Mohon tunggu...
Gus Fikri Imanullah
Gus Fikri Imanullah Mohon Tunggu... Editor - Penulis Buku, Internet marketing & Owner Selo Green Indonesia

Kesehatan, Pendidikan, Kemanusiaan dan kehidupan sehari-hari manusia dan alam semesta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Hari Jadi Tulungagung, Bukan Sekadar Euforia Pesta yang Agung

29 November 2023   03:29 Diperbarui: 29 November 2023   03:29 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

oleh: Fikri Imanullah S.E
mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang peduli budaya & Wisata sekaligus pemerhati pemerintah

Hari jadi, merupakan bentuk sisi lain dari peringatan kelahiran, hakikatnya adalah menambah angka umur dan banyak pelajaran dari pengalaman yang sudah terjadi. Berbagai refleksi diri suatu pemerintahan, terletak semakin bertambahnya angka umurnya. 

Begitu pula dengan sikap kearifan di segala lini pimpinan pemerintahan, memiliki kesadaran global terkait maju mundurnya ruang gerak pembangunan keharmonisan daerah yang dipimpin seperti lambang Surya majapahit

Maknanya: Menggambarkan keterikatan Bumi Tulungagung dengan kerajaan Majapahit dengan bukti keberadaan Candi Dadi bersudut Sembilan dan tanpa tangga. Penjabaran Lambang Surya Majapahit (Batara Nawa Sanga atau Dewa penjaga Sembilan penjuru arah mata angin). Saya mengucapkan SELAMAT HARI JADI TULUNGAGUNG KE 818.

Kembali kepada ingatan masa lampau, bahwasanya Tulungagung yang kita kenal saat ini memiliki rekam jejak sejarah lokal yang patut untuk diketahui, terutama dalam bentuk pemerintahannya. 

Selama kajian yang dilakukan, pemerintahan yang terdapat di Tulungagung yang pernah ada adalah; Katumenggungan Wajak, Kadipaten Ngrowo di Kalangbret (di sebelah barat Sungai Ngrowo), Kadipaten Ngrowo di Tulungagung (di sebelah timur Sungai Ngrowo), dan  kemudian menjadi Kabupaten Tulungagung saat ini.

Belum lagi peradaban Homo Wajakensis yang mendunia itu. Perlunya kita evaluasi kinerja pemerintah supaya melakukan riset dan penelitian kembali agar Nama Tulungagung yang mendunia itu kembali bergaung seperti makna Batik kawung yang menggambarkan unsur kiblat papat limo pancer atau sangkan paraning dumadi. Penggambaran kekuatan empat penjuru dengan kekuatan utama ditengah.

Di Tulungagung motif batik kawung terdapat di Candi Gayatri Boyolangu. Direliefkan pada Patung gayatri dengan maksud sebagai penghormatan tertinggi kepada beliau karena keluhuran dan telah mencapai kesempurnaan hidup.

Di hari jadi yang ke 818 pada tahun 2023 ini SEMOGA MEMILIKI PELAJARAN DARI PERISTIWA SEJARAH DI MASA LALU untuk membangun kota dan daerah Tulungagung yang lebih baik sesuai makna yin-yang yakni Warna hitam dan putih: Hitam dan putih atau Rwa Bhineda. Rwa artinya dua, Bhineda artinya berbeda.

Artinya sebagai dua hal berbeda dalam kehidupan yang selalu menjadi satu dan tak terpisahkan satu sama lain.

Masyarakat Tulungagung pastinya berharap untuk perbaikan pemerintahan seperti hilangkan mafia birokrasi, Hilangkan rasa haus kekuasaan sehingga menghalalkan segala cara untuk merebut dan memenangkan suatu kekuasaan. Didiklah mental pegawai maupun ASN agar tidak melakukan kesalahan berulang kali maupun melakukan tindakan mengarah kepada dugaan Korupsi, Kolusi dan nepotisme. Tulungagung sedang tidak baik-baik saja dan perlu revolusi mental.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun