Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat resmi dimulai pada Sabtu, 3 Juli 2021. Melalui program PPKM ini, pemerintah mengimbau kepada masyarakat agar tidak melakukan aktivitas di luar rumah kecuali untuk kepentingan yang mendesak.
Salah satu sektor yang terdampak adalah ditutupnya pusat perbelanjaan di beberapa daerah, terkhusus di wilayah zona merah Covid-19. Pemberlakukan PPKM yang berdampak pada penutupan pusat perbelanjaan menimbulkan adanya panic buying yang dilakukan sejumlah orang.
Fenomena Panic Buying   Â
Fenomena panic buying juga terjadi di berbagai negara di dunia. Berdasarkan laporan hasil studi mahasiswa Universitas Negeri Malang (Agung Minto Wahyu, 2021), Orang-orang di New York justru melakukan panic buying berupa anak ayam, agar nantinya dapat memiliki daging dan telur sendiri ketika tidak tersedia lagi di pasaran.Â
Di North Carolina, panic buying terjadi dengan pembelian senjata api yang digunakan untuk melindungi diri ketika di masa mendatang terjadi aksi penjarahan dan perampokan. Panic buying di Italia secara khusus terjadi pada bahan makanan pasta.
Di sisi lain, di Negara Inggris, Malaysia, Afrika Selatan, Jepang, Filipina, Singapura dan negara lainnya panic buying terjadi pada sebagian besar pembelian bahan makanan, dan perlengkapan kesehatan. Di Indonesia juga mengalami peristiwa panic buying pada komoditi kebutuhan pangan, masker, hand sanitizer, dan vitamin.
Pada periode PPKM ini, fenomena panic buying kembali terjadi di Indonesia. Susu cair kemasan kaleng bermerek Bear Brand (Susu Beruang) tengah menjadi perhatian khalayak umum. Sebagian masyarakat saling berebut untuk mendapatkan produk tersebut, sebab keberadaannya yang kian langka di pasaran.
Faktor Pemicu Fenomena Panic Buying  Â
Menurut Dokter, filsuf, sekaligus Ahli Gizi Komunitas, Dr.dr. Tan Shot Yen, M.Hum (Nissa, 2021), faktor yang memicu fenomena panic buying yang kembali melonjak antara lain:
Publik salah asumsi
Kesalahan asumsi masyarakat terhadap promosi produk yang dilatarbelakangi kemampuan literasi seadanya, menjadikan berbagai asumsi yang sebenarnya belum diketahui secara pasti akan kebenarannya bermunculan di masyarakat.
Overclaim produk
Klaim yang berkembang di masyarakat dimana produk Bear Brand dipercayai mampu menjaga dan meningkatkan imun tubuh menjadi pemicu fenomena panic buying. Lagi-lagi demikian dilatarbelakangi karena kemampuan literasi masyarakat terbatas.
Literasi gizi minim
Munculnya berbagai spekulasi masyarakat yang dibentuk sebagai opini publik tanpa kebenaran secara ilmiah. Padahal belum terbukti akan khasiat dan keefektifan kandungan gizi yang terkandung dalam produk.
Tipe publik Indonesia
Pola pikir publik Indonesia yang tidak mau berpikir dengan nalar, menjadi salah satu sebab terjadinya kerusuhan panic buying. Kebutuhan akan solusi menjadi kebutuhan utama di masyarakat dibanding melakukan evaluasi bagaimana cara yang tepat untuk menanggulangi penularan Covid-19 tersebut.
Lantas, apakah susu beruang terbukti efektif mencegah/menyembuhkan paparan virus Covid-19? Â Â
Salah satu pengajar Program Studi Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada (UGM) Lily Arsanti Lestari, menyatakan bahwa apabila imunitas tubuh seseorang bagus, maka secara otomatis tubuh akan langsung menyerang virus yang datang. Arsanti menyebut bahwa dengan kandungan  protein, vitamin A dan B12, Zn, selenium, serta mineral lain, susu dapat meningkatkan imunitas tubuh. Namun bukan berarti masyarakat harus memilih salah satu produk susu tertentu. Menurutnya, masih ada susu cair murni lain yang memiliki kandungan yang sama dan tersedia di pasaran (Bramasta, 2021).
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban mengklaim minum susu beruang tak bisa mengobati Covid-19. Menurutnya setiap produk susu yang dijual di pasaran secara umum memiliki kandungan gizi yang sama, kecuali susu kental manis. Ia menegaskan bahwa untuk menjaga daya tahan tubuh tetap fit sebagai upaya pencegahan Covid-19, tidak bisa dilakukan dengan hanya minum susu, melainkan diperlukan kebutuhan konsumsi makanan bergizi lainnya seperti sayur, buah, karbohidrat, vitamin, dan mineral (CNN Indonesia, 2021)
Ahli Gizi Dr. dr. Tan Shot Yen, M.Hum mengatakan bahwa susu sapi memang memiliki kalsium 143mg/100gr. Menurutnya kalsium hewani jauh lebih mudah diserap tubuh dibandingkan protein nabati. Sehingga mengonsumsi susu memiliki manfaat praktis untuk mendapatkan gizi kalsium. Namun, susu bukan satu-satunya sumber kalsium melainkan tempe, ikan teri, kacang tolo, kacang tanah, dan lain-lain memiliki kandungan kalsium yang serupa bahkan jauh lebih tinggi (Arnani, 2021).
Salah satu dokter asal University of Maryland, Amerika Serikat (AS) Faheem Younus memberi tanggapannya bahwa susu bermerek Bear Brand dan salah satu vitamin yang sedang dicari masyarakat tidak memiliki peran dalam pengobatan Covid-19. Menurutnya penerapan protokol kesehatan tetap menjadi yang utama agar tidak tertular Covid-19 (Tolok, 2021).
  Saran  Â
Dengan demikian, ada baiknya masyarakat untuk lebih bijak dalam menanggapi berbagai informasi yang beredar dan belum diketahui secara pasti. Ada baiknya untuk lebih mengutamakan penerapan protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan virus Covid-19. Berbagai alternatif pilihan untuk menggantikan kandungan nutrisi yang terkandung pada susu Bear Brand tersedia banyak di pasaran. Lebih tingkatkan budaya literasi dan evaluasi agar dapat lebih bijak dalam menyikapi berbagai informasi yang beredar.
Stay safe, stay healthy, and stop panic buying. Tingkatkan literasi dan evalusi.
Salam PPKM!
                             Â
Sumber Referensi :
- Jurnal "Perilaku Panic Buying Mengiringi Kemunculan COVID-19? Sebuah Studi pada Awal Pandemi di Indonesia" oleh Agung Minto Wahyu, dkk., 2021.
- Artikel "Viral Panic Buying Susu Beruang saat PPKM, Mengapa Bisa Terjadi?" oleh Rima Sekarani Imamun Nisa, 2021.
- Artikel "Penjelasan Ahli Gizi soal Benarkah Susu Beruang Berkhasiat Tangkal Virus Corona..." oleh Dandy Bayu Bramasta, 2021.
- Artikel "IDI: Susu Beruang Tak Bisa Obati Covid-19" oleh CNN Indonesia, 2021.
- Artikel "4 Fakta Susu Beruang yang Ramai Diburu karena Dianggap Tangkal Covid" oleh Mela Arnani, 2021.
- Artikel "Bear Brand dan Ivermectin Dicari, Dokter Faheem Younus: Bukan Obat Covid-19" oleh Aprianus Doni Tolok, 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!