
Yang perlu Bapak Susno Duadji ingat bahwa “jalan lingkar timur Kota Prabumulih itu bukan dibangun oleh pengusaha batubara dan yang punya angkutan log kayu”.
Jalan Lingkar Timur itu dibangun dengan susah payah menggunakan APBD Kota Prabumulih dan sebelum dilewati angkutan batubara dan log kayu, jalan lingkar timur itu merupakan jalan primadona rakyat yang sangat mulus.
Karena itu Pak Susno Duadji, penulis mau bertanya... :
- Apakah Bapak juga bertanya kepada para sopir itu dimana nuraninya saat merusak jalan lingkar timur...?
- Apakah Bapak memiliki data bahwa batubara menggerakkan perekonomian masyarakat? Kalau iya apakah batubara lebih banyak manfaatnya dibanding mudorratnya..?
- Apakah Bapak pernah membuka atau membaca koran, berapa banyak korban manusia yang berjatuhan karena angkutan batubara dan log kayu yang ugal-ugalan...?
- Terpikirkan juga tidak didalam nurani Bapak para keluarga korban kecelakaan akibat angkutan batubara yang dtinggalkan oleh orang yang dicintai mereka...?
Prabumulih hanya kebagian debu berpenyakit dan berbahan batubara yang beterbangan kalau musim kemarau dan kerusakan jalan yang parah dimusim hujan. Macet parah dijalan lingkar tidak usah ditanya lagi.
Fakta lain adalah ternyata eksploitasi batubara terbukti tidak linier dalam menyejahterakan masyarakat, terutama dalam jangka waktu yang panjang. Khususnya masyarakat terdampak di Sumatera Selatan akibat adanya tambang batubara.
Hal ini bisa dilihat dari angka kemiskinan didaerah tersebut. Justru angka kemiskinan didaerah (kabupaten) tersebut semakin tahun semakin meningkat dan mereka menjadi penyumbang sulit turunnya angka kemiskinan di Provinsi Sumatera Selatan.
Disalah satu kabupaten di Sumatera Selatan yang sangat gencar mengeksploitasi batubara saat ini (data BPS terakhir tahun 2014) bahkan menduduki peringkat tertinggi (pertama) prosentase angka kemiskinannya di Sumatera Selatan (Kabupatennya tidak usah disebutkan) sebesar 18,02 % dibandingkan dengan kemiskinan Provinsi Sumatera Selatan sebesar 13,32 %.
Bandingkan dengan Kota Prabumulih yang hanya 10,86% yang tidak mengeksloitasi batubara. Masyarakat terdampak sering sekali gembira karena lahannya yang berisi tanaman karet dan lainnya terkena lokasi tambang batubara dengan ganti rugi yang mereka anggap besar.
Para petani yang dahulunya adalah petani produktif itu harus kehilangan lahannya untuk mencari nafkah. Uang hasil ganti rugi lahan tersebut mereka belikan rumah, mobil dan hal-hal yang konsumtif lainnya. Akibatnya bisa dibayangkan 10 – 20 tahun lagi mereka menjadi “pengemis” dirumahnya sendiri.
Tapi mungkin Bapak Susno Duadji sudah baca berita di laman banyuasin.online yang berjudul Air Limbah PT DRP Milik Susno Duadji Mencemari Kebun Warga dan Sungai.
Dikutip dari banyuasin.online, Miguensyah (Ketua Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Lahat) menjelaskan bahwa PT Dian Rana Petrojasa (DRP) adalah salah satu perusahaan tambang batubara milik Komjen Pol Susno Duadji.
Miguensyah menjelaskan, tumpukan disposal dari PT. DRP mengalami longsor. Akibatnya air limbah disposal mengalir dan masuk ke pinggir kebun Pak Mailan. Di kebun Pak Mailan ditanami tanaman karet. Akibat air limbah batubara masuk ke pinggir kebun Pak Mailan maka sejumlah karet Pak Mailan banyak yang mati.
Disamping itu juga, hasil uji sampel yang dilakukan Badan Lingkungan Hidup Pemkab Lahat telah membuktikan kadar asam sungai kecil diseputaran kebun Pak Mailan nya antara 3,5 hingga 3,8 pH.
Foto ini juga mungkin masih segar dalam ingatan Bapak Susno Duadji (Mohon maaf, biar tidak ada dusta diantara semua Pak Susno) untuk mengingatkan semua.
Rujukan :
http://banyuasinonline.com/air-limbah-pt-drp-milik-susno-duadji-mencemari-kebun-warga-dan-sungai/)
http://palembang.tribunnews.com/2016/06/13/susno-duadji-soroti-jalan-lingkar-prabumulih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H