Tahun 2022 merupakan tahun dimana Indonesia menghelat sejumlah agenda pertemuan internasional. Salah satunya adalah sebagai tuan rumah sidang Inter-Parliamentary Union (IPU) di Nusa Dua, Bali pada 20 -- 24 Maret 2022. IPU sendiri merupakan Forum Global yang beranggotakan para anggota Parlemen dari seluruh dunia. Tercatat, Organisasi ini memiliki 179 Anggota Lembaga Parlemen dan 13 Anggota Asosiasi dari seluruh dunia.
Keberadaan IPU sendiri merupakan wujud dari kerjasama yang dilakukan antar parlemen di seluruh dunia. Istilah ini dikenal sebagai "Diplomasi Parlemen".Â
Istilah diplomasi parlemen sejatinya bukan merupakan istilah baru di dunia. Namun, istilah tersebut belum terlalu dikenal dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, mengingat masyarakat lebih mengenal istilah diplomasi yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri.
Dewasa ini, diplomasi parlemen mempunyai peran yang sangat strategis khususnya terkait penanganan dampak dari pandemi COVID-19. Diplomasi parlemen dinilai lebih luwes daripada diplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah.Â
Hal ini tentu sangat diperlukan untuk menangani dampak pandemi secara global. Oleh sebab itu, peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra, Farina Gandryani bersama dengan Fikri Hadi membuat kajian dengan judul "Kedudukan Diplomasi Parlemen Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Nasional Pasca COVID-19 Di Indonesia" dengan berobjekan pada kedudukan DPR-RI sebagai parlemen di Indonesia.Â
Hasil penelitian telah diikutsertakan pada kegiatan esai nasional di Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR-RI pada 2020 lalu dan telah dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah Dunia Hukum, pada akhir tahun 2021.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pergeseran pada sistem ketatanegaraan post-modern seperti dewasa ini, yang mana terjadi pergeseran kaitannya dengan aktor diplomasi.Â
Pada sistem ketatanegaraan post-modern, berkaitan dengan fungsi yang berkaitan dengan diplomasi tidak hanya  dilakukan oleh Pemerintah dalam arti eksekutif saja.Â
Lembaga lain seperti Parlemen dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau sering disebut Non-Governmental Organization.Â
Pada sistem ketatanegaraan Indonesia dewasa ini, telah mengadopsi perkembangan aktor diplomasi post-modern, yang mana terdapat diplomasi yang dilakukan oleh DPR  sebagai lembaga parlemen di Indonesia. Diplomasi parlemen sudah diatur secara  normatif dalam UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU No 17 Tahun 2014 (UU MD3).
Adapun diplomasi parlemen pada konteks Pemulihan Ekonomi Nasional adalah merujuk kepada konsep pada diplomasi ekonomi.Â
Bila dikaitkan dengan teori tiga pilar dalam diplomasi ekonomi, maka DPR dapat meningkatkan pengaruh hubungan politik dengan negara tujuan yang akan menjadi tempat promosi perekonomian Indonesia serta mengkonsolidasi iklim politik baik dalam maupun luar negeri.Â
Diplomasi tersebut dapat dilakukan baik dalam bentuk diplomasi parlemen bilateral, multilateral ataupun melalui asosiasi parlemen internasional yang sudah ada seperti lnter-Parliamentary Union (lPU), Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF), Asian Parliamentary Assembly (ASA), dan asosiasi lainnya.Â
Sehingga terkait dengan penanganan dampak COVID-19 pada bidang ekonomi, diplomasi DPR dapat berupa 2 (dua) bentuk, yakni 1.) diplomasi yang melahirkan perjanjian internasional yang mana DPR melakukan diplomasi dengan parlemen ataupun Pemerintah negara tujuan untuk selanjutnya direalisasikan dengan lahirnya perjanjian yang disetujui oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah negara tujuan serta, 2.) diplomasi dalam rangka memperkuat hubungan antara Indonesia dengan berbagai negara, dengan contoh DPR menjalin hubungan baik dengan parlemen, Pemerintah atau bahkan non-governmental organization dan calon investor di negara lain sehingga hubungan baik tersebut berdampak positif serta menimbulkan keberlanjutan bagi Indonesia, seperti diantaranya dengan adanya penanaman investasi, kerjasama ekspor-impor dan sebagainya.
Pada bagian penutup, peneliti memberikan saran agar fungsi diplomasi parlemen semakin diperkuat khususnya diplomasi multilateral mengingat seluruh dunia tengah menghadapi kondisi yang sama. Sehingga, apabila diplomasi yang dijalankan oleh lembaga eksekutif (Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri) mengalami kebuntuan, maka diplomasi parlemen dapat menjadi salah satu solusi agar hal yang ingin Pemerintah Indonesia negosiasikan dengan negara lain dapat tercapai. Selain itu, perlu adanya sosialisasi dan kajian mengenai diplomasi parlemen kepada publik, mengingat selama ini publik hanya mengenal diplomasi yang dilakukan oleh eksekutif.
Semoga kedepannya, kolaborasi antara DPR-RI dan Pemerintah dalam mengadakan kerjasama secara global terkait penanganan pandemi COVID-19 dapat berjalan dengan baik dan efektif sehingga dampak dari akibat adanya pandemi dapat segera teratasi.
Terkait artikel jurnal terkait dapat diakses pada situs berikut:
http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/duniahukum/article/view/2593
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H