Kalau DPR jangan ditanya, sudah sejak lama dan mereka nampak kian nyata berjiwa canda. Bahkan sering dijumpai dalam interaksi langsung, di ruang tunggu jelang wawancara televisi atau kesempatan makan bersama.
Mereka raja guyon. Terkait hal krusial sekalipun rancangan undang-undang yang kontroversial selalu ditanggapi guyon. Kamu pasti salah satu yang pernah berada di dalam situasi tersebut bukan? Kalau belum cobalah cari tahu sendiri dan nikmati guyonnya.
Sementara itu kaum Mahasiswa, yang tentu bagi pegiat media sosial sangat pahami, berada di dalam tatanan keluarga guyon masa kini atau lebih dikenal konten receh. Mereka yang sebagian besar aktivis media sosial itu paling jago berkomentar dan membuat diksi-diksi fenomenal yang tak sedikit menggelikan. Bahkan kita sendiri yang berhasil dibuat menikmati bahan tertawaan.
Seingat saya saat mahasiswa turun ke jalan tahun 1998 hanya ada rasa kengerian. Jauh dari recehan. Kini rasa itu berubah jadi menggelikan. Memantau bahan receh yang bisa ditertawakan.Â
Mereka berhasil membuat konten/copywriting receh di poster dan spanduk demo dengan bahasa media sosial yang kekinian; punya engagement yang tinggi, dalam arti berhasil menuai komentar di sana-sini.
Mereka memang generasi warga net sesungguhnya, bukan generasi peralihan seperti saya. Tidak salah juga, karena mereka belum pernah terlatih untuk garang menghadapi DPR dalam menyampaikan pesan. Kerusuhan hanya perpanjangan dari kemanusiaan yang harga dirinya merasa diinjak-injak, tapi tidak dengan pesan yang tajam.
Mereka asyik berguyon dengan kata-kata. Rupanya lupa mana dunia nyata dan social media. Ini jadi fenomena. Menarik untuk dicerna bersama.
Jumlah mereka sedikit yang demikian, tapi berhasil menyita perhatian jagat maya.
Lalu di mana perlawanan?
Tidak kah mereka sadar, pejuang terdahulu, kau sebutlah satu-satu, menganggap kata-kata adalah kendaraan yang ampuh untuk membakar semangat perjuangan? Lalu jika kau tulis "Daripada RKUHP disahkan, mending hubungan kita aja :)" apakah ku harus ikut turun ke jalan? atau balik kanan langsung melamar?
Aduh, aku terlalu serius nampaknya. Sebenarnya fenomena ini dapat ditanggapi biasa saja. Justru bagus untuk hiburan di sela kerusuhan yang memanas. Jika kamu merasa sesederhana demikan. Pantaslah DPR semakin berulah karena punya teman baru di panggung sandiwara.
Jangan-jangan DPR dan Mahasiswa lebih suka memproduksi konten receh. Satu dalam bentuk RUU, satu lagi dalam bentuk poster dan spanduk demo. Yaelah!Â
Padahal, bila mengutip artikel dari Kumparan.com tanggal 25 September 2019 dengan judul "Demo Mahasiswa Gen Z dan Kebangkitan Gaya Politik Baru" memuat fakta-fakta hebat terhadap generasi ini. Sayangnya harus dicemari dengan segelintir generasinya yang lebih mengutamakan konten receh ketimbang fokus dengan perjuangan yang dibawa teman-temannya dengan lantang dan berani. Atau mungkin konten receh dalam demo yang jumlahnya tidak sebearapa itu memang cara yang dibenarkan dan lebih mengasyikkan? Bagaimana menurutmu?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H