By. FIKRI JAMIL LUBAY
Menelisik kebijakan pemerintah pusat yang dilakukan terbatas di 17 Kota (termasuk Kota Palembang) untuk mengurangi produksi sampah berbahan plastik dengan menjadikan Kantong Plastik berbayar dan dibebankan kepada konsumen mengundang banyak pertanyaan dari beberapa komunitas di Indonesia, khususnya para pelaku bisnis dan masyarakat pengguna kantong kresek (kantong plastik) seperti KADIN Indonesia sebagaimana yang disampaikan Ketua KADIN Edi Ganefo kepada JPNN (Senin 29/2/2016).
Bila benar yang disampaikan oleh Ketua KADIN tersebut, berdasarkan hitungan KADIN ada perputaran uang yang sangat signifikan yaitu sekitar 20 trilyun rupiah yang beredar didalam bisnis kantong kresek, maka perlu perhatian serius dari para pengambil kebijakan dan Lembaga Konsumen (YLKI) serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk dapat bekerja lebih giat dalam melindungi konsumen.
Yang perlu diingat bahwa tujuan awal dari kantong plastik berbayar itu adalah untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup karena sulitnya tanah untuk mengurai secara cepat bahan-bahan pembuat kantong plastik yang mengakibatkan ekosistem dalam suatu sistem ekologi mengalami gangguan. Akibat lanjutannya adalah bahan-bahan tersebut menjadi corpus alienum (benda asing) yang berbahaya dalam suatu siklus alam dan lingkungan menjadi rusak dan tidak bisa mendukung keberlanjutan kehidupan umat manusia. Kuncinya itu “tidak bisa mendukung kehidupan manusia”.
Terus, apa masalahnya dengan kantong plastik berbayar...? toh uang yang dikeluarkan untuk kencing saja sekitar Rp 1.000, - Rp 2.000,- sementara untuk kantong plastik itu “Cuma” bayar 200 – 500 rupiah seperti yang banyak digaungkan oleh Gubenur Ahok dan Kang Emil Walikota Bandung yang tidak berkeberatan dengan kebijakan kantong plastik berbayar.
“Pemikiran negatif” dari sebagian masyarakat pengguna dan pelaku bisnis yang kena imbas dari kebijakan kantong plastik berbayar sesungguhnya juga tidak perlu disalahartikan karena mereka termasuk kami-kami ini sering memertik pembelajaran dari kebijakan pemerintah dimasa lalu. Sebagai mana banyak kebijakan yang kurang atau bahkan tidak serius yang diambil oleh pemerintah menjadikan masyarakat dihinggapi pemikiran negatif dan trauma serta apriori.
Sulitnya masyarakat membayangkan seorang Walikota Risma mampu menjadikan Lokalisasi Doli di Surabaya menjadi begitu humanis seperti sekarang adalah salah satunya. Dulu mana ada orang yang percaya dengan Walikota Risma bisa mengubah wajah Doli. Sekarang kebijakan yang tidak populer dari Walikota Risma itu bahkan menjadi rujukan banyak Walikota/Bupati/Gubernur di Bumi Pertiwi ini.
Senin, tanggal 29 Pebruari 2016, kita juga menyaksikan betapa Gubernur Ahok dibantu oleh seluruh elemen masyarakat dan alat negara (khususnya polisi dan TNI) bisa membebaskan Kalijodo yang terkenal itu dengan penuh kedamaian. Siapa bisa mengira bisnis yang banyak melibatkan oknum TNI dan Polri itu (seperti yang dilansir oleh Kapolda Metrojaya diberbagai media) serta para preman bisa diatasi dengan “cool” oleh Bung Ahok. Hitungan yang matang, cermat dan penuh ketegasan tanpa diikuti dengan kepentingan pribadi menjadikan Ahok dan Risma berhasil secara damai mengubah wajah-wajah yang “seram” itu menjadi begitu “humaniter”. Hal yang sama dilkakukan oleh Kang Emil di Kota Bandung yang terkenal sebelumnya sebagai “Kota Sampah” sekarang sudah kembali menjadi Kota Paris Van Java-nya Indonesia yang dirindukan oleh banyak orang. Bandung pun menguatkan Brand Image-nya sebagai “Kota Kenangan”.
Kembali ke kantong plastik berbayar. Praduga negatif banyak orang tentang kongkalingkong mafia berbisnis di bisnis yang mudah nan menggiurkan ini. Bisnis yang seksi sebagaimana hukum penawaran dan permintaan yang tidak membutuhkan upaya terlalu keras namun untungnya bejibun, karena kantong plastik pasti dibutuhkan oleh konsumen untuk membawa barang belanjaannya. Tidak mungkin orang belanja menenteng belanjaannya satu per satu atau membawa keluarga sebanyak-banyaknya untuk membawa barang belanjaannya yang over capacity. Sudah barang tentu kantong plastik tetap menjadi pilihan utama karena sulitnya alternatif lain.
Kalau sudah begitu pasti tujuan utama berkurangnya produksi sampah plastik yang berasal dari kantong plastik tidak akan terjadi. Tidak ada urusan dengan kantong plastik berbayar atau tidak. Untuk masyarakat pembeli apalagi yang sudah berbelanja di mall pasti punya modal yang cukup kalau sekedar untuk membeli kantong plastik.
Terus apa yang bisa dilakukan....?