Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nestapa di Hari Pendidikan Nasional

4 Mei 2016   13:27 Diperbarui: 4 Mei 2016   13:37 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ternyata... betapa pun itu tetap terjadi juga “duka dan sekaligus nestapa” di hari pendidikan nasional tahun ini. Membaca berita headline dibeberapa media baik online maupun cetak, baik nasional maupun lokal, baik media yang populer maupun tidak, semua menulis dengan besar sebuah topik berita “MAHASISWA UMSU MENGHABISI DOSENNYA DI TOILET”, dan disaat yang bersamaan juga “SEORANG MAHASISWI TEWAS MENGENASKAN DISALAH SATU TOILET DIKAMPUS TERKENAL DI JOGJA”.

Tempo.co, Senin 2 Mei 2016 menyebutkan bahwa Roymardo Sah Siregar, merupakan  mahasiswa semester akhir FKIP UMSU yang melakukan pembunuhan keji terhadap dosennya sendiri Nur Ain Lubis. Nur Ain Lubis merupakan Dosen di Fakultas “Keguruan” dan “Ilmu Pendidikan” (FKIP) UMSU Medan. Sedangkan Roymardo Sah Siregar adalah calon guru PKN. Ingat bahwa PKN itu lah nanti yang akan mengajarkan budi pekerti, karakter, mental, wawasan kebangsaan, toleransi dan lain-lain.

nestapa-1-572995d8b47a61ea07a77f6f.jpg
nestapa-1-572995d8b47a61ea07a77f6f.jpg
ilustrasi : medanketemuberita.com dan okeku.com

Pertanyaannya adalah mengapa harus Dosen dan mengapa juga harus mahasiswa yang “dibunuh”..? mengapa juga harus di toilet...?. Mereka semua mati sia-sia.  “apa yang salah dengan sistem pendidikan kita..?” dan siapa yang salah...?.

Mana jargon “semua murid, semua guru... Mr. Anies? Oh iya pada lupa...Mr. Anies kan bukan Menristek Dikti.... hehe... (mohon maaf...).

Namun,  menilik pernyataan Menteri Anies Baswedan “semua murid, semua guru”, maka tidak perlu dicari lagi siapa yang salah dan siapa yang benar. Kasus Pidana terus sajalah bergulir dan para pelaku harus dihukum sesuai dengan perbuatannya. Namun yang terpenting apa yang harus dilakukan setelah itu...? apa yang harus dibenahi...? dan yang terpenting juga adalah Hari Pendidikan Nasional itu Merefleksikan apa...?

Gaung HARDIKNAS yang tahun ini dirancang sedemikian rupa dengan harapan tidak melupakan momen yang terjadi sebagai sebuah sejarah. Sayang sejarah itu tidak pernah difikirkan matang atau bahkan cenderung kelam. Sepertinya HARDIKNAS dari tahun ke tahun hanyalah menjadi acara seremonial  saja dan terkesan melepas kewajiban prototipe saja. Kewajiban “ragawi” yang tidak menyentuh akar persoalannya yaitu “kualitas manusianya”.

Disisi lain, penerapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang selalu naik dan terasa amat mahal terutama diperguruan tinggi terkemuka menjadi masalah tersendiri. Pendidikan menjadi mahal dan menjadi tidak linier dengan pengembangan pengajaran dan pendidikan yang berbasis budaya yang mengutamakan nilai-nilai etika dan moralitas. Seharusnya inilah yang menjadi akar revolusi mental yang pada saat ini sepertinya terkesan hanya sebagai basa-basi politik saja.

Pendidikan murah menjadi naif. Institusi pendidikan terhormat hanya menjadi milik kalangan tertentu dan berduit saja. Kalau pun ada orang miskin yang berhasil menembus dan mengaksesnya, tentu kalau mau jujur tidak lebih dari 10 persen dari jumlah mahasiswa. Angka yang hampir sepuluh persen itu lah yang selama ini dihembuskan dan di blow-up serta dibesar-besarkan sebagai keberpihakan negara terhadap pengembangan pendidikan dan pengajaran bermutu kalau tidak mau dibilang pencitraan.

Nggak percaya, coba lihat dan tanya berapa biaya total mau jadi dokter umum apalagi dokter spesialis...?  Angkanya pasti ratusan juta atau bahkan malah milyaran rupiah harus disiapkan hanya untuk mendidik anak negeri menjadi dokter.  Akibatnya bisa dibayangkan, setelah mereka lulus, nuraninya pasti terketuk untuk mengembalikan uang kuliahnya dulu. 

Biaya berobat semakin mahal, siapa bilang semakin murah dan terjangkau.  Rakyat miskin yang mendapatkan asuransi melalui BPJS pun hanya mendapatkan pelayanan basa-basi juga. Masalah pelayanan kesehatan menjadi menumpuk. Dimana sumber utamanya..? jawabannya berpangkal dan bermula dari “institusi pendidikan”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun