Etika dakwah penting karena mengatur tindakan seseorang dalam menyebarkan ajaran agama. Tanpa etika, dakwah bisa kehilangan arah dan tujuan yang mulia. Etika berasal dari kata Yunani "ethos," yang mengacu pada karakter atau sifat seseorang. Dalam dakwah, etika merujuk pada nilai-nilai dan moralitas yang mendasari perilaku seorang dai (pendakwah). Etika membantu seseorang bertindak dengan benar dan konsisten, baik dalam hubungan sosial maupun spiritual.
Manusia dibekali dua petunjuk: akal dan nurani, serta agama. Kedua petunjuk ini membimbing manusia untuk membedakan antara kebaikan dan keburukan. Dakwah yang dilakukan dengan etika yang baik akan memberikan dampak positif dan manfaat bagi masyarakat.
B. Macam-Macam Etika Dakwah
1. Etika Dai (Pendakwah)
- Kejujuran (Al-Shidq): Seorang dai harus jujur dalam niat, perkataan, dan perbuatan.
- Kesabaran (Al-Shabr): Sabar dalam menghadapi cobaan, meninggalkan maksiat, dan menjalankan ketaatan.
- Kasih Sayang (Ar-Rahmah): Dai harus memiliki belas kasih terhadap sesama.
- Rendah Hati (Tawadu'): Menghindari kesombongan dan bersikap rendah hati.
- Amanah: Menjadi orang yang bisa dipercaya adalah kunci dalam dakwah.
Sifat lain yang penting bagi seorang dai termasuk iman, takwa, ikhlas, keteladanan (uswah), kecerdasan, dan menghindari sifat buruk seperti ghibah dan iri hati.
2. Etika Mad’u (Penerima Dakwah)
- Menghormati pendakwah sebagai guru.
- Mendengarkan dengan baik dan sabar selama proses dakwah.
C. Macam-Macam Kode Etik Dakwah.
1. Konsistensi antara Ucapan dan Tindakan: Da’i harus menjalankan apa yang ia ajarkan, sesuai dengan QS. Al-Shaff: 2-3.
2. Tidak Menghina Sesembahan Non-Muslim: Berdasarkan QS. Al-An’am: 108, Islam melarang menghina sesembahan agama lain.
3. Tidak Melakukan Diskriminasi Sosial: Dakwah harus inklusif, tanpa diskriminasi, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Abasa: 1-2.