Saya menghabiskan sepertiga malam untuk mengenang calon biji amputasi. Ga lucu juga kalo misalnya nanti dibawa ke unit gawat darurat pake ambulance. Terus nyalain lampu dan sirinenya kalo jalanannya rame. Pak supirnya nyalain mikrofon.
"Minggir - minggir, daruraaaaat. Bijinya digigit kelabang."
Ga jadi cerita sinetron lagi. Jadi cerita misteri campur medis.
Lalu pikiran yang lain tiba - tiba terlintas.
"Kalo ini biji diamputasi, emang sih bentuknya aneh. Tapi bisa melakukan penetrasi dan orgasme tanpa mengeluarkan sperma. Saya tidak perlu keluar uang banyak untuk vasektomi!"
Kemudian saya bersemangat untuk tidur kembali.
Sayangnya biji tak jadi diamputasi. Benar kata orang, memang biji tak bertulang.
***
Semenjak insiden penggigitan biji itu terjadi, saya semakin sigap dan waspada dengan hadirnya kelabang di kamar saya. Pernah suatu ketika saya sedang menyapu, di suatu dinding yang catnya agak terkelupas yang berbatasan langsung dengan kamar mandi kamar sebelah terkena goyangan sapu, muncullah tujuh ekor kelabang mini. Masih lucu - lucunya. Saya lalu mengambil baygon. Mati kau.
Sarang sudah saya hancurkan dengan menyemprot baygon dan hit secara bersamaan. Saya kira sudah bisa bernafas lega. Tidak akan lagi gangguan dari kelabang. Biji saya tidak akan membengkak dan memerah. Tidak akan ada lagi merenung membayangkan persahabatan antara biji dan titit di sepertiga malam terakhir. Waktu yang mulia.
Beberapa bulan, hingga pada suatu ketika.