Pada dasarnya sebuah sejarah merupakan hasil dari penelitian, yang kemudian di tuangkan dalam bentuk tulisan oleh seorang sejarawan. Karena yang dilakukan oleh seorang sejarawan adalah menulis, maka tentu saja seringkali sejarawan melakukan kesalahan di dalam prosesnya. Kesalahan tersebut bisa dari proses pemilihan topiknya, pemilihan tema, sampai proses penyajian dalam bentuk tulisan. Hal-hal tersebut lah yang wajib bagi seorang sejarawan untuk diminimalisir, agar menghasilkan sebuah narasi sejarah yang utuh. Kemudian apa saja kesalahan-kesalahan yang dapat dilakukan oleh seorang sejarawan dalam menuliskan sebuah narasi sejarah?
Berikut adalah kesalahan-kesalahan sejarawan menurut Kuntowijoyo dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Sejarah,
Kesalahan dalam Pemilihan Topik Penelitian
Yang pertama kesalahan dari seorang sejarawan dapat ditemui dari pemilihan topik penelitiannya. Memilih topik adalah tugas yang utama bagi seorang sejarawan, sebab tanpa topik maka proses selanjutnya tidak akan bisa dilanjutkan. Ada banyak hal yang harus diperhatikan dengan hati-hati, dalam pemilihan topik tidak seharusnya dilakukan secara emosional atau intelektual, yaitu pemilihan topik hanya berdasar pada apa saja yang ada disekitarnya atau hanya mengambil hal-hal yang disukai secara pribadi saja. Beberapa kemungkinan kesalahan sorang sejarawan dalam pemilihan topik yaitu,
- Kesalahan Baconian. Kesalahan ini terjadi karena kesalahpahaman sejarawan yang menganggap bahwa sejarah itu merupakan ilmu empiris, yaitu ilmu yang hanya berdasarkan pada pengalaman. Sejarawan dianggap melakukan kesalahan apabila menganggap bahwa penelitian sejarah dapat dikerjakan meski tanpa teori, konsep, ide, paradigma, praduga, hipotesis, atau generalisasi lainnya.
- Kesalahan terlalu banyak pertanyaan. Yang dimaksud dengan terlalu banyak pertanyaan di sini adalah, bahwa seorang sejarawan bisa saja melakukan kesalahan dengan terlalu memberikan banyak pertanyaan dalam rumusan masalah yang akan dibahas. Jika pertanyaan yang diberikan terlalu banyak atau terlalu kompleks maka jawaban yang didapat malah tidak detail atau kemudian yang dimuat hanya hal-hal umum yang sudah diketahui, akibatnya topik utama menjadi kehilangan fokus.
- Kesalahan pertanyaan yang bersifat dikotomi. Adanya pertanyaan yang bersifat dikotomis, atau pertanyaan yang berlawanan dan bersifat hitam-putih. Contohnya seperti munculnya pertanyaan bahwa “Diponegoro: pemberontak atau pejuang?” seolah kemudian Diponegoro hanya disudutkan pada dua kemungkinan saja. Kalau saja seseorang yang berpihak kepada Raja Mataram dan Raja Surakarta pada saat itu, maka seseorang itu akan menganggap bahwa Diponegoro adalah seorang pemberontak. Tetapi kemudian jika seseorang memihak kepada Diponegoro maka tentu saja ia akan beranggapan bahwa Diponegoro adalah seorang pejuang. Kesalahan ini sangat berisiko tinggi untuk penelitian yang membahas sejarah kontemporer, yang masih memiliki pewaris tokoh-tokohnya mereka bisa saja menggugat jika mereka tidak suka.
- Kesalahan metafisik. Metafisik disini menyangkut hal-hal yang tidak nyata yang merupakan topik-topik filsafat, moral, dan teologi. Hal-hal yang seperti itu bukanlah tugas seorang sejarawan. Sejarah itu bersifat menceritakan masa lalu yang sebenarnya terjadi. Sebagai contoh misalnya agama, ideologi yang kedua hal itu termasuk sesuatu yang metafisik.
- Kesalahan topik fiktif. Kesalahan pemilihan topik selanjutnya adalah pengambilan topik fiktif, dimana seorang sejarawan tidak bisa mengambil topik yang tidak dapat dieliti. Topik fiktif disini berarti topik yang berdasarkan kepada angan-angan atau imajinasi sang penulis.
Kesalahan Pengumpulan Sumber
Semua penulisan sejarah terbentuk bila hanya ada dan tersedia dokumen-dokumen yang merupakan sebuah sumber penilitian.
- Kesalahan Holisme.
Yaitu hanya menganggap bahwa pemilihan satu bagian itu sudah dapat mewakili keseluruhan kejadian. Contohnya bahwa perang di Surabaya tidak bisa digunakan acuan kejadian perang di daerah nusantara yang lain.
- Kesalahan pragmatis
Kesalahan ini terjadi bila dalam penulisan sejarah terdapat tujuan-tujuan tertentu terutama dalam pengumpulan sumbernya, seperti tidak tuntasnya proses pengumpulan sumber sehinga beberapa fakta tersembunyi keberadaannya.
- Kesalahan ad hominem
Kesalahan ini seringkali terjadi ketika dalam pemilihan narasumber-narasumber tertentu, biasanya akan diambil dari orang-orang yang memiliki hak untuk bercerita tetapi minim pengetahuannya mengenai objek. Untuk menghindari kesalahan ini maka pengambilan sumber akan lebih baik dari keseluruhan pandangan dari berbagai pihak yang memang mengerti.
- Kesalahan kuantitatif
Kesalahan ini sering terjadi karena seseorang hany percaya dan mengacu pada dokumen dengan angka-angka daripada testimoni. Padahal bisa saja sebuah angka dapat menyesatkan dan masih tidak dapat merepresentasikan kenyataan.
- Kesalahan estetis
Kesalahan ini mirip dengan kesalahan pragmatif, tetapi hal ini dapat terjadi ketika sejarawan hanya mengambil bagian-bagian yang indah saja. Sejarawan cenderung akan mencantumkan sumber sejarah yang bersifat estetis, hanya hal-hal yang fenomenal dari segi estetikanya saja yang dituliskan, akibatnya penulisan sejarah tidak lengkap dan hanya hal-hal yang dramatis saja yang diceritakan.
Kesalahan Verifikasi
- Kesalahan pars pro toto
Kesalahan inni terjadi ketika sebagian hal dianggap berlaku untuk hal yang lainnya.
- Kesalahan toto pro pers
Kesalahan ini kebalikan dari pars pro toto, yaitu bila kebenaran yang hanya berlaku untuk sebagian hal tetapi dijadikan patokan seluruh bagian.
- Kesalahan menganggap pendapat umum sebagai fakta
Kesalahan ini terjadi ketika pandangan umum terlalu dianggap sebagai kiblat dan terlalu difaktakan.
- Kesalahan menganggap pendapat pribadi sebagai fakta
Hal ini juga menjadi kesalahan ketika pendapat pribadi yang tidak berdasar pada bukti-bukti dianggap sebagai fakta.
- Kesalahan perician angka yang presis
Perician angka pada data-data tradisional hanya akan menimbulkan pertanyaan.
- Kesalahan bukti yang spekulatif
Pada dasarnya untuk menghindari kesalahan ini sejarawan harus berani mengakui bahwa bukti-bukti tersebut memang diluar jangkauan sejarawan.
Kesalahan Interpretasi
Kesalahan tidak membedakan alasan, sebab, kondisi, dan motivasi. Hal ini dapat terjadi ketika sejarawan tidak dapat membedakan keempatnya melalui kedekatan peristiwa.
- Kesalahan post hoc, propter hoc, diambil dari bahasa latin yang berarti setelah ini, maka ini. Kesalahan ini terjadi ketika sejarawan tidak tepat dalam menghubungkan factor-faktor penyebab suatu peristiwa.
- Kesalahan reduksionis. Kesalahan ini dapat terjadi ketika sejarawan yang dapat menyederhanakan gejala yang sebenarnya bersifat kompleks.
- Kesalahan pluralisme yang berlebihan. Sejarawan lebih sering mengungkapkan hal-hal yang umum.
- Kesalahan penulisan
- Kesalahan narasi. Terdiri dari kesalahan periodesasi, kesalahan didaktis, dan kesalahan pembahasan.
- Kesalahan argumen. Biasanya sejarawan menggunakan istilah yang memiliki makna ganda, atau bisa saja kesalahan melalui argument yang kurang relevan atau tidak rasional.
- Kesalahan generalisasi. Sejarawann terlalu mengacu pada hal-hal yang umum, yang pada umumnya telah diketahui oleh banyak orang. Semestinya sejarah lebih mendetail terhadap satu hal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H