Yang perlu diingat adalah, kantong plastik adalah “budaya” masyarakat dalam berbelanja. Bahkan ditulisan penulis di Kompasiana yang berjudul “asoy” berbayar, ke Mall Pakai Keruntung” sudah dijelaskan kantong plastik bisa menjadi alat promosi yang murah bagi para produsen. Pembeli juga belum afdol rasanya kalau belum membawa kantong plastik sehabis belanja.
Artinya, memang keseriusan pengendalian dan kebijakan pemerintah didalam mengurangi atau bahkan memberantas penggunaan kantong plastik harus dari “hulu” yaitu dari produsen kantong plastik. Mungkin yang bisa dilakukan adalah pembatasan produksi dan pengendalian distribusi yang ketat dengan sistem quota. Uji petik penggunaan kantong plastik bisa dilakukan dipusat-pusat perbelanjaan dan pasar-pasar tradisional yang ada untuk menentukan peredaran kantong plastik sesuai dengan kebutuhan. Bila perlu bisa mencontoh produksi dan distribusi obat-obatan dan alat-alat farmasi. Kasih code-code tertentu berlabel dan berseri. Yang memudahkan pengendalian dan peredaran kantong plastik.
Jadi, kita tidak boleh cuma berfikir bagaimana masyarakat membayar untuk sebuah kantong plastik saat berbelanja, tetapi pemerintah wajib hadir secara aktif dan sustain melalui regulasi yang tidak membingungkan. Dengan begitu mafia juga akan mikir dua kali untuk terjun kebisnis ini.
Kalau tidak begitu maka satu hari nanti kita harus yakin bukan hanya premium dan solar yang akan diantri oleh masyarakat, tetapi juga “kantong plastik”. Para mafia pasti bergentayangan. Lucu juga nanti ada mafia “kantong plastik” yang menambah hazanah kita untuk mulai populer seperti “mafia narkoba”, “mafia minyak”... ingat...para mafia hadir karena manisnya duit di bisnis itu...!!!. benar-benar kalau tidak serius akan tumbuh ‘kartel kantong plastik”.
***Prabumulih,030316***
Sumber ilustrasi : Dokumen Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H