Ahok yang berencana murni menggunakan jalur independen dan tidak melalui jalur partai politik sangat rentan digulingkan sebelum pertandingan. Bahkan untuk masuk babak penyisihan pun sangat mungkin untuk digagalkan. Simpul-simpul didalam “teman Ahok” pasti akan coba digoda oleh banyak kepentingan dan rayuan maut ala Jakarta. Para “pengusaha hitam” tidak akan tinggal diam. Birokrat yang sebelumnya biasa hidup diunia nyaman juga pasti akan mencari celah dalam untuk manjatuhkan Ahok dan mengembalikan kepada “status quo”. “Politisi hitam” di legistalitif sudah lama tidak nyaman dengan Ahok terutama cara dan gaya komunikasi Ahok. Seabrek kelemahan Ahok dan para khawasik-nya (pembisik), orang-orang yang ada diseputaran Ahok tentu akan menjadi pisau tajam yang bisa menyayat dan menohok Ahok sendiri.
Pengalaman disatu tempat ini mungkin bisa menjadi acuan (mohon maaf tidak bisa menyebutkan nama daerahnya) yaitu pada tahun 2010 saat akan dilangsungkan Pilkada disuatu tempat disalah satu Kabupaten di Sumatera Selatan. Waktu itu beberapa orang ditugaskan untuk membuat survey internal sebagai bahan analisa incumbent salah satu kandidat calon Bupati. Beberapa kandidat kami tawarkan ke masyarakat dan muncullah dua nama yang hampir berimbang baik popularitas maupun elektabilitasnya. Yang satu popularitasnya 40,2% (incumbent) dan yang satu lagi calon baru sebesar 42%. Survey internal terus dilakukan sampai tiga kali selama satu bulan berturut-turt selama tiga bulan. Dan angkanya tidak pernah beranjak dari itu. Ternyata keputusan incumbent cukup “brilian” atas saran tim survey. Calon lawannya yang sudah hampir pasti didukung oleh salah satu partai politik untuk diambil alih dukungan dari parpol yang bersangkutan sehingga parpol tersebut tidak mungkin mengusung calon lawannya didetik-detik terakhir. Berbagai upaya dilakukan dan alhasil dukungan dari partai tersebut benar-benar berpindah ke incumbent diwaktu final. Si calon lawan karena waktu yang dibutuhkan tidak mencukupi lagi untuk menggaet partai politik lain dan tidak mungkin juga melalui jalur independent terpaksa gigit jari alias gagal maju bertarung didalam pilkada didaerah tersebut. Alhasil karena tidak punya calon yang seimbang calon incumbent itupun kembali duduk sebagai Bupati.
Jadi, anak-anak muda ‘teman Ahok” pastilah sepertinya diisi oleh anak muda yang cerdas, terpilih dan terlatih serta pekerja keras yang tanpa dimobilisasi bergerak bahu-membahu untuk mendukung Ahok menjadi Gubernur Jakarta kembali. Waktunya untuk menunjukkan dan menjawab loyalitas kepada Ahok selaku Calon Gubernur DKI dari Independen serta memenuhi harapan masyarakat Jakarta . Sejarah akan mencatat baik buruknya “Teman Ahok” setelah Pilkada selesai. Bisa jadi booming hari ini akan menjadi pelita dan mencitrai banyak anak negeri dibelahan bumi Indonesia lainnya untuk berlaku sama seperti Ahok terhadap partai politik yang sampai saat ini belum melahirkan kader-kader yang mumpuni untuk menjadi pemimpin negeri.
Atau, bisa juga sejarah mencatat “Teman Ahok” sebagai anak-anak amatiran yang sedang galau menolak nafsu duniawi. Semuanya diserahkan dengan mereka, akan tetapi titipan masyarakat Jakarta dipundak mereka kadung sudah bulat dan tidak boleh dihianati karena Ahok ditunggu PR besar membenahi Jakarta yang mulai “rapi”... selamat berjuang “teman Ahok”...!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H