Indonesia, negeri yang dihiasi dengan keindahan alam yang memukau, menyimpan rahasia kelam di kedalaman samudra, khususnya di pesisir selatan Jawa. Di bawah ketenangan ombak yang memecah di pantai-pantai indah, tersembunyi kekuatan dahsyat yang sewaktu-waktu dapat mengguncang bumi pertiwi. Kekuatan itu bernama megathrust, sebuah fenomena alam yang lahir dari interaksi lempeng-lempeng tektonik raksasa.
Tarian Lempeng Bumi di Selatan Jawa: Panggung Megathrust
Bumi bukanlah bola pejal yang statis. Ia terdiri dari lapisan-lapisan batuan yang terus bergerak, yang kita kenal sebagai lempeng tektonik. Lempeng-lempeng ini bagaikan raksasa yang berinteraksi satu sama lain, kadang saling menjauh, bergesekan, atau bahkan bertabrakan. Di Indonesia, interaksi lempeng tektonik didominasi oleh pergerakan Lempeng Indo-Australia yang mendesak Lempeng Eurasia. Pertemuan kedua lempeng raksasa ini terjadi di zona subduksi, tempat lempeng samudra yang lebih padat menyelusup ke bawah lempeng benua.
Di selatan Jawa, zona subduksi ini membentang di sepanjang pantai selatan pulau, dari ujung barat di Selat Sunda hingga ujung timur di Selat Bali. Zona subduksi di selatan Jawa merupakan bagian dari sistem subduksi Sunda yang lebih besar, yang membentang dari Sumatra hingga Nusa Tenggara. Zona subduksi ini ditandai dengan adanya Palung Jawa, sebuah cekungan dalam di dasar laut yang menandai batas antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Kedalaman Palung Jawa bervariasi, mencapai lebih dari 7.000 meter di beberapa titik.
Lempeng Indo-Australia bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 7 cm per tahun, sementara Lempeng Eurasia relatif diam. Pergerakan lempeng ini menyebabkan Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah Lempeng Eurasia di zona subduksi. Proses penunjaman ini tidak berjalan mulus, melainkan diselingi dengan gesekan dan benturan antar lempeng. Gesekan dan benturan inilah yang menimbulkan tegangan pada batuan di sekitar zona subduksi. Seperti yang dijelaskan oleh Simandjuntak dan Barber (2003) dalam Tectonic Evolution of the Southeast Asian Region, "Zona subduksi di selatan Jawa merupakan zona yang kompleks dengan sejarah tektonik yang panjang dan rumit. Interaksi antara lempeng-lempeng di zona ini telah menghasilkan berbagai struktur geologi, termasuk pegunungan, volkanisme, dan sesar aktif."
Gesekan Mahadahsyat: Sumber Energi Megathrust di Selatan Jawa
Di zona subduksi selatan Jawa, gesekan antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia menghasilkan energi yang luar biasa besar. Bayangkan dua bongkahan batu raksasa yang saling bergesekan dengan kecepatan beberapa sentimeter per tahun. Gesekan ini menimbulkan tegangan dan deformasi pada batuan di sekitarnya. Energi raksasa ini tersimpan dalam batuan selama puluhan hingga ratusan tahun. Semakin lama energi terkumpul, semakin besar pula potensi gempa yang akan dilepaskan.
Zona subduksi selatan Jawa termasuk salah satu zona subduksi paling aktif di dunia. Sejarah mencatat banyak gempa besar yang pernah terjadi di daerah ini, di antaranya gempa bumi Yogyakarta 2006 dengan magnitudo 6,4 dan gempa bumi Pangandaran 2006 dengan magnitudo 7,7. Gempa-gempa ini menimbulkan kerusakan yang parah dan menelan banyak korban jiwa. McCloskey et al. (2005) dalam "Earthquake risk from co-seismic stress transfer in Sumatra" menyatakan bahwa "Gempa bumi besar dapat meningkatkan tekanan pada segmen-segmen yang berdekatan dari batas lempeng, secara signifikan meningkatkan kemungkinan gempa bumi besar lebih lanjut." Hal ini menunjukkan bahwa gempa bumi besar di masa lalu dapat memicu gempa bumi besar lainnya di masa depan.
Para ahli seismologi memperkirakan bahwa zona subduksi selatan Jawa memiliki potensi untuk menghasilkan gempa bumi dengan magnitudo lebih dari 8,0. Gempa bumi dengan magnitudo sebesar ini dapat menimbulkan kerusakan yang sangat parah dan memicu tsunami yang menghancurkan wilayah pesisir. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir selatan Jawa untuk memahami potensi bahaya gempa bumi dan tsunami serta mengetahui cara menyelamatkan diri.
Megathrust: Ketika Batas Elastisitas Terlampaui di Selatan Jawa
Batuan, meskipun keras, memiliki sifat elastis. Seperti karet gelang yang ditarik, batuan di zona subduksi selatan Jawa bisa melengkung dan menumpuk energi. Namun, setiap material memiliki batas elastisitasnya. Ketika batas itu terlampaui, batuan akan patah dan melepaskan semua energi yang tersimpan dalam bentuk gempa bumi. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya megathrust.
Gempa megathrust di selatan Jawa terjadi ketika batuan di zona subduksi patah akibat tegangan yang terlalu besar. Patahan ini menyebabkan pergerakan vertikal yang signifikan di dasar laut. Pergerakan vertikal inilah yang memicu gelombang raksasa yang kita kenal sebagai tsunami. Gempa megathrust di selatan Jawa selalu berpotensi menimbulkan tsunami. Tinggi gelombang tsunami bergantung pada besarnya gempa dan karakteristik pantai. Dalam "Source mechanism of the 2004 Sumatra-Andaman earthquake inferred from tsunami waveforms", Piatanesi dan Lorito (2007) menjelaskan bahwa "gelombang tsunami dapat memberikan informasi penting tentang mekanisme sumber gempa bumi, termasuk arah perambatan patahan dan besarnya perpindahan vertikal di dasar laut."
Gempa bumi dan tsunami yang dipicu oleh megathrust di selatan Jawa dapat menimbulkan dampak yang menghancurkan bagi masyarakat di wilayah pesisir. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam upaya mitigasi bencana. Mitigasi bencana meliputi upaya pencegahan, kesiapsiagaan, dan penanganan pascabencana. Dengan mitigasi bencana yang baik, diharapkan dampak negatif dari gempa bumi dan tsunami dapat diminimalisir.
Menerawang Masa Depan: Kapan Megathrust di Selatan Jawa Terjadi?
Meskipun prediksi tepat waktu terjadinya megathrust masih merupakan tantangan besar, para ahli geologi dan seismologi terus mencoba menjawab pertanyaan yang menghantui ini. Dengan mempelajari sejarah gempa bumi, siklus gempa, dan pergerakan lempeng tektonik, mereka berusaha meramalkan kapan raksasa di bawah samudra selatan Jawa akan terbangun.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa segmen-segmen tertentu di zona subduksi selatan Jawa sudah lama tidak mengalami gempa bumi besar. Sebagai contoh, segmen Jawa bagian barat, yang meliputi wilayah Banten dan Jawa Barat bagian selatan, terakhir kali mengalami gempa bumi besar pada tahun 1780. Sementara itu, segmen Jawa bagian tengah, yang meliputi wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta, terakhir kali mengalami gempa bumi besar pada tahun 1867. Hal ini menunjukkan bahwa segmen-segmen tersebut mungkin sudah menumpuk energi yang cukup besar dan berpotensi menghasilkan gempa bumi megathrust dalam waktu dekat.
Namun, penting untuk diingat bahwa prediksi gempa bumi bukanlah ilmu pasti. Meskipun para ahli dapat memperkirakan potensi dan lokasi megathrust, tetapi menentukan waktu pastinya masih sangat sulit. Faktor-faktor seperti kompleksitas struktur geologi, variasi kecepatan pergerakan lempeng, dan interaksi antar segmen sesar membuat prediksi gempa bumi menjadi sangat rumit.
Menghormati Kekuatan Alam, Membangun Kesiapsiagaan di Selatan Jawa
Megathrust di selatan Jawa adalah sebuah ancaman nyata, sebuah raksasa yang tidur di bawah samudra, menunggu waktu untuk terbangun. Namun, kita tidak boleh hidup dalam ketakutan. Sebaliknya, kita harus menggunakan pengetahuan tentang megathrust untuk membangun kesiapsiagaan dan ketangguhan.
Seperti pepatah lama mengatakan, "Tak kenal maka tak sayang." Dengan mengenal megathrust lebih dekat, kita dapat lebih menghormati kekuatan alam dan lebih bijak dalam mengelola lingkungan. Kita dapat membangun infrastruktur yang tahan gempa, mengembangkan sistem peringatan dini yang efektif, dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya gempa bumi dan tsunami.
Â
McCloskey, J., Nalbant, S. S., Steacy, S., Sieh, K., Meltzner, A. J., & Chadwick, W. (2005). Earthquake risk from co-seismic stress transfer in Sumatra. Nature, 434(7031), 291-291.
Natawidjaja, D. H. (2006). Neotectonics of the Sumatran Fault, Indonesia. Journal of Geophysical Research: Solid Earth, 111(B8).
Piatanesi, A., & Lorito, S. (2007). Source mechanism of the 2004 Sumatra-Andaman earthquake inferred from tsunami waveforms. Geophysical Research Letters, 34(11).
Simandjuntak, T. O., & Barber, A. J. (Eds.). (2003). Tectonic Evolution of the Southeast Asian Region. Geological Society of London.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI