Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menakar Kesetiaan Politik Teman Ahok

11 Maret 2016   07:48 Diperbarui: 11 Maret 2016   08:11 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber ilustrasi : temanahok.com

Oleh : Fikri Jamil Lubay

Sebentar lagi di bulan April 2016 akan menjadi titik awal dimulainya tahapan Pilkada Gubernur DKI Jakarta. Nama-nama yang selama ini santer disebut untuk menjadi Bakal Calon Gubernur akan segera menjadi Calon Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang levelnya sama dengan Menteri namun dipilih langsung oleh rakyat. Rakyat Jakarta akan memulai pesta hangat demokrasi ala Indonesia Mini karena Jakarta bisa disebut sebagai barometernya perpolitikan dan keberdemokrasian ala Indonesia.

Ahok Alias Basuki Cahaya Purnama akhir-akhir ini menjadi fenomena sendiri dan sungguh bisa menjadi laboratorium pembelajaran politik yang kekinian. Keberaniannya meng-”gertak” partai sekelas PDI Perjuangan menjadi buah bibir betapa kita sebagai masyarakat awam disuguhi sesuatu yang baru. Ahok yang sesungguhnya sudah menjadi “media darling” sekarang sepertinya menjadi “media genik” karena kemampuannya mengolah komunikasi sesuai dengan “gayanya”. Kasus-kasus seperti Kalijodo, Sumber waras dan terakhir tentu bungkus kabel tak bertuan yang menyumbat selokan raksasa diseputaran Istana Merdeka juga menjadikan Ahok adalah pilihan utama warga Jakarta tanpa perlu berkampanye berlebihan untuk menjadi Gubernur Ibukota.

Fenomena masyarakat Jakarta sepertinya mewakili kebanyakan masyarakat Indonesia untuk menjadikan Ahok sebagai Gubernur Ibukota. Entah apa hubungannya dengan mereka tapi sepertinya semuanya (masyarakat Indonesia)  serentak berdo’a agar Ahok tetap dapat dipilih dan memimpin Jakarta kedepan. Beberapa survey menempatkan Ahok dengan tingkat popularitas dan elektabilitasnya lebih dari 70% yang semakin mengindikasikan bahwa Ahok kalau dilakukan pemilihan hari ini maka dapat dipastikan tetap memimpin Jakarta. Walaupun hasil survey dari beberapa lembaga survey ternama itu dibantah oleh banyak tokoh termasuk sang aktifis Ratna Sarumpaet.

Keberanian Ahok berseberangan dengan banyak tokoh Jakarta dan keberaniannya menolak pinangan beberapa partai politik (terkhusus PDI Perjuangan)  dan berencana maju melalui jalur independen yang dikemas dan disiapkan oleh “Teman Ahok” di Pilkada Jakarta akan memberikan warna yang akan terasa berbeda. 

Kita pernah diberi pelajaran berharga, khususnya masyarakat di Sumatera Selatan ketika pilkada sebelumnya yang menjadikan Alex Noerdin menjadi  Gubernur Sumatera Selatan dengan membentuk “relawan ungu” dan berhasil menjadikan Alex sebagai Gubernur yang hanya berselisih 1 (satu) persen suara dari Gubernur Incumbent Ir. H. Syahrial Oesman-Helmy Yahya,  namun Alex tidak menjadikan “relawan ungu” sebagai kendaraan jalur indpenden untuk maju menjadi calon Gubernur dan tetap menjadikan partai politik sebagai kendaraan resmi.

Masih segar juga dalam ingatan di Pilkada Sumatera Selatan tahun 2013 yang lalu,  semua masyarakat Sumatera Selatan pasti tidak asing dengan “Sahabat Deru” yang digagas oleh para pentolan Ormas Nasional Demokrat (NASDEM). “Sahabat Deru” begitu mem-booming dan begitu dikenal serta sangat populer  namun terbukti gagal menghantarkan pasangan Herman Deru-Mephilinda yang juga menggunakan kendaraan Partai Politik menjadi Gubernur Sumatera Selatan menggeser Alex Noerdin setelah bertarung sengit sampai ke tahapan Pemilihan Ulang dibeberapa TPS di lima Kabupaten/Kota.

Teman Ahok yang digawangi oleh anak-anak muda Jakarta menjadikan Ahok dengan gagah berani seperti “orang sakti” (meminjam istilah Prof. Yusril) yang mampu mengumpulkan ratusan ribu KTP penduduk Jakarta dalam waktu singkat. Info dari wabsite temanahok.com sampai dengan hari ini Kamis, 10 Maret 2016 telah terkumpul 781.472 KTP dari target 1 juta KTP. Pengakuan mengejutkan ternyata awalnya mereka tidak dimobilisasi oleh Ahok secara langsung melainkan inisiatif sendiri dari mereka yang tergabung dana menamakan diri mereka “Teman Ahok”. Mereka katanya secara sukarela datang dan terjun ke masyarakat DKI mengumpulkan KTP warga Jakarta yang sekarang sudah melebihi kuota yang ditetapkan untuk mengusung Ahok maju sebagai kandidat Calon Gubernur dari jalur independen. Ini tentu berbeda, ketika Alex Noerdin dengan “Relawan Ungu” dan Deru dengan “Sahabat Deru” yang tetap diusung oleh Partai Politik. Mereka menjadikan relawan ungu dan sahabat deru sebagai instrumen untuk menambahkan kedekatan calon dengan masyarakat dan sengaja dimobilisasi untuk menggerakkan massa ke calon kandidat yang didukung. Dan Kandidat berperan penting dengan keberlangsungan hidup “organisasi” itu. Popularitas kandidat yang didukung pun meningkat seiring dengan seringnya disebut  “relawan ungu” dan “sahabat deru”.

Tentu saja ini berbeda dengan “teman Ahok”.  Mereka katanya menghidupi sendiri organisasinya dan mereka tidak akan datang ke Ahok kalau syarat KTP yang terkumpul belum terpenuhi. Ini sesuatu trend baru dan luar biasa dikancah perpolitikan nasional. Sehingga untuk mengkalkulasi kemenangan Ahok membikin gentar para calon lawan tandingnya di Pilkada Jakarta. Lawan tanding Ahok seperti kesulitan mencari celah untuk menurunkan popularitas dan elektabilitas Ahok. Bahkan beberapa kandidit terkesan panik sampai harus menggunaan cara-cara hitam alias tidak terpuji untuk mencoba peruntungan di pilkada DKI.

Namun, buat Ahok jangan lupa kesetiaan individu yang sepertinya terorganisasi dengan baik sangat rentan dengan penggembosan. Disini kesetiaan mereka yang para anak muda ini diuji integritas, kerja keras dan loyalitasnya.

Ahok yang berencana murni menggunakan jalur independen dan tidak melalui jalur partai politik sangat rentan digulingkan sebelum pertandingan. Bahkan untuk masuk babak penyisihan pun sangat mungkin untuk digagalkan. Simpul-simpul didalam “teman Ahok” pasti akan coba digoda oleh banyak kepentingan dan rayuan maut ala Jakarta. Para “pengusaha hitam” tidak akan tinggal diam. Birokrat yang sebelumnya biasa hidup diunia nyaman juga pasti akan mencari celah dalam untuk manjatuhkan Ahok dan mengembalikan kepada “status quo”. “Politisi hitam” di legistalitif sudah lama tidak nyaman dengan Ahok terutama cara dan gaya komunikasi Ahok. Seabrek kelemahan Ahok dan para khawasik-nya (pembisik), orang-orang yang ada diseputaran Ahok tentu akan menjadi pisau tajam yang bisa menyayat dan menohok Ahok sendiri.

Pengalaman disatu tempat ini mungkin bisa menjadi acuan (mohon maaf tidak bisa menyebutkan nama daerahnya) yaitu pada tahun 2010 saat akan dilangsungkan Pilkada disuatu tempat disalah satu Kabupaten di Sumatera Selatan. Waktu itu beberapa orang ditugaskan untuk membuat survey internal sebagai bahan analisa incumbent salah satu kandidat calon Bupati. Beberapa kandidat kami tawarkan ke masyarakat dan muncullah dua nama yang hampir berimbang baik popularitas maupun elektabilitasnya. Yang satu popularitasnya 40,2% (incumbent) dan yang satu lagi calon baru sebesar 42%.  Survey internal terus dilakukan sampai tiga kali selama satu bulan berturut-turt selama tiga bulan. Dan angkanya tidak pernah beranjak dari itu. Ternyata keputusan incumbent cukup “brilian” atas saran tim survey. Calon lawannya yang sudah hampir pasti didukung oleh salah satu partai politik untuk diambil alih dukungan dari parpol yang bersangkutan sehingga parpol tersebut tidak mungkin mengusung calon lawannya didetik-detik terakhir. Berbagai upaya dilakukan dan alhasil dukungan dari partai tersebut benar-benar berpindah ke incumbent diwaktu final. Si calon lawan karena waktu yang dibutuhkan tidak mencukupi lagi untuk menggaet partai politik lain dan tidak mungkin juga melalui jalur independent terpaksa gigit jari alias gagal maju bertarung didalam pilkada didaerah tersebut. Alhasil karena tidak punya calon yang seimbang calon incumbent itupun kembali duduk sebagai Bupati.

Jadi, anak-anak muda ‘teman Ahok” pastilah sepertinya diisi oleh anak muda yang cerdas, terpilih dan terlatih serta pekerja keras yang tanpa dimobilisasi bergerak bahu-membahu untuk mendukung Ahok menjadi Gubernur Jakarta kembali. Waktunya untuk menunjukkan dan menjawab loyalitas kepada Ahok selaku Calon Gubernur DKI dari Independen serta memenuhi harapan masyarakat Jakarta . Sejarah akan mencatat baik buruknya “Teman Ahok” setelah Pilkada selesai. Bisa jadi booming hari ini akan menjadi pelita dan mencitrai banyak anak negeri dibelahan bumi Indonesia lainnya untuk berlaku sama seperti Ahok terhadap partai politik yang sampai saat ini belum melahirkan kader-kader yang mumpuni untuk menjadi pemimpin negeri.

Atau, bisa juga sejarah mencatat “Teman Ahok” sebagai anak-anak amatiran yang sedang galau menolak nafsu duniawi. Semuanya diserahkan dengan mereka, akan  tetapi titipan masyarakat Jakarta dipundak mereka kadung sudah bulat dan tidak boleh dihianati karena Ahok ditunggu PR besar membenahi Jakarta yang mulai “rapi”... selamat berjuang “teman Ahok”...!!!!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun