Mohon tunggu...
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama Mohon Tunggu... -

Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama (fikri)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menuju Semesta: Reanamnesis Joni dan Susi

18 Juni 2013   15:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:49 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah ini percobaan saya yang keberapa untuk menulis tentang surgawinya konser Menuju Semesta tempo hari. Sedari lampu ruang pentas dinyalakan kembali, hingga hari ini, tiga hari setelah konser, dada saya masih meletup-letup tak keruan!

Ya betul! Melancholic B1tch! Melancholic B1tch, nama band yang juga melengkapi judul skripsi saya tiga tahun yang lalu, baru saja menggelar pesta kecil di Bandung, 31 Mei 2013 silam. Dengan tiket yang tak sampai 5% dari harga tiket Blur beberapa pekan yang lalu, Melancholic B1tch justru memberikan efek bergidik tak kunjung henti di belakang tengkuk saya.

Melancholic B1tch, band yang konon katanya, berhenti sampai di situ, karena jarangnya mereka tampil menyebabkan mereka hanya konon katanya. Mereka berhasil memperkosa saya untuk berkorban. Walau jauh dari Jakarta, Bandung adalah dimensi waktu dan geografis yang sangat dekat untuk mendengarkan dongeng tragis tentang sepasang marjinal yang harus menahan lapar di balik imajinasi mendayung gondola di Venesia.

Melancholic B1tch berhasil mengelola rindu agar menjadi sebuah seni. Secara konsisten, Melancholic B1tch mengulur-ulur waktu agar Joni dan Susi mati, mati dan tetap melekat di kepala. Mereka mengatur waktu penceritaan kisah Joni dan Susi dengan aktivitas masing-masing personel sebagai alibi pleidoinya. Saya rasa jika Joni dan Susi terlalu sering direpetisi akan terjadi penurunan rasa dan faktor utilitas terhadap dongeng itu sendiri.

Saya dan, ehm, Gita sudah berjanji akan mengenakan sepasang kaos Joni dan Susi. Meski ia bukan pasangan saya lagi, ehm, rasanya demi Melancholic B1tch saya membuat apologi untuk hal-hal yang cheesy macam itu. Ternyata kehadiran kami berdua disambut dengan tatapan mata yang tidak siap kami terima, hahaha. Lucunya lagi, kami diminta berpose berdua oleh seseorang yang saya asumsikan adalah fotografer gigs profesional.

Agak telat sedikit dari jadwal, pintu baru dibuka pukul delapan lebih. Menuju Semesta diawali tampilnya Teman Sebangku yang sukses dengan brilian membuat penantian akan mitos Melancholic B1tch menjadi menyenangkan. Mereka juga berhasil membawakan lagu Debu Hologram menjadi terdengar manis dan wangi.

Usai Teman Sebangku turun dari panggung, lampu meredup diikuti dengan lagu Intro yang samar-samar memanggil untuk membuat kerumunan merapat ke depan panggung. Tak mau menjadi noktah, saya bergegas untuk memasang telinga di tempat yang tepat. Saya terkulai begitu Ugo datang ke tengah panggung resmi memulai pertunjukkan dengan paragraf. Rasanya mereka seperti keluar dari layar komputer lalu pentas di dalam kuping saya.

Seperti membuka halaman pertama dari buku yang penuh debu, Melancholic B1tch mengantarkan kerumunan kepada Departmental Deities and Other Verses. Kemudian disusul oleh lagu Kartu Pos Bergambar Jembatan Golden Gate, San Fransisco, lagu yang berasal dari puisi Sapardi Djoko Damono.

“Joni dan Susi punya mimpi, mereka ingin jalan-jalan.”

Bulan Madu menjadi mukadimah kisah Joni dan Susi pada malam itu. Rentangan tangan Joni dan Susi yang tak sampai di Oslo memaksa harus meninggalkan Cape Town dengan segera. Baru saja mendapat kesadaran dan menjaga keseimbangan, Joni dan Susi harus berlari-lari lagi. Cerita berlanjut, Joni dan Susi punya 7 hari. Waktu yang digunakan Joni untuk menggombali Susi menuju semesta. Nyatanya berhasil, walau tak memakan jantungnya, bagi Susi Joni adalah kematian lainnya. Itu romantis, sangat.

Tentang Cinta membawa Joni kepada busuk dan klisenya ucapan “aku cinta kamu.” Joni mengerti, lalu menawarkan soda dan Susi tetap di sana sambil mengawasi jendela. The Street menjadi cuilan cerita berikutnya. Joni menyusuri jalan untuk mengonsumsi hari. Ia berjalan mengikuti lampu kota. Tatkala prolog sebelum Distopia, Ugo mengajak salah satu di antara kerumunan untuk membantunya bernyanyi. Seperti sebuah plot yang sudah diatur, Susi, yang dalam hal ini Gita, didaulat maju untuk bertukar suara.

Kereta akhirnya mengantar Joni dan Susi kepada Requiem. Di antara tragedi-tragedi yang terjadi, Ugo mempersembahkan lagu ini kepada salah satu sahabatnya, yang berakhir tragis juga karena tragedi. Serpihan Debu Hologram kembali berterbangan di tengah-tengah cerita. Kali ini dengan versi otentik. Joni dan Susi melanjutkan perjalanan mereka. Dari tempat yang beratap yang tiba-tiba berubah menjadi istana hingga tempat yang terbakar yang tiba-tiba menjadi negara. Yang akhirnya ditunggu-tunggu kerumunan pun tiba, Mars Penyembah Berhala dikumandangkan. Ruang kecil itu disulap menjadi sebuah orkestra yang lengkap dengan oratornya. Tapi tetap saja, sesungguhnya imajinasi dan televisi memang saling membunuh.

Puas berteriak, suasana berubah. Intro mengalun pelan, sayup-sayup terdengar sebuah Nasihat yang Baik. Seperti Susi yang tidur karena terlalu lelah, Ugo menyuruh kerumunan untuk mengambil jeda setelah lagu ini usai. Saya keluar ruang untuk memenuhi paru-paru dengan residu berupa asap.

Setelah sepuluh menit yang terasa lebih sebentar daripada detik, Joni dan Susi kelaparan. Dinding-dinding berbisik merayu Joni untuk mencuri roti. Dinding-dinding menjadi satu kesatuan membuat propaganda mengurung waktu dalam bungkus roti. Sayang, Joni merusak keseimbangan harga karena mencuri roti. Pelantun Mesin Penenun Hujan mengiringi jatuhnya Apel Adam ke dunia dari surga. Sementara, lagi-lagi televisi berbuat ulah. Ia lebih cepat dari ambulans.

Munculnya Frau di tengah-tengah Melancholic B1tch membuat alur cerita berikutnya tertebak. Off Her Love Letter dimainkan dan dikisahkan dengan menyayat-nyayat telinga. Tak berhenti sampai di situ, Ugo dan Frau membias ke udara dan tak bisa pulang dibantu oleh Risa Saraswati untuk menjadi yang pertama bercinta di luar angkasa.

Cerita Joni dan Susi sudah memasuki bab-bab akhir. Kerajaan yang dibangun Joni hanya bertahan lima belas detik. Tapi itu sungguh jauh lebih baik daripada hanya diam dan gelap. Melihat Joni ada di tv, Susi menuangkan amarahnya dalam semangkuk rasa perih kebencian. Ia membatu. Hal itu membuat Susi sadar, mereka berdua adalah sepasang Noktah Pada Kerumunan dan tidak lebih.

Melancholic B1tch menamatkan kisah Joni dan Susi dengan mendirikan Menara di ladang apel. Sengaja mereka dirikan menara yang tinggi di sana, agar mereka lebih mudah untuk menggapai tuhan yang membuatkan kisah tak lazim pada hidup mereka. Mendekatkan diri mereka setinggi-tingginya kepada kekuasaan di luar sana.

Tabik. Cerita berakhir. Polisi yang tidak dilibatkan dalam cerita mengakhiri kisah dalam wujud lampu yang terang. Melancholic B1tch benar-benar selesai saat itu. Meninggalkan kerumunan yang saya yakin masih ingin dibuai dengan kisah Joni dan Susi hingga tertidur.

Mereka tahu persis: Joni dan Susi tetap hidup di trotoar jalan. Hanya saja konser memang harus diakhiri sebelum semuanya terasa berlebihan dan mengurangi esensi cerita. Konser Menuju Semesta untuk sementara adalah konser terbaik di tahun 2013. Melancholic B1tch membuat teater menjadi memiliki definisi baru.

Meminjam frase dalam stiker yang mereka buat,

Joni+Susi was here, 4efer love never dye!

[Bandung & Jakarta. 3 Juni 2013. 04:36 AM. Fikri]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun