Mohon tunggu...
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama Mohon Tunggu... -

Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama (fikri)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tua- tua Kelabang

24 Mei 2011   16:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:16 3263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya kira daftar hewan yang saya benci hanya dua: Kecoa dan belalang. Tapi sejak tadi malam, saya memantapkan diri untuk menambahkan daftar itu. Tuhan, kuatkanlah saya. Adalah kelabang yang berbaris di belakang kecoa. Saya pernah menuliskan betapa bencinya saya terhadap kecoa dan belalang. Sekarang giliran kamu, kelabang!

Masing - masing binatang di atas punya cara sendiri untuk menginvasi kamar mandi saya. Kalo cacing tanah selalu muncul dari sela - sela keramik. Tubuhnya yang kecil, berlendir, dan menggeliat memungkinkan ia melewati rongga sempit celah antarkeramik. Kalo kecoa selalu muncul dari lubang air. Kalo kelabang, dari dinding! Ajaib.

Saya kira cuma kamar mandi saya saja yang didatangi kelabang. Karena kamar mandi saya letaknya paling dekat dengan saluran pembuangan air untuk seluruh kost. Jadi wajar saja kalo kelabang, kecoa, dan cacing tanah suka nongkrong di sana. Tapi ternyata semua kamar juga diinfiltrasi dengan binatang yang sama. Bahkan lantai dua pun. Cacing tanah bisa bersemayam di sana.

Yang saya benci dengan adanya kelabang di kamar mandi ialah dia ga ikut patungan bayar sewa kost. Dia numpang di kamar saya.

Saya sudah berkali - kali membersihkan lantai wc dengan karbol, cairan pembersih wc, baygon, dan semacamnya. Tapi binatang itu tetap muncul. Okelah kalo cuman cacing tanah, ga gitu ngeganggu. Kecoa agak mengganggu. Serangga sama kayak cacing, ga ganggu. Tapi kelabang, lain ceritanya.

***

Waktu itu saya bangun dengan keadaan biji yang gatal. Saya kira digigit semut, lalu garuk biji sebentar lalu kembali tidur. Tiga menit setelahnya, rasa gatal berubah menjadi sakit. Sakit banget! Kayak ditusuk jarum panas, sakit dan panas. Saya bangun untuk menyalakan lampu dan cek keadaan biji saya. Agak bengkak dan memerah.

"Wah ini ga mungkin semut. Semut ga sesakit ini kalo gigit." Saya berbicara dengan biji.

Saya mencoba mengabaikan rasa sakitnya. Karena malas berdiri untuk mematikan lampu lagi, kepala langsung saya arahkan ke bantal. Jreeeenggg! Seekor kelabang berukuran kira - kira lima centimeter nangkring di atas guling. Saya sontak bangun. Mata langsung saya arahkan ke benda apapun yang bisa dipakai sebagai instrumen pemukulan.

Saya lupa mengambil benda apa, tapi ketika saya kembali ke kasur, si kelabang sudah sirna. Ia lenyap bagai ditelan guling. Sementara ia lenyap, saya galau. Galau kalau ternyata kelabang itu adalah kiriman dari seorang perempuan tanpa identitas untuk memelet saya. Galau karena takut biji saya membusuk dan diamputasi.

Saya duduk di pojok kamar. Kepala menghadap eternit. Lalu terbersit secuil potongan kenangan indah bersama biji. Bagaimana biji selalu menemani titit saya kemana pun titit saya pergi. Terjalin akrab. Persahabatan yang indah layaknya cerita sinetron.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun