Mohon tunggu...
Fikri Haekal Akbar
Fikri Haekal Akbar Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin

Fikri Haekal Akbar merupakan penulis buku "Mahastudent: Mahasiswa dengan Segala Keresahannya".

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

PGRI AFK, BEM Fakultas Pendidikan Jadi EO, Mahasiswa Pendidikan Terlena: Refleksi Kelam Menyambut Hari Guru Nasional 2024

22 November 2024   08:00 Diperbarui: 22 November 2024   08:16 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 25 November, Hari Guru Nasional. Sebuah momen yang seharusnya jadi penghormatan luar biasa untuk para guru yang tanpa lelah mendidik generasi muda bangsa. Tapi, sayangnya, peringatan ini semakin terasa hampa. Di banyak tempat, Hari Guru cuma jadi rutinitas seremonial: upacara di pagi hari, pidato formal yang penuh jargon, ditutup dengan potong kue, lalu selesai. Esensi perayaan? Hilang.

Di balik itu semua, masalah besar pendidikan Indonesia terutama yang dihadapi para guru tidak pernah benar-benar disorot. Bagaimana dengan nasib guru honorer? Bagaimana dengan kesejahteraan mereka? Apa yang dilakukan organisasi pendukung seperti PGRI? Bagaimana mahasiswa pendidikan, calon pendidik masa depan, memandang profesi ini? Semakin kita telisik, semakin kita sadar: ada yang salah, sangat salah, dalam dunia pendidikan kita.

Dulu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) adalah suara paling lantang di dunia pendidikan. Ketika ada kebijakan yang tidak adil, PGRI ada di barisan terdepan untuk membela guru. Mereka adalah motor perubahan yang mampu menekan pemerintah agar lebih berpihak pada guru. Tapi sekarang, PGRI seolah berubah jadi organisasi yang diam seribu bahasa.

Ketika guru honorer mengeluhkan gaji yang bahkan tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari, di mana PGRI? Ketika guru-guru pensiun tanpa jaminan yang memadai, apa yang dilakukan organisasi ini? Ketika kurikulum berubah-ubah tanpa arah yang jelas, adakah PGRI bersuara?

Sebagian orang bilang PGRI terlalu sibuk dengan formalitas. Mereka lebih banyak mengurusi acara seremonial, rapat-rapat yang kaku, dan agenda yang, jujur saja, tidak langsung menyentuh kesejahteraan guru. Padahal, realitas di lapangan sangat pahit. Banyak guru honorer di Indonesia yang digaji jauh di bawah UMR, bahkan ada yang cuma mendapatkan honor Rp300 ribu per bulan.

Kalau PGRI tidak lagi memperjuangkan hak guru, siapa yang akan melakukannya? Kalau organisasi sebesar ini malah fokus pada urusan simbolis, siapa yang akan pasang badan untuk guru?

Kalau PGRI kehilangan taji, harapannya ada di generasi muda. BEM Fakultas Pendidikan, misalnya, punya potensi besar untuk jadi agent of change (katanya). Tapi, sayangnya, potensi itu lebih sering terjebak dalam kesibukan mengurus acara daripada memperjuangkan isu-isu besar pendidikan.

Sekarang, BEM Fakultas Pendidikan lebih dikenal sebagai "event organizer" ketimbang kelompok aktivis yang kritis. Mereka sibuk bikin bazar makanan, festival budaya, dan lomba-lomba kreatif. Bukannya acara-acara itu salah, tapi ketika semuanya hanya soal hura-hura tanpa ada pembahasan serius tentang pendidikan, kita patut bertanya: Apa sebenarnya yang mereka perjuangkan?

Dulu, mahasiswa pendidikan sering turun ke jalan. Mereka adalah suara kritis yang mewakili guru dan mahasiswa lainnya. Mereka menuntut kebijakan yang adil, mereka memperjuangkan hak-hak guru, dan mereka berani berdiri melawan kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada pendidikan.

Sekarang? Diskusi tentang isu pendidikan kalah menarik dibandingkan sibuk menghias panggung dan bikin video promosi acara. Suara mahasiswa yang dulu lantang kini tenggelam dalam rutinitas yang lebih mirip ajang hiburan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun