Semangat untuk menyerahkan kepada pasar pada saat itu memang dapat dipahami, setelah Indonesia mengalami masa-masa otoritarianisme di bawah Rezim Orde Baru selama 32 Tahun. Apalagi pada rezim itu, walaupun istilah ketahanan negara sering digaungkan, namun nepotisme kentara sekali pada berbagai proyek termasuk urusan agraria. Tanya saja kepada petani cengkeh yang pernah merugi besar-besaran pada pertengahan 90'an akibat dari bisnis anak-anak Soeharto.
Satu sisi, kebijakan memang hal itu membuat perekonomian Indonesia perlahan dapat pulih pasca gejolak ekonomi pada 1997 yang berujung pada gejolak politik pada 1998. Perusahaan-perusahaan yang dibangun pada masa Orde Baru dalam rangka "stabilitas pangan dan ketahanan negara" banyak dibubarkan ataupun dikurangi kewenangannya. Negara tidak lagi melakukan monopoli terhadap sejumlah aspek.
Namun di sisi lain, berkurangnya peran negara membuat kartel-kartel swasta kian tumbuh pesat. Bahkan kartel tersebut justru merugikan masyarakat dengan adanya penimbunan bahan pokok dan sebagainya. Oleh karenanya, muncul pemikiran untuk mengembalikan peran negara termasuk di dalamnya BULOG turut serta untuk mengatasi permasalahan seperti kelangkaan barang dan sebagainya. Bahkan terdapat usul agar Perum BULOG kembali diberikan hak monopoli dan Negara berperan membatasi ruang gerak swasta besar yang selama ini membentuk kartel atas komoditas.
Monopoli pasca reformasi memang tegas dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Namun monopoli juga diperbolehkan secara limitatif pada kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak, yang mana hal ini juga didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945.
Untuk saat ini, Pemerintah memang bisa mengatasi hal ini dengan cara seperti operasi pasar. Ditambah lagi sejatinya terdapat larangan untuk menimbun bahan pokok dalam jumlah tertentu baik yang diatur pada UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan maupun UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Namun bila kian parah, sepertinya perlu ada kajian untuk mengembalikan peran sentral negara dalam sistem perekonomian Indonesia sebagaimana trah dari Sistem Ekonomi Pancasila. Setidaknya BULOG diberikan lagi kewenangan untuk menjaga rantai distribusi pada seluruh bahan pokok (tidak hanya sebatas beras, jagung dan kedelai).
Bila peran Negara dikembalikan lagi agar menjadi peran sentral ekonomi Indonesia semisal BULOG diberikan kewenangan lebih terkait menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen pada seluruh bahan pokok (tidak hanya terkait beras, jagung dan kedelai saja), Â tentu akan dipikirkan terkait dengan pengawasan terhadap negara tersebut, mengingat kita pernah mengalami trauma akibat monopoli yang dilakukan 'negara' melalui perusahaan yang didirikan oleh keluarga dan kerabat dari penguasa pada masa Orde Baru. Namun mengingat zaman sekarang sudah berbeda dengan Orde Baru yang mana informasi dan komunikasi jauh lebih terbuka dan rakyat juga sudah mulai paham dan kritis mengenai kebijakan dan politik suatu negara, maka hal-hal buruk yang pernah terjadi pada masa Orde Baru tersebut bisa diminimalisir.
Kita lihat saja langkah negara untuk mengatasi permasalahan kelangkaan minyak goreng tersebut. Jangan sampai kelangkaan menjadi berkepanjangan sehingga menjadi suatu ironi, bahwa terjadi kelangkaan minyak goreng di negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H