Kepemimpinan mahasiswa adalah salah satu aspek penting dalam dunia kampus. Melalui organisasi mahasiswa, para pemuda dapat mengembangkan potensi diri, berkontribusi bagi masyarakat, dan berpartisipasi dalam demokrasi. Namun, belakangan ini, banyak kampus yang mengalami krisis kepemimpinan mahasiswa. Salah satu indikasinya adalah maraknya proses aklamasi dalam pemilihan presiden mahasiswa.
Aklamasi adalah metode pengambilan keputusan bersama tanpa menggunakan perhitungan suara yang formal. Aklamasi biasanya digunakan sebagai opsi terakhir jika hanya ada calon tunggal. Namun, jika aklamasi terus terjadi, maka ini menunjukkan adanya masalah dalam proses kaderisasi, partisipasi, dan kompetensi mahasiswa.
Proses kaderisasi yang tidak berjalan dengan baik dapat menyebabkan tidak adanya regenerasi dan persaingan yang sehat dalam organisasi mahasiswa. Hal ini dapat mengakibatkan stagnasi dan kemunduran dalam kinerja dan kreativitas organisasi. Selain itu, proses kaderisasi yang tidak transparan dan demokratis dapat menimbulkan nepotisme dan favoritisme dalam penentuan calon.
Partisipasi mahasiswa yang rendah juga menjadi faktor penyebab aklamasi. Banyak mahasiswa yang tidak tertarik atau tidak peduli dengan organisasi mahasiswa. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya sosialisasi, edukasi, dan motivasi dari pihak organisasi maupun kampus. Akibatnya, mahasiswa tidak memiliki kesempatan atau keinginan untuk mengenal, mengkritik, atau mendukung calon-calon pemimpin mereka.
Kompetensi mahasiswa yang kurang juga menjadi hambatan dalam menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Menurut data sindonews.com, hanya 7 persen milenial yang berkompeten menjadi pemimpin. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lingkungan, dan budaya yang tidak mendukung pengembangan kepemimpinan. Oleh karena itu, banyak mahasiswa yang tidak memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin.
Aklamasi dapat memiliki dampak negatif bagi kampus dan masyarakat. Aklamasi dapat mengurangi kredibilitas dan legitimasi organisasi mahasiswa sebagai wadah aspirasi dan advokasi mahasiswa. Aklamasi juga dapat menghilangkan semangat demokrasi dan kritisisme di kalangan mahasiswa. Aklamasi juga dapat menghambat lahirnya pemimpin-pemimpin masa depan yang inovatif, visioner, dan bertanggung jawab.
Oleh karena itu, aklamasi bukanlah solusi yang tepat dalam mengatasi krisis kepemimpinan mahasiswa. Aklamasi justru menunjukkan adanya masalah yang harus segera diselesaikan. Diperlukan upaya bersama dari semua pihak, baik organisasi mahasiswa, kampus, maupun masyarakat, untuk mengembalikan fungsi dan peran organisasi mahasiswa sebagai agen perubahan. Diperlukan pula reformasi dalam sistem dan mekanisme pemilihan presiden mahasiswa agar lebih demokratis, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, kita dapat mengharapkan lahirnya pemimpin-pemimpin mahasiswa yang mampu membawa kampus dan bangsa ke arah yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H